Banyak orang yang punya impian untuk menikah dan memiliki anak di usia 20-an, rata-rata targetnya usia 25 tahun. Yang dibayangkan mungkin pernikahan dan menjadi orang tua adalah sebuah hal menyenangkan, cuddling all day long, gemas dengan bayi lucu, dan mampu mengatasi segala permasalahan bersama pasangan. Bayangan tersebut mungkin nggak sepenuhnya salah. Tetapi, jangan dikira semuanya akan berjalan mulus-mulus saja, ya.
Segala persiapan yang ideal mungkin membuat diri merasa sudah tahu segalanya karena sudah belajar dari ahlinya atau banyak cari tahu dari internet. Namun, hal ini mungkin akan berakhir dengan perubahan-perubahan di luar kendali alias berbeda 180 derajat dengan ekspektasi.
ADVERTISEMENTS
Kadang ada rasa iri dengan mereka yang masih sering main ke sana-sini, mungkin tetap bisa sih tapi jadi terbatas karena sudah ada ‘ekornya’
Mungkin kamu merasa skeptis dengan orang-orang yang dulu bilang bahwa ketika memiliki suami dan anak maka ruang gerak akan lebih terbatas. Waktu itu kamu yakin bahwa kamu masih tetap bisa ke sana-ke mari layaknya saat masih sendiri. Tak bisa dimungkiri, meskipun kamu bisa dapat jatah untuk pergi berkumpul dengan teman-teman yang masih single dan meninggalkan si kecil dengan orang tua atau suami namun tetap saja pikiranmu akan makin nggak tenang jika meninggalkannya terlalu lama. Kadang disebabkan adanya kondisi tertentu, kamu malah harus rela nggak bergabung dan menyimpan rasa irimu sendiri.
ADVERTISEMENTS
Rencananya sih belum mau punya anak dulu selama beberapa tahun, eh ternyata banyak komentar yang menyuruhmu untuk cepat-cepat ‘isi’
Ketika memutuskan untuk menikah di usia 20-an apalagi masih awal-awal kamu mungkin berpikir bahwa nikah saja dulu, perkara punya anak bisa menyusul saja nanti. Kenyataannya sehabis nikah ada saja orang yang berkomentar menyuruh untuk buru-buru punya anak, bahkan kalau parah malah bisa sampai menyarankan minuman untuk kesuburan segala. Selain itu, banyak juga yang akhirnya memutuskan untuk memiliki anak setelah menikah karena alasan kebablasan. Bye bye, idealisme masa muda!
ADVERTISEMENTS
Komentar-komentar tentang pilihan jadi ibu rumah tangga dan ibu bekerja akan mulai terdengar dari berbagai belahan penjuru
Kamu mungkin terdengar ambisius dan ingin mencapai ini itu ketika belum menikah dan punya anak dulu, bahkan punya keinginan tinggi untuk terus bekerja ketika sudah punya anak. Nyatanya karena satu dua hal mungkin kamu lebih memilih untuk menjadi ibu rumah tangga saja setelah menjalaninya. Pilihan ini membuat banyak orang berkomentar “Mumpung masih muda kenapa nggak kerja dulu aja? Sayang kan sekolah tinggi-tinggi menyerah gitu aja.” Pun ketika memutuskan untuk menjadi seorang ibu bekerja, komentar juga tak bisa dihindari begitu saja “Ih, bukannya ngurus anak malah bekerja.”
ADVERTISEMENTS
Teknik parenting seringkali nggak sesuai teorinya. Pada praktiknya, justru kamu akan lelah sendiri dibuatnya
Sebelum memutuskan untuk punya anak kamu mungkin sudah banyak mencari tahu tentang bagaimana menjadi orang tua yang baik, bagaimana supaya anak nurut, bagaimana caranya agar si kecil pintar, dan lain-lain. hingga menemukan berbagai teori yang kelihatannya akan cocok dengan prinsip ideal yang kamu pegang. Namun, begitu si kecil benar-benar sudah ada di gendongan, rasanya untuk menjaga diri sendiri tetap waras dan tak lepas kendali saja sudah perjuangan sekali. Walaupun mungkin sudah berusaha sekuat tenaga namun kekurangan itu rasanya selalu ada.
Meskipun ada berbagai hal yang tak sama dengan rencana idealmu dulu namun pilihanmu hingga di posisi saat ini tetap merupakan pilihan yang baik, kok. Lagipula, menikah di usia berapapun, menjadi ibu selalu menjadi pengalaman pertama bagi semua orang di mana pada perjalanannya akan menemukan hal-hal mengejutkan atau bahkan ketidaksiapan lainnya.