Awal menikah, mungkin segalanya terasa indah.
Suami masih begitu mesra, orang-orang pun masih tampak euforia kepada kalian yang capnya masih basah sebagai pengantin baru. Perjuangan pertama sebagai orangtua dimulai saat si kecil memberikan tanda kehadiran di dunia. Sembilan bulan masa kehamilan terasa singkat, terkadang enteng banyak pula yang merasa tersiksa. Setelah melahirkan, perjuangan kedua sah berlanjut. Apakah semua mulus-mulus saja?
Beruntung bagimu, yang punya support system hebat, yang membuat proses menjadi ibu baru terasa lebih ringan, meski tak bakal mudah. Namun apa jadinya kalau lingkungan tak begitu mendukung? Suami cuek dan kurang perhatian, kamu super kelelahan, tak ada bantuan baik dari kerabat maupun asisten rumah tangga atau nanny. Besar kemungkinan, seorang ibu bisa menderita stres. Stres yang terus dipupuk kelelahan dan sakit hati karena kurang perhatian bakal berujung depresi. Demi tak terjadi hal diinginkan, 5 bentuk dukungan ini bisa diberikan~
1. Sebaik apa pun para ibu baru mempersiapkan kelahirannya, para ibu baru butuh bantuan. Sesederhana menyemangatinya dengan kalimat positif lebih baik daripada sok menggurui dan terus menerus mengkritik berkedok ‘sekadar saran’
Banyak banget ibu baru yang masih mudah panik, suka bingung dan clueless saat menghadapi anaknya. Bisa karena memang kurang persiapan bisa pula karena kelelahan. Alih-alih bersikap nyinyir dan memberikan wejangan tanpa diminta, lebih baik memberikan semangat positif supaya para ibu lebih percaya diri dan bisa terbuka soal apa yang sebenarnya mereka butuhkan. Sayang yang terjadi biasanya justru sesama perempuan sukanya malah saling menyudutkan dan merasa, dirinya lebih jago soal pola asuh anak.
2. Daripada sibuk memberi komentar, para kerabat lebih baik terjun langsung memberikan bantuan. Daripada cuma ngomong ‘mestinya begini, begitu’, lebih baik langsung ambil alih dan biarkan para ibu beristirahat
Seringnya kerabat terdekat sendiri, bisa mertua, orangtua atau ipar bersikap ‘saya tahu lebih banyak dari kamu’, tanpa ada tindak lanjut positif. Daripada sekadar komentar, berkeluh kesah di belakang, mending langsung tawarkan bantuan dan berikan waktu istirahat pada ibu lebih banyak. Supaya tetap waras!
3. Peran para ayah seringkali terabaikan. Seringnya, para ibu saja yang disalahkan saat anak tak terurus dengan baik
Ada banyak faktor kenapa kekerasan pada bayi bisa terjadi oleh ibu sendiri. Bisa karena faktor finansial, kurang istirahat, kekecewaan pada satu dan lain hal, belum matang secara emosi, masalah dalam rumah tangga sehingga masih labil sampai kurangnya dukungan moral dari lingkungan sekiar. Para ayah pun punya andil besar dalam keluarga lo. Jika ayah lebih peka, depresi yang menyebakan ibu gelap mata seperti menganiaya bayi hingga bunuh diri bisa dideteksi sejak dini dan bahkan bisa dicegah.
Sayangnya, yang sering terjadi ayah hanya menjadi ‘latar belakang’. Para ibu dicap kurang iman, kurang sabar, tolol dan sebagainya. Bisa jadi, depresi karena kurang pertolonganlah yang jadi pemicu utama.
4. Rata-rata ibu muda yang baru melahirkan rentan terserang baby blues sampai psikosis yang lebih parah. Ini bisa terjadi akibat para kurang istirahat
Baby blues rentan terjadi karena fisik ibu yang belum pulih benar dan pengaruh hormonal yang masih belum stabil dalam tubuh pasca lahiran. Ibu baru butuh didengarkan, diberikan kesempatan me time lebih leluasa, diberikan dukungan positif dan selalu diingatkan untuk tetap rileks, demi stresnya nggak berlanjut jadi depresi akut atau psikosis. Makanya nih, saat berkunjung ke rumah sahabat atau kerabat yang habis lahiran lebih baik tawarkan bantuan supaya mereka bisa ‘bebas’ sejenak dari bayinya, bukan malah sibuk merepotkan dan bikin tuan rumah makin kelelahan.
5. Terakhir, lingkungan media sosial yang kurang sehat baiknya dihindari. Tahu sendiri kan kejamnya mulut warganet akhir-akhir ini? Jadi mending para ibu lebih selektif lagi deh memilih forum atau lingkar pertemanan
Supaya nantinya nggak terjebak dengan stigma ‘ibu sempurna’ para ibu baiknya didorong untuk lebih selektif memilih lingkar pergaulan, baik di media sosial sampai di dunia ‘sebenarnya’. Lingkungan negatif juga baiknya dihindari. Kalau numpang ibu atau mertua dirasa bikin stres, mending ngekost atau pindah ke rumah kontrakan. Meski sederhana, yang penting tetap waras kan? Dukungan positif pun dibutuhkan dari lingkar pergaulan yang sehat.
Para ibu baru baiknya jangan gengsi minta tolong, kalau memang butuh bantuan dan ingin beristirahat. Gengsi hanya akan memperburuk keadaan. Stop juga menyalahkan para ibu saja, tanpa melihat kondisi keseluruhan. Bukankah dalam membesarkan anak, dibutuhkan sosok ayah atau pendamping yang bisa menolong para ibu baru melalui masa-masa melelahkannya? Yuk, beri dukungan lebih positif pada para ibu baru. Mulai dari stop komentar nyinyir dengan kedok ‘sekadar mengingatkan’ di media sosial. Ibu baru itu butuh dukungan, bukan malah disalah-salahkan dan dilimpahkan semua beban tanggung jawab berlebihan. Ibu kan juga manusia, bisa lelah dan sedih juga?