Kasus perselingkuhan memang bukan fenomena baru di masyarakat, namun di era digitalisasi seperti saat ini segala sesuatu yang awalnya ditutup rapat dan dianggap tabu menjadi sesuatu yang justru perlu diumbar dan disebarkan demi memberikan efek malu dan syukur-syukur sih, jera. Jangan heran makanya kalau banyak menemukan kasus perselingkuhan yang bukannya diselesaikan baik-baik secara internal malah sengaja dijadikan viral.
Jika selama ini sosok yang selalu dianggap jadi biang kerok permasalahan rumah tangga adalah si pelakor atau pebinor, sadar nggak sih kedua sosok yang seringkali dicaci maki dan disumpahi segala macam doa jelek ini tak akan pernah ada jika ‘godaan’ mereka tak bersambut? Tanpa bermaksud membela pihak manapun, Hipwee Wedding kali ini ingin mengajak kalian para pembaca untuk kembali menelaah kembali, pantaskah hanya si pelakor/pebinor yang dihujat dan dipermalukan sendirian sedangkan pasangan cinta sesaat mereka justru play victim dan dimaklumi karena alasan sesimpel khilaf?
ADVERTISEMENTS
1. Sosok pelakor (atau pebinor) nggak akan pernah ada seandainya pasangan bisa menjaga kehormatannya. Cuma urusan bisa jaga diri atau nggak sih ini
Bak pemain ping pong, kisah ‘cinta’ para pelakor nggak akan pernah terajut bila suami yang berselingkuh nggak memberikan harapan, apalagi menanggapi. Eits, tapi jangan terburu-buru hanya menghakimi para pelakor dan suami yang berselingkuh karena faktanya, dilansir dari kelascinta.com, Dr. Helen Fisher, seorang profesor antropolog di Rutgers University, menganggap stereotip perbedaan rasio selingkuh pria-wanita sebenarnya ilusi belaka. “Men want to think women don’t cheat, and women want men to think they don’t cheat, and therefore the sexes have been playing a little psychological game with each other.”
Intinya suami dan istri sama-sama punya kans untuk berselingkuh. Masalahnya apakah kans tersebut direalisasikan apa tidak, itu kembali ke akal sehat masing-masing. Jadi, mari sedikit berlaku adil. Tak cuma pelakor yang menjadi ‘lawan main’ perselingkuhan, bahkan pebinor alias perebut bini orang pun patut ‘diwaspadai’!
ADVERTISEMENTS
2. Faktanya, istri juga punya kesempatan yang sama untuk terjerat skandal perselingkuhan. Bedanya, menurut studi kaum perempuan jauh lebih tertutup soal ini
Jika pernyataan pada poin pertama sedikit menggelitikmu karena selama ini yang acapkali viral menjadi korban adalah para istri dengan penjahat utama adalah pelakor, mari bersikap jujur dan terbuka kali ini. Dilansir dari katacinta.com, dalam sejumlah penelitian yang dilakukan oleh para ahli di Ohio University seputar perbandingan statistik perselingkuhan, kaum pria dinilai lebih jujur mengungkapkan perselingkuhannya, saat diwawancara langsung maupun diminta mengisi kuisioner anonim di komputer. Sedangkan kaum wanita dinilai lebih bersikap hati-hati dan cenderung menutupi fakta bahwa pernah berselingkuh karena saat diminta mengisi kuisioner dan diwawancara langsung, hasil persentasenya berbeda padahal respondennya sama.
Artinya? Artinya para istri pun sama-sama punya kans berselingkuh seperti para suami, namun cenderung lebih tertutup dan menyimpan rahasianya rapat-rapat. Jangan dikira hanya pelakor yang bisa jadi orang ketiga, pebinor pun punya kesempatan lho.
ADVERTISEMENTS
3. Jika suami memilih untuk jajan di luar demi kepuasan fisik, beda halnya dengan para istri yang jika selingkuh, itu demi memuaskan kebutuhan emosionalnya. Dear suami, sayangi istrimu dengan baik ya!
Pelajaran yang dapat dipetik dari poin nomor 2 adalah para suami pun punya kewajiban memenangkan hati istri, serta menjaga dan menyamankannya. Eh tapi nggak cuma suami yang perlu dipuaskan lahir batinnya di rumah kan? Let’s be fair! Jika selama ini kaum pelakor lebih mendapat sorotan karena aksinya yang dianggap merampas suami dari pelukan sang istri, lantaran ‘kelalaian’ sang istri menjaga suami di rumah…apakah tuntutan yang sama juga bisa diberikan pada sang suami? Hal ini berdasarkan hasil studi yang membuktikan para istri lebih berpotensi selingkuh saat kebutuhan emosionalnya tak mampu dipenuhi suami, jadi kebutuhan fisik cuma nomor sekian. Hmm.
ADVERTISEMENTS
4. Tak perlu menyalahkan orang ketiga, karena seringkali masalah utama ada di orang pertama. Suka tidak suka, faktanya peluang hanyalah faktor kesekian yang memicu hadirnya pelakor atau pebinor
Ada banyak faktor yang bisa memicu perselingkuhan, selain faktor peluang yang terbuka bagi para pihak ketiga. Berdasarkan hasil studi ilmiah yang dilakukan Rutgers University, terkadang faktor sesimpel ‘iseng’ bisa jadi pemicu perselingkuhan. Memang kedengaran mengesalkan, tapi faktanya 56% pria yang diteliti mengaku cukup puas dengan rumah tangganya. Faktor hormonal seperti yang dialami para perempuan yang sedang dalam masa ovulasi juga bisa jadi pemicu perselingkuhan lho! Aneh memang, tapi dilansir dari yourtango.com, menurut ilmuwan UCLA, Dr. Martie Haselton wanita sedang dalam puncak masa kesuburan akan tampak jauh lebih menarik di mata lawan jenis yang bukan pasangan resminya.Nah, jadi faktor godaan pelakor atau pebinor semata nggak bisa jadi satu-satunya kambing hitam dalam kasus perselingkuhan ‘kan? Kuncinya ya ada di pengendalian diri masing-masing pasangan sih.
Dalam suatu hubungan, saat pengendalian diri tak mampu dilakukan maka tak peduli laki-laki atau perempuan keduanya bisa jadi punya kans untuk terlibat dalam hubungan terlarang. Jadi anggapan masyarakat yang selama ini selalu menganggap para suami adalah sosok yang direbut pelakor atau para istri adalah sosok yang direbut pebinor agaknya perlu sedikit diluruskan, karena saat seseorang bisa menolak pengkhinatan, segigih apapun nggak akan ada pelakor atau pebinor yang bakal diviralkan. Ya kalau viral jangan hanya sosok pelakor atau pebinor dong, sekalian saja lawan mainnya dikasih efek jera! Kalau menurut kamu gimana?