Semoga harimu menyenangkan, wahai calon mertuaku yang baik hati. Kalimat tersebut otomatis terlontar saat bisa bertemu lagi dengan Ayah dan Ibu beberapa waktu yang lalu. Maaf belum bisa berkunjung terlalu sering. Kebetulan, aku dan putra yang menjadi kebanggaan kalian ini sedang berjuang sekuat raga agar modal untuk menikah bisa tercapai segera.
Seandainya memang begini jalannya, tak akan ada penyesalan yang terbesit dalam benak untuk bisa menjadi anggota keluarga baru ini.
“Dipertemukan dengan pria sebaik dia membuatku tak henti mengucap syukur. Menjadi bagian darinya dan keluarganya menjadikanku salah satu wanita yang paling beruntung di dunia.”
ADVERTISEMENTS
Mungkin kalian bertanya-tanya, mungkinkah ini–aku, wanita yang membuat anak lelakimu rela hujan panas untuk menanti?
Keakraban tak terjadi begitu saja saat dia mengajakku untuk mampir sebentar ke rumah. Untuk pertama kalinya, bisa berkenalan dengan Ayah dan Ibu memang sudah tidak hanya sekadar angan. Pertanyaan yang sering kulontarkan padanya mengenai…
“Kapan aku diajak ke rumah? Ketemu Ayah Ibu.”
… akhirnya terjawab.
Masih teringat, saat itu Ibu dengan senyuman lebarnya membukakan pintu dan pagar dengan antusiasnya. Mempersilakanku untuk duduk di ruang tamu, membuatku tak enak hati untuk duduk manis saja. Rasa deg-degan yang menyelimuti hati nggak bikin degupan jantung bisa agak santai. Senyum Ibu yang tenang, jujur, bisa menenangkan. Terima kasih sudah memintaku untuk memangmu Ibu, yang awalnya kupanggil “Tante”. 🙂
Jika kamu bertanya-tanya siapa perempuan yang diajaknya mampir ke rumah ini? Apakah ini wanita yang membuat putranya semakin giat bekerja, beribadah, dan memperjuangkan sepenuh hati di mata Ayah dan Ibu? Semoga dia pernah menyebutkan namaku saat ngobrol dengan kalian, ya.
ADVERTISEMENTS
Aku di sini bukan untuk bersaing merebut hati anakmu. Kecintaannya padamu tak akan bergeser. Tenang saja, Bu.
Dia sering menceritakan tentang Ibu, lho. Bagaimana putramu rindu dengan masakan buatanmu yang dilabeli sebagai makanan terenak di dunia, tentang kerewelanmu yang bikin dia makin rindu rumah, dan fotomu yang sering dijadikan di wallpaper-nya, aku sudah tau banyak. Saat mendengar dan melihat fotomu, aku merasa dekat denganmu. Entah kenapa.
Ibu, jangan menganggapku sebagai saingan yang telah merebut perhatian anak lanangmu ini. Jika memang kita bersaing, aku tak akan bisa mengalahkanmu. Kasih sayang yang tak hentinya kamu berikan padanya, tak akan mampu dikalahkan oleh rasa sayang anak ingusan yang baru jatuh cinta kemarin.
ADVERTISEMENTS
Terima kasih, Ayah. Berkat canda khasmu, kini ku tak lagi merasa kikuk. Hatiku kini terasa semakin membaur.
Tetiba, sosok yang berjalan keluar dari ruang tengah ikut menyambut kedatanganku tak lama kemudian. Sesungguhnya, aku bingung harus melakukan apa lagi selain berdiri dan mencium tanganmu, Ayah. Mungkin kamu kaget akan teman dekat anak laki-lakinya yang kikuk sok akrab dan sok manis di depanmu ini.
“Wah, gadis cantik ini kok mau dekat dengan anakku yang tak ada bagus-bagusnya? Hehehe”
Karena guyonan ini kamu ucapkan, sontak aku pun bisa tertawa kembali. Kecanggungan yang memenuhi suasana di ruangtamu tetiba cair. Bahkan, aku pun jadi tak sungkan melontarkan guyonan-guyonan ringan lainnya dengan membicarakan anak laki-lakinya ini. Tenang hati ini, rasanya ada kemungkinan lebih agar bisa membaur dengan keluarganya.
ADVERTISEMENTS
Memasak bukanlah bidang yang bisa kukuasai sepenuhnya. Alangkah menyenangkannya jika Ibu mau berbagi resep tentang makanan kesukaan putramu ini.
Aku tau apa yang akan Ibu tanyakan padaku, tentang kelihaian memasakku. Jika bisa memasak ragam sup, sayur, dan lauk adalah calon menantu idamanmu, aku tidak bisa masuk kualifikasi itu. Tapi tenang Bu, jika ibu bertanya apakah aku mau belajar, aku akan menjawabnya secara lantang.
Seandainya saja ada kesempatan kedua dan selanjutnya kita bertemu, aku tak akan membuang waktu untuk belajar memasak dengan resep dari Ibu. Jika rasanya berbeda jauh dengan ekspektasi, mohon maklum ya, Sayang. Ibu memang bukanlah saingan yang sepadan untukku, karena beliaulah yang terbaik dalam mengerti putranya.
ADVERTISEMENTS
Mungkin kita masih anak bawang ketika membicarakan tentang masa depan berdua. Harapan mendapat bimbingan dan wejangan darimu sedang kunantikan, Yah.
“Yah, jika aku dan dia bisa berandai masa depan, mungkin kita akan membeli rumah sendiri di sana. Tak apa ya?”
“Jika masih belum terwujud, tak masalah kita tinggal di sini sama-sama.”
Usia yang dia dan aku emban saat ini, memang masih muda untuk membicarakan mengenai masa depan. Berangan memiliki rumah sendiri dan memiliki anak yang lucu menggemaskan, masih itu yang berani kamu pikirkan. Ah, mungkin Ayah tertawa dalam hati mengenai hal yang dipikirkan dua anak bawang ini. Maka dari itu, Ayah hanya bisa memberikan pilihan jika angan itu belum bisa terwujud.
Memang Ayah tidak memberi banyak komentar sejak pertama kali aku datang ke rumah. Tatapanmu yang penuh arti seakan ingin memberikan nasihat, tapi seperti tertahan. Ayah, jika memang ingin memberi saran, nasihat, wejangan, dan semacamnya, jangan ditahan. Sebagai calon anak perempuan barumu nanti, aku dengan senantiasa mendengarkan dan melakoninya nanti. Bimbinganmu adalah yang kita nanti.
ADVERTISEMENTS
Tak banyak yang kuharap, semoga Ayah dan Ibu mau menerimaku dengan pintu terbuka. Sebagai seorang anak perempuan baru di keluargamu, untuk menjalani hidup bersama putramu.
Saat ini, mungkin aku masih belum bisa benar-benar diterima. Kebaikan hati dari Ayah dan Ibu memang menenangkan hati. Sebenarnya, tak banyak yang kuingin. Semoga Ayah dan Ibu pun turut mendoakan, berawal dari teman dekat yang sekadar mampir ke rumah, semoga menjadi anak perempuan baru di keluarga ini bisa kusandang.
Terima kasih untuk calon Ayah dan Ibu yang akan menjadi bagian keluargaku masa depan. Kebaikan dan keramahtamahan kalian membuatku semakin keras mengucap amiiin dalam doa. Aku harap agar Tuhan menyemogakan hubungan ini tetap berjalan lancar sampai waktu terbaiknya tiba.