Banyak yang berpikir dengan jumawanya, bahwa setelah menikah segala beban duniawi akan pupus seketika. Ya, aktivitas menyenangkan seperti pillow talk mungkin sudah aman dan nyaman tanpa takut disatroni Pak RT, tapi masa iya permasalahan dalam pernikahan hanya sebatas urusan ranjang? Dangkal sekali, kalau kamu masih berpikir demikian. Menikah ibarat salah satu ‘lompatan’ berbahaya, jika kamu belum paham bagaimana triknya.
Ayu, 26th
Menohok, satu kata yang bisa diungkapkan setelah membaca kalimat dari salah satu pembaca loyal Hipwee Wedding di atas. Benar, bahwa menikah nggak semudah kelihatannya. Apalagi kalau urusan paling fundamental seperti finansial atau kematangan emosional yang belum khatam. Bisa buyar di tengah jalan, hampir bisa dipastikan. Oh ya, terutama buat wanita yang apa-apa masih pakai perasaan, bukan logika seperti para pria 🙂
Kalau nggak percaya, silahkan baca 6 penyebab mengapa wanita lebih rentan stres menuju ‘gila’ setelah menikah ini dengan seksama, ya!
Seperti yang dikutip dari healthyday.com, wanita akan lebih mudah stres dan insecure setelah menikah karena banyak faktor. Anjloknya urusan finansial sampai cercaan mertua, merupakan faktor yang paling dominan
Siska, kamu jangan nunda punya anak, ya. Tapi karirmu harus tetap jalan, biar semuanya seimbang!
Ibarat tersambar petir di siang bolong, kalimat yang ‘katanya’ sebuah wejangan dari mertua tadi bisa saja menyebabkan insecuritas tinggi dalam diri seorang wanita. Ia mungkin bisa mengungkapkannya pada sang suami, tapi apa iya ada pembelaan yang pasti? Ah, akhirnya ia memendam semuanya sendiri sampai jam tidur dan belanja skincare terganggu.
Dikutip dari healthyday.com pula, bahwa wanita akan rentan sekali mengalami stres berkepanjangan karena urusan finansial yang nggak kunjung usai. Bukan matre, wanita memang selalu paling dominan dalam urusan ekonomi keluarga karena memang sudah kodratnya. Lagi-lagi, bercerita ke suami nggak akan semudah kelihatannya, terutama soal stok belanjaan di kulkas yang mulai menipis di akhir bulan.
Secara otomatis, prioritas hidupnya pun berubah, seiring dengan berkurangnya jam nongkrong, ke salon sampai jam tidur malam. Kasihan? Ya tergantung, dari bagaimana si wanita menyikapi perubahan drastis tadi
Menikah bukanlah momok, saat kamu paham bahwa menjaga komitmen bukan cuma di lisan saja.
Menyikapi perubahan memang nggak semudah kelihatannya. Meski komitmen sebelum menikah sudah sekuat baja, apa daya kalau lingkungan sekitar khususnya suami kurang memberikan ruang untuk bisa lebih eksplorasi diri setelah menyandang status sebagai istri? Di sinilah peliknya. Di sinilah bencana besar di pernikahan bisa terjadi.
Perubahan drastis yang dialami seorang wanita setelah menikah adalah hal wajar. Sesimpel pergi ke salon yang semua bisa sebulan sekali, kini hanya sebulan sampai dua bulan sekali karena terkendala dan (mungkin) urusan finansial. Gajiku kini bukan cuma gajiku, ibaratnya seperti itu.
Menyatukan dua kepala ibarat memperbaiki kabel kusut, di mana butuh bulanan bahkan tahunan sampai benar-benar rapi. Sedangkan masalahnya, hampir nggak ada manusia yang mau mengalah, meski pada orang yang paling dikasihi 🙂
Masakin aku rendang dong, Yang!
Duh, gimana kalau besok? Capek nih aku. Go Food aja, ya?
Kamu tuh ya, di kulkas kan masih banyak stok daging, manfaatin kenapa sih daripada jajan mulu?
Mengalah itu susah. Mengalah itu ibarat menjatuhkan harga diri. Eits, jangan emosi dulu ya bacanya. Pada realitanya, kehidupan setelah berumah tangga itu jauh lebih menantang daripada kehidupanmu saat masih sendiri. Jangankan perkara krusial seperti visi-misi hubungan, salah menyiapkan makan saja bisa jadi pemantik perkelahian yang nggak terelakan. Jangan sepele, ini benar-benar bisa terjadi pada setiap pernikahan!
Sosok suami penyayang dan mapan terkadang belum cukup, kalau pikiran si wanita masih terkungkung dengan statusnya sebagai istri dan calon ibu bagi anak-anaknya. Baginya, pernikahan mungkin hanya indah di awal saja. Hmmm, begini penjelasannya…
Ada lo, tipe wanita dengan pikiran yang mudah terpancing stres walau dari hal sederhana. Apalagi setelah menikah, ia seperti menanggalkan statusnya sebagai gadis mandiri dengan sejuta penggemar, menjadi wanita dewasa dengan segudang tanggung jawab. Pertanyaannya, memangnya jahat ya kalau mengakui bahwa terkadang wanita memang lebih lemah secara emosional di banding pria?
Mengutip dari dailytexanonline.com, wanita memang jauh lebih rentan senewen pada banyak hal setelah menikah. Ia menyadari bahwa suami merupakan partner terbaik, namun nggak dengan perasaannya yang mudah terpancing akan sebuah masalah.
Menikah lalu memiliki anak dengan keluarga kecil yang bahagia memang menjadi impian banyak orang, termasuk kamu. Artikel ini hanya memosisikan diri sebagai ‘benteng’, di mana mungkin bisa kamu jadikan pertimbangkan sebelum benar-benar berkata ‘ya’ saat tiba-tiba dilamar. Yuk, waraskan dirimu dulu!