“Butuh me-time nih. Pengen ke creambath…”
Kalimat di atas yang mengawali obrolan saya dengan seorang teman. Ibu rumah tangga, punya 2 anak, dan tinggal di Jakarta. Teman saya ini menikah di usia 21 tahun, tepat setelah lulus kuliah dan menyandang gelar sarjana Ekonomi.
Saya salah satu yang mengagumi seorang teman ini. Pasalnya di usia yang masih terbilang muda, ketika itu dia mantap menikah. Cuma butuh 3 bulan, nggak perlu pacaran lama dan langsung berani bilang “iya”. Sementara teman-teman cewek lainnya sibuk kerja atau ngurusin skripsi, eh dia udah asik saja gendong bayi.
Berkali-kali postingan dia di Path bikin saya iri. Saya jadi membayangkan serunya masak buat suami atau susahnya bangunin anak pagi-pagi biar nggak telat ke sekolah. Tapi setelah ngobrol panjang lebar dengan dia, saya jadi mikir: “Apa iya saya sudah siap jadi istri? Sudah punya 3 hal ini?”
ADVERTISEMENTS
Jadi istri atau ibu rumah tangga jelas nggak gampang. Buktinya, creambath aja udah bisa bikin dia senang
“Kamu harus ngerasain sendiri sih. Nggak bakal paham kalau cuma dengerin ceritaku.”
Sepanjang setengah hari ngobrol dengan teman SMA ini, saya cuma bisa ngangguk-ngangguk. Sambil ngemil french fries dan nyeruput es teh manis, dia terus nyerocos soal aktivitasnya sehari-hari. Betapa jadi ibu rumah tangga bikin dia punya sekian cerita seru yang nggak habis-habis dibagi.
Sekilas teringat kata-kata nenek saya soal filosofi Jawa. Perempuan itu harus bisa masak (memasak), macak (dandan), manak (melahirkan). Yang bisa ketiganya baru dibilang sempurna, nggak bakal ditinggal suami katanya. Dulu, saya pikir kata-kata nenek saya itu sudah nggak relevan di zaman sekarang. “Ah elah, nggak bisa masak ya tinggal beli aja sih~~”
Ternyata, apa yang dibilang teman saya nggak jauh beda. Pengalaman 7 tahun menikah membuat dia khatam tugas-tugasnya sebagai istri dan rumah tangga. Harus bisa, harus selesai semuanya. 24 jam 7 hari seminggu, ibarat dia kerja nggak pakai libur. Makanya kadang butuh modal 50 ribu buat creambath biar bahagia. Uniknya, dia sedikit beda pendapat sih sama nenek saya. Katanya yang harus dipunyai perempuan itu 3 hal ini.
ADVERTISEMENTS
Menurut dia, pintar urusan rumah tangga itu harus. Jagain anak, masak, bersihin rumah – semuanya kudu terurus!
Saya jelas nggak ada apa-apanya kalau dibanding dia. Jangankan ngurusin anak, masih single aja sering malas beresin kamar sendiri. Sementara, tepat jam 5 pagi biasanya dia sudah bangun, selesai sholat subuh langsung melipir ke dapur. Nyiapin sarapan dan bekal makan buat dua anaknya.
Sehari-hari aktivitasnya seputar antar jemput anak sekolah, masak, nyapu, sampai cuci baju. Kalau karyawan kantoran bisa pulang jam 5 sore, dia masih aja menemani anak-anaknya belajar dan ngerjain PR. Begitu suami pulang, gantian deh suaminya yang diurusin.
“Ibu rumah tangga emang nggak bisa disepelekan. Apa-apa aja bisa dikerjakan.”
ADVERTISEMENTS
Istri wajib bisa diajak diskusi. Perkara finansial sampai kerjaan suami juga harusnya mengerti
“Kamu suka risih nggak sih kalau ada yang komentar “sarjana kok cuma jadi ibu rumah tangga?”
Ketika saya iseng melontarkan pertanyaan itu, teman saya menjawab santai. “Orang yang ngomong gitu berarti nggak paham aja sih”. Teman saya bercerita tentang bagaimana dia harus struggling jadi ibu yang tahu apa-apa. Pelajaran sekolah anak-anak harus di luar kepala, up to date berita, dan nyambung juga kalau diajak ngobrol sama suami.
“Harus jadi patner ngobrol yang asik buat suami. Kalau nggak sama kita, suami mau sharing sama siapa?”
Di titik ini saya jadi sadar. Bekal pendidikan atau kemauan untuk update pengetahuan jelas penting. Untuk jadi partner diskusi yang asik, istri juga harus tahu banyak hal. Bisa lah dimintai pertimbangan suami buat kredit mobil baru atau beli mobil second aja, milih sekolah yang bagus buat anak-anak, sampai ngobrol soal kerjaan suami. Meski katanya pria lebih suka mengobrol dengan teman-teman lelakinya, suami juga senang ‘kan kalau bisa asyik ngobrol sama istri sendiri?
ADVERTISEMENTS
Nggak cuma piawai urusan rumah dan dapur, sambil senyum-senyum dia bilang: “urusan seks juga nggak boleh kendur!”
Ngakak adalah ekspresi pertama saya mendengar jawaban yang keluar dari mulut dia. “Wah, benar ya, penting juga nih”. Menurut dia, itu salah satu cara buat menjaga hubungan sama suami tetap asyik. Sebagai istri, dia mungkin sudah kehabisan daya buat ngurusin rumah dan anak-anak. Begitu pun suaminya, punya rutinitas pekerjaan yang sibuknya luar biasa.
“Tapi kalau anak-anak udah tidur dan cuma ada kita berdua, ya seru-seruan deh kayak zaman awal-awal nikah dulu.”
Menurut dia, ini salah satu cara menjaga hubungan dengan suami tetap harmonis. Punya kesibukan masing-masing nggak boleh jadi penghalang. Bahkan teman saya ini masih cukup getol merawat badan dan penampilan. Setidaknya jaga makan, pakai make-up secukupya dan nggak pakai baju asal-asalan.
Menjalani kehidupan pernikahan memang butuh totalitas, apalagi kalau jadi ibu rumah tangga. Perempuan harus jadi tangguh, baik fisik maupun psikis-nya. Urusan anak-anak, rumah, dan suami – semua punya porsinya masing-masing. Upgrade kemampuan diri juga nggak boleh ketinggalan. Kalau sudah begini, rumah tangga katanya bakal lebih ‘aman’, nggak banyak riak-riaknya.
“Oh ternyata gitu ya”, banyak hal yang harus dikerjakan, banyak yang harus dijaga biar tetap seimbang. Salut sih sama teman saya yang satu ini. Kagum juga karena di sela-sela kesibukannya, dia masih sempat sesekali ketemu saya. Hitung-hitung refreshing katanya. Padahal, dia nggak sadar aja, sebenarnya saya yang dapat banyak pelajaran setiap kali ketemu dia.