Hubungan serius yang telah dijalani ini akhirnya berakhir menuju pelaminan. Betapa bahagianya aku dan anakmu ketika ingin menyampaikan keputusan bulat ini kepadamu, calon ibu mertuaku. Ibu terlihat sangat senang dan bersemangat sekali saat mendengar kabar pernikahan ini. Baru beberapa detik disampaikan, ibu langsung membicarakan segala halnya tentang pesta pernikahan seperti apa yang ibu mau.
Kadang, aku dan anakmu seringkali membahas ide dan pendapat ini. Beberapa bisa diterima namun lainnya tidak. Maaf, mungkin itu kata yang terucap dari mulut ini. Mohon mengerti bu, karena ini adalah pernikahan kami, pernikahan yang hanya sekali seumur hidup dilakukan. Oleh karenanya, aku ingin aku dengan anakmulah yang mengonsep pernikahan, tak terkecuali hal-hal kecil. Tulisan ini adalah permintaanku, sebagai calon menantumu, bu…
Pernikahan ini hanyalah sekali seumur hidup. Inginnya tak perlu ada yang kedua dan seterusnya. Maka, biarlah kami yang menentukan
“Aku dan dirinya ketika berusia senja nanti pasti akan sering membolak-balik album kenangan saat pernikahan bu”
Seperti pasangan yang lain, pernikahan antara aku dan dia ingin dilakukan sekali seumur hidup. Rasa bahagia yang terpancar dari kedua hati ini ketika yakin untuk menikah muncul bersamaan dengan imajinasi seperti apa konsep resepsi pernikahan yang diinginkan. Aku dan anakmu pun lantas saling bertukar pikiran, mulai dari pemilihan tema hingga hal-hal kecilnya.
Aku dan dia memiliki persamaan konsep pernikahan, sayangnya berbeda dengan yang ibu inginkan. Tapi lagi-lagi ini pernikahan aku dan dia bu. Pernikahan yang hanya dilakukan sekali seumur hidup.
Pernikahan adalah penyatuan dua keluarga besar. Karena itu, ibu jadi ingin turut andil mengonsep pernikahan. Kami tidak keberatan diberi saran, asal ibu juga paham apa yang kami inginkan
“Tak mengapa jika ibu memberi saran, tapi mohon untuk memahami apa yang aku dan dia mau”
Pernikahan itu bisa dibilang sebagai momen bersatunya dua keluarga besar dan kerabat, yang entah sebelumnya memang saling mengenal maupun sebaliknya. Hal ini terkadang cukup menyulitkan kami, yaitu aku dan anakmu, untuk menyatukan kedua keluarga.
Kami berdua masih menimbang-nimbang konsep seperti apa yang dipakai. Namun, ternyata ibu menginginkan konsep pernikahan A, tapi ibuku menginginkan B. Padahal, kami sendiri sebagai calon pengantinnya sama sekali belum ditanyakan.
Seperti apa wujud pernikahan kami ini juga akan butuh pendapat ibu dan keluarga, serta kerabat yang lain. Kami masih mendengarkan saran dan kritik, hanya saja tanpa paksaaan ya bu
Dari banyak pihak yang sebentar lagi akan menjadi satu, oleh karenanya bukan hanya ibu aja yang ingin turut andil mempersiapkan pernikahan. Masih ada keluarga aku dan kerabat lainnya yang juga mempunyai hubungan dekat dengan kami berdua.
Saran dan kritikmu akan kami terima dan disesuaikan dengan ide-ide kami sendiri. Mohon untuk ibu mengerti, bahwa sekali lagi ini merupakan pernikahan kami. Mohon agar ibu bisa menerima seperti keluargaku dan kerabat-kerabat yang memahami keinginan aku dan anakmu. Semoga ibu berlapang dada dan memberi saran dan kritik tanpa paksaan.
Konsep tradisional boleh, tapi mungkin kami tak ingin ada prosesi adat yang ribet dan cukup memakan waktu
“Pengantin Indonesia itu cakepnya terlihat kalau pakai adat pas pernikahan. Apalagi pengantin wanitanya, nggak ngenalin deh.”
Aku dan anakmu sadar bahwa konsep adat dalam negeri memang sangat indah dan ditunggu-tunggu para tamu. Terlebih lagi kalau menggunakan prosesi adat pernikahannya secara lengkap, seperti sangat sakral dan penuh nilai-nilai kedaerahan. Sayangnya hal ini kurang kami senangi karena prosesinya yang cukup ribet dan memakan waktu. Oleh karenanya, semoga ibu ikhlas atas apa yang kami pilih.
Kami ingin acara yang hangat dan dekat, tak perlu bersalaman dengan orang yang sebenarnya tak kami kenal dan tak kenal kami
Ketika menghadiri berbagai undangan pernikahan, seringkali tamu undangan terbanyak dari kenalan orang tua. Saat bersalaman, sebagian besar para tamu itu tak dikenal oleh mempelai. Kami pun demikian, menginginkan suasana yang hangat dan penuh kedekatan.
Daripada repot bermegah-megahan saat resepsi, lebih baik uangnya kami tabung untuk menyicil rumah
Ketika memutuskan untuk menikah, aku dan anakmu sudah memikirkan seperti apa kehidupan yang akan dijalani nanti. Kebutuhan setiap harinya setelah menikah nanti membuat kami dari sekarang harus pintar mengatur keuangan. Oleh karena itu, mulai dari akad hingga resepsi pernikahan kami inginkan yang sederhana saja. Hal itu tak lain untuk modal menyicil rumah semakin bertambah.
Berikanlah kepercayaan kepada aku dan dia. Toh, saran dan kritik yang diberikan oleh semua pihak akan disesuaikan dengan keinginan pernikahan kami sesungguhnya
Ibu percaya ‘kan kepada kami? Saat kami sudah meminta restu menikah dan ibu mengiyakan, sebenarnya itu merupakan salah satu tanda kalau kami dewasa dan telah siap menempuh hidup baru. Kami juga pernah kok bu membantu teman-teman mempersiapkan pernikahannya.
Jadi, kami bukan seperti anak SD yang mau mengadakan acara pesta ulang tahun sendirian. Kami sudah ada bekal pengalaman dan umur yang cukup matang.
Lagipula, saran dan kritik dari ibu, keluarga lainnya serta kerabat pun semua kami terima untuk disesuaikan dengan konsep kami. Jadi, ibu tak usah khawatir. Biarlah pernikahan sekali seumur hidup ini aku dan anakmu yang mengurusinya.
Terima kasih atas segala perhatian dan kepedulian yang ibu berikan kepada pernikahan ini. Aku dan dirinya senantiasa senang menerima masukan darimu, bu. Namun, mohon agar tak memaksakan kehendakmu karena sekali lagi, ini adalah pernikahan kami.