Yang namanya cewek, kalau sudah ‘masuk umurnya’ bisa jadi dia makin ngebet untuk dinikahin. Atau dalam bahasa gaul anak sekarang, dihalalin. Ini betul lho, keinginan untuk segera dinikahi bagi seorang cewek bisa karena banyak faktor; tidak ingin hidup sendiri, ditekan orang tua, dan melihat teman-teman sebayanya telah menikah. Untuk itulah, menjadi hal yang cukup wajar jika seorang cewek meminta untuk segera dilamar.
Namun yang perlu kamu tahu, bahwa dilamar itu nggak semudah membalikkan telapak tangan. Butuh kesiapan yang matang baik dari sisi mental dan materi. Hmm, siapa bilang hanya cowok saja yang bertanggung jawab dengan materi? Nah, daripada nggak sabaran, lebih baik kamu cek list di bawah ini ya. Apa saja sih yang sudah kamu lakukan untuk menyandang sebagai calon istri idaman yang siap dihalalkan?
ADVERTISEMENTS
Apa kabar sekolah kamu? Kalau skripsi atau tesis kamu belum selesai, nilai tawarmu sebagai calon istri masih kurang dibanding kalau sudah lulus
Meskipun saat ini sudah banyak pasangan menikah di usia kuliah, tetapi Hipwee tetap menyarankan untuk tidak buru-buru dilakukan. Menikah, seperti halnya kuliah adalah tanggung jawab yang tidak kecil. Dikhawatirkan kalau kamu menjalani keduanya secara bersamaan, semangatmu untuk menyelesaikan kuliah akan meredup. Dan punya predikat DO dari kuliah tentu saja bukan hal yang menguntungkan di kehidupan pernikahanmu kelak.
Ini masalah pride, apa yang akan kamu banggakan ke anak dan nilai tawarmu sebagai wanita yang mandiri dan berpendidikan
ADVERTISEMENTS
Soal kedisiplinan diri. Bagaimana kamu akan merawat anak dan sigap menjadi istri kalau bangunnya masih jam delapan pagi
Idealnya, setiap orang bisa mampu bangun pagi agar lebih sehat. Apalagi kalau kamu sudah menjadi istri dan seabrek peran lainnya. Entah menjadi ibu, koki rumah tangga, bahkan wanita bekerja. Kalau dengan itu semua kamu masih kesulitan bangun pagi, ya siap-siap saja modar Broo. Maka dari itu, dalam rangka memantaskan diri, cobalah untuk biasakan bangun pagi mulai esok hari.
ADVERTISEMENTS
Menikah itu butuh kesiapan sisi materi dan pengelolaan uang yang baik. Kalau nabungmu masih jor-joran atau konsumtif berlebihan, apa iya mau nekat siapkan pernikahan?
Coba tengok bagaimana kamu mengelola uangmu. Apakah cashflow-nya sudah oke? Besar pasak daripada tiang atau sebaliknya? Dari situ kamu akan paham, mau dibawa kemana keuangan rumah tanggamu kelak. Biar bagaimanapun, mayoritas seorang istri adalah akuntan rumah tangga yang bertugas mengelola keuangan. Apa jadinya kalau dengan uang kamu masih jor-joran dan belum bisa mengelola dengan baik.
ADVERTISEMENTS
Buat yang sudah bekerja, sudah siapkah kamu untuk membagi penghasilanmu untuk kebutuhan keluarga? Atau sudah siapkah kamu meninggalkan pekerjaan dan menjadi ibu rumah tangga?
Ketika membangun rumah tangga kelak, kamu tidak hanya mengelola uang suami saja. Melainkan juga uangmu. Apakah kamu sudah siap seandainya membagi penghasilanmu untuk kebutuhan keluarga, misalnya untuk kebutuhan belanja dan sekolah anak. Memang sih, lazimnya pencari nafkah adalah suami. Namun tidak menutup kemungkinan bahwa kamu juga akan bekerja untuk menutup kebutuhan yang kian membengkak lho.
ADVERTISEMENTS
Anak-anakmu kelak bisa jadi sangat membutuhkan asuhan agama yang baik. Bagaimana agamamu? Atau sudahkah kamu memikirkan nilai-nilai apa saja yang akan kamu tanamkan ke anak?
Persiapan mental yang baik tentunya sangat berpengaruh terhadap pola pengasuhan untuk anak. Coba bayangkan seperti ini: kalau kamu punya anak, apakah kamu rela menitipkan anakmu kepada kamu sendiri dengan kondisi yang ada sekarang? Sudah cukupkah mental serta pengetahuan nilai moral dan norma yang akan kamu ajarkan untuk anak? Jika belum, sebaiknya perbaiki dulu agar anakmu tidak jatuh ke ibu yang salah.
ADVERTISEMENTS
Kalau hal sesepele bad hair day bisa bikin kamu bete seharian, bagaimana kalau suami atau anakmu minta diperhatikan di saat bersamaan?
Keributan rumah tangga tentunya tidak sekadar mengalami bad hair day, di-php-in, baju kekecilan, berat badan naik lima kilo, dan seabrek kesulitan hidup yang kamu alami ketika masih single. Ketika menikah, problem kehidupan akan jauh lebih kompleks dari itu. Jadi, kalau manajemen emosimu terhadap hal-hal kecil saja masih banyak masalah, kamu perlu mulai memahami bahwa banyak hal yang sebaiknya tidak perlu diributkan.
Bagi yang sudah punya pacar nih. Kalau kamu lebih sering emosian dan mementingkan ego, bagaimana bisa menjadi peneduh keluarga nantinya?
Khusus untuk yang sudah punya pacar, coba ditelisik kembali bagaimana pola pacaran dan manajemen emosimu ketika bareng pasangan. Apakah kalian sudah bisa menjadi pasangan yang mampu bekerjasama dengan baik, ataukah masih banyak berantem seperti anak kecil? Jika masih lebih banyak berantemnya, apakah kamu tega menempatkan hubungan yang belum membahagiakan terhadap biduk rumah tangga nantinya?
Melihat temanmu menikah duluan jangan dijadikan alasan untuk buru-buru. Justru tanyakan kembali pada dirimu: “siapkah aku?”
Memang menyenangkan melihat teman menikah, bisa bikin iri juga. Namun jangan selalu mengukur standar temanmu dengan standarmu sendiri karena berbeda. Bisa jadi temanmu sudah siap lahir batin, sementara kamu belum siap. Daripada menomorsatukan rasa keinginan, lebih baik coba tanyakan dirimu sendiri: “sudah siapkah aku?”.
Sebelum menuntut pacarmu untuk segera dihalalin, sesekali coba renungkan dan maknai tentang memantaskan diri. “Aku sudah pantas dihalalin belum ya?”
Perkara pantas dan tidak pantas itu kamu yang menentukan. Hipwee Wedding telah menunjukan beberapa indikator bahwa menjadi seorang istri itu bukan hal yang sepele dan membutuhkan tanggung jawab yang besar. Kalau memang diri sendiri masih belum mampu dan siap, tak perlulah terlalu memaksa untuk segera dihalalkan. Daripada begitu, mending sibukkan diri dengan makin memantaskan diri.
Yuk,