Sebagaimana daerah lain, suku Betawi memiliki tradisi unik dalam upacara pernikahan. Umumnya, masyarakat Betawi ini bertempat tinggal di Jakarta. Percampuran budaya dari beragam negara yang pernah singgah ke kota Jakarta seperti India, Tionghoa, Arab, Eropa dan Melayu sedikit banyak memengaruhi tradisi yang berkembang, termasuk upacara pernikahan. Dialog yang spontan, rileks dan terkesan ceplas-ceplos menjadi salah satu ciri khas yang bukan hanya menarik tapi juga penuh makna.
Sayangnya, gaya hidup modern dewasa ini turut berpengaruh pada eksistensi tradisi lokal Betawi. Saat ini pernikahan adat Betawi yang unik itu makin sulit ditemui. Kebanyakan orang bahkan orang Betawi sekalipun sudah jarang melakukan prosesi pernikahan sesuai adat dan lebih banyak mengikuti gaya modern.
Nah, untuk memperkaya khazanah pengetahuan kita akan tradisi masyarakat Betawi mengenai adat pernikahan khususnya, berikut ini Hipwee Wedding paparkan tahapan dalam pernikahan adat Betawi. Siapa tahu jodohmu orang Betawi asli, ‘kan?
ADVERTISEMENTS
1. Ngedelengin; pasangan yang sudah mantap untuk melanjutkan hubungan ke jenjang pernikahan harus mempertemukan kedua belah pihak keluarga dan saling mengenalkan
Istilah lain masa perkenalan sebelum pernikahan dalam adat Betawi adalah ngedelengin yang jika diartikan berarti ‘melihat dengan seksama’. Jika kedua keluarga sudah merasa cocok, maka ditunjuklah dua orang dari pihak keluarga cowok untuk berperan sebagai mak comblang. Biasanya, mereka adalah encang (paman) dan encing (bibi). Nah, mak comblang ini lantas menggantungkan ikan bandeng di depan rumah si cewek sebagai tanda bahwa anak gadis di rumah ini sudah ada yang naksir. Pada saat ini pula, mak comblang menjadi juru bicara perihal kapan dan apa saja yang akan menjadi bawaan pada saat ngelamar.
Ngedelengin versi lainnya juga bisa dilakukan siapa saja termasuk si cowok sendiri. Saat malam syukuran pada sebuah keriaan atau pesta perkawinan, biasanya melibatkan partisipasi para muda-mudi. Di sinilah ajang bertemu dan berkenalan di antara mereka.
ADVERTISEMENTS
2. Ngelamar; pernyataan dan permintaan resmi dari pihak keluarga cowok untuk menikahkan putranya kepada pihak calon mempelai cewek
Usai melakukan prosesi pertama dalam sebuah rangkaian pernikahan adat Betawi, tahap berikutnya adalah prosesi ngelamar. Dalam budaya Betawi yang masih orisinil, biasanya yang dikirim sebagai utusan adalah anggota keluarga dekat, bukan langsung orangtua. Mereka adalah mak comblang dan sepasang wakil keluarga ibu dan bapak, totalnya ada 6 orang.
Prosesi lamaran ini dibarengi dengan membawa barang bawaan wajib sebagai tanda ‘hormat’ keluarga cowok kepada pihak keluarga cewek. Barang-barang ini antara lain; sirih embun, dua sisir pisang raja, roti tawar, uang sembah atau hadiah yang diidamkan calon mempelai cewek dan pihak keluarganya.
ADVERTISEMENTS
3. Bawa tande putus; pertanda bahwa calon mempelai cewek telah terikat dan nggak bisa diganggu gugat dari pihak mana pun, begitupun dengan calon mempelai cowok
Acara ini nyaris serupa dengan pertunangan dan dilakukan satu minggu setelah acara ngelamar dilaksanakan. Utusan yang datang menemui keluarga calon mempelai cewek adalah orang-orang dari keluarga cowok yang sudah ditunjuk dan diberi kepercayaan. Sebagai simbolis, orang Betawi umumnya memberi tande putus atau sejenis pengikat jalinan kedua calon mempelai, umumnya berupa cincin iris rotan, duit pesalin (uang seserahan) sekadarnya, dan bermacam rupa kue.
Di saat inilah jugalah dibicarakan lebih lanjut mengenai tanggal pernikahan, cingkrem (mas kawin), uang belanja, plangkah (kalau calon pengantin mendahului kakak kandungnya), kekudang (makanan kesukaan calon pengantin cewek), berapa lama pesta dilaksanakan, berapa perangkat pakaian upacara perkawinan yang digunakan calon mempelai pada acara resepsi serta siapa dan berapa banyak undangan yang akan disebar.
Jika pihak calon mempelai cewek mengatakan “none kite minta mate bandeng seperangkat,” itu adalah kata kiasan yang berarti calon mempelai cewek menghendaki mas kawin berupa seperangkat perhiasan emas berlian. Namun, jika mengatakan, “none kite minta mate kembung seperangkat”, artinya mas kawin yang diminta adalah seperangkat emas perhiasan bermata intan asli.
ADVERTISEMENTS
4. Masa dipiare; masa calon mempelai cewek dipelihara oleh tukang piare penganten atau tukang rias selama sebulan
Masa dipiare ini dimaksudkan untuk mengontrol kegiatan, kesehatan, dan memelihara kecantikan calon mempelai cewek dalam menghadapi hari pernikahan nanti. Selain perawatan fisik, juga dilengkapi program diet dengan pantang makanan tertentu untuk menjaga berat tubuh ideal. Disertai minum jamu godok dan jamu air akar secang. Sekarang ini sulit sekali untuk memelihara calon mempelai cewek selama satu bulan, sehingga kegiatan ini hanya dilakukan dalam 1-2 hari menjelang pernikahan.
ADVERTISEMENTS
5. Siraman, tangas atau kum, ngerik dan potong centung, serta malam pacar; prosesi pranikah yang harus dijalani calon mempelai cewek agar auranya terpancar di acara pernikahannya
- Acara siraman atau mandiin calon none mantu dilakukan sehari sebelum akad nikah. Biasanya, sebelum acara siraman dimulai, calon mempelai cewek dipingit dulu selama sebulan oleh tukang rias atau dukun manten untuk dilulur dan berpuasa selama seminggu agar pernikahannya kelak berjalan lancar.
- Tangas atau kum; mandi uap yang tujuannya untuk membersihkan sisa-sisa lulur yang masih tertinggal di pori-pori kulit. Perawatan ini dimaksudkan untuk menghaluskan dan mengharumkan kulit tubuh sekaligus mengurangi keringat pada hari pernikahan.
- Ngerik dan potong centung; membersihkan bulu-bulu kalong calon pengantin cewek yang tumbuh di sekitar kening, pelipis, tengkuk dan leher. Setelah itu dibuatlah centung (potongan centung) pada rambut di kedua sisi pipi dengan menggunakan uang logam untuk menjepitnya agar pengantin selalu mendapat keberkahan dan keselamatan.
- Malam pacar; mempelai memerahkan kuku kaki dan kuku tangannya dengan pacar.
ADVERTISEMENTS
6. Malem mangkat; malam syukuran sebelum pernikahan dan mendoakan agar acara berjalan dengan lancar
Malam hari sebelum besoknya dilaksanakan akad nikah, si empunya hajat mengadakan semacam syukuran. Di Betawi, acara semacam ini disebut malem mangkat, atau midodareni di daerah Jawa. Tenda-tenda yang terpasang sebelum hari pesta pernikahan pun malamnya dipenuhi para tetangga yang berdatangan berbondong-bondong membawa ‘tentengan’ (khususnya para wanita atau ibu-ibu) yang berupa beras, mi telur, kue kering maupun basah, bahan makanan pokok, dan masih banyak lagi. Hal ini menjadi tambahan jamuan bagi empunya hajat, karena persediaan jamuan mereka menjadi berlimpah. Sedangkan kaum pria biasanya melek sampai malam. Pada malem angkat, calon mempelai cewek menyiapkan diri, baik mental maupun fisiknya.
7. Ngerudat; mempelai cowok berangkat menuju rumah mempelai cewek dengan membawa rombongan dan seserahan
Pada prosesi akad nikah, mempelai cowok dan keluarganya mendatangi kediaman mempelai cewek dengan menggunakan andong atau delman hias. Hal menarik dalam adat pernikahan Betawi adalah prosesi penyambutan oleh mempelai cewek selaku tuan rumah. Begitu mempelai cowok bersama keluarganya tiba, petasan rentet pun dinyalakan, bunyinya saling bersahutan bersamaan dengan musik rebana yang menyanyikan lagu shalawatan (salam kepada tamu agung).
Pihak mempelai cowok membawa barang bawaan seperti sirih nanas lamaran, sirih nanas hiasan, mas kawin, miniatur masjid yang berisi uang belanja, sepasang roti buaya, sie atau kotak berornamen Tionghoa untuk tempat sayur dan telor asin, jung atau perahu Tionghoa yang menggambarkan arungan bahtera rumah tangga, hadiah pelengkap, kue penganten dan kekudang (suatu barang, makanan atau apa saja yang sangat disenangi oleh calon pengantin wanita sejak kecil sampai dewasa khas Betawi), buah-buahan dan tentu saja roti buaya. Roti buaya merupakan simbol kesetiaan di mana diharapkan sang pengantin saling setia seperti buaya yang hanya kawin sekali seumur hidup.
8. Buka palang pintu; saling berbalas pantun serta adu silat oleh masing-masing perwakilan calon mempelai sebelum memasuki rumah pesta
Sebelum rombongan mempelai cowok diterima masuk ke dalam rumah, ada prosesi yang namanya buka palang pintu. Awalannya, keluarga mempelai cowok menjelaskan maksud kedatangan mereka dengan menggunakan pantun Betawi. Keluarga mempelai wanita juga menjawab dengan pantun, sehingga terjadilah berbalas pantun. Awalnya masing-masing pihak saling bertukar salam dan mendoakan. Hingga pada akhirnya pelan-pelan kondisi memanas karena pihak mempelai cewek ingin menguji kesaktian serta kepandaian dari pihak pengantin lelaki dalam berilmu silat serta mengaji. Tujuannya, agar mempelai cowok mampu melindungi dan menjadi pemimpin agama buat keluarganya kelak.
Usai prosesi buka palang pintu, mempelai cowok pun diterima keluarga mempelai cewek. Selanjutnya mereka melakukan prosesi ijab dan kabul dengan mengucap ikrar oleh mempelai cowok di hadapan wali mempelai cewek.
9. Di puade; kedua mempelai duduk di pelaminan untuk menyambut para tamu, dilanjutkan dengan kebesaran yang merupakan acara perayaan
Setelah upacara pemberian seserahan dan akad nikah, mempelai cowok membuka cadar yang menutupi wajah mempelai cewek untuk memastikan apakah benar mempelai tersebut adalah cewek pilihannya. Kemudian mempelai cewek mencium tangan mempelai cowok. Selanjutnya, keduanya diperbolehkan duduk bersanding di puade (pelaminan). Lantas mempelai cowok memberikan sirih dare kepada mempelai cewek sebagai lambang cinta kasih. Biasanya di dalam sirih diselipkan uang sebagai uang sembah.
Pada saat inilah dimulai rangkaian acara yang dikenal dengan acara kebesaran. Adapun upacara tersebut ditandai dengan tarian kembang Jakarta untuk menghibur kedua mempelai, lalu disusul dengan pembacaan doa yang berisi wejangan untuk kedua mempelai dan keluarga kedua belah pihak yang tengah berbahagia.
10. Malem negor; malam sehari setelah pernikahan, suami bersama teman-temannya akan mendatangi rumah istrinya
Setelah menikah, pasangan Betawi nggak langsung tinggal satu atap dan belum boleh berhubungan badan layaknya suami istri. Sehari setelah akad nikah, tuan raje mude (pengantin pria) diperbolehkan menginap di rumah none mantu (pengantin wanita). Meskipun menginap, tuan raje mude belum diperbolehkan untuk berhubungan sebagaimana layaknya suami istri. None mantu harus mampu mempertahankan kesuciannya selama mungkin. Bahkan untuk melayani berbicara pun, none mantu harus menjaga gengsi dan jual mahal. Meski begitu, kewajibannya sebagai istri harus dijalankan dengan baik seperti melayani suami untuk makan, minum, dan menyiapkan peralatan mandi.
Untuk menghadapi sikap none mantu tersebut, tuan raje mude menggunakan strategi dengan mengungkapkan kata-kata yang indah dan juga memberikan uang tegor. Uang tegor ini diberikan secara nggak langsung tetapi diselipkan atau diletakkan di bawah taplak meja atau di bawah tatakan gelas.
11. Pulang tige ari; setelah tiga hari menikah suami baru boleh menjemput istri untuk tinggal di rumahnya
Acara ini berlangsung setelah tuan raje mude bermalam beberapa hari di rumah none penganten. Di antara mereka telah terjalin komunikasi yang harmonis. Sebagai tanda kegembiraan dari orangtua tuan raje mude bahwa anaknya memperoleh seorang gadis yang terpelihara kesuciannya, maka keluarga tuan raje mude akan mengirimkan bahan-bahan pembuat lakse penganten kepada keluarga none mantu. Lantas mereka akan memberikan makanan dan buah-buahan pada keluarga none mantu, kemudian sepasang pengantin ini sudah bisa tinggal berdua di tempat yang sudah disepakati bersama.
Wah, ternyata cukup ribet dan melelahkan juga ya tradisinya. Meski begitu, di zaman seperti sekarang ini, tradisi pernikahan adat Betawi sudah semakin sulit ditemui. Hanya beberapa pasangan saja yang masih melestarikan adatnya tersebut. Jadi bagaimana, kalau jodohmu kelak orang Betawi asli yang measih memegang adat ini, kamu siap?