Indonesia terkenal dengan keberagaman masyarakatnya. Salah satu keberagamannya terletak pada adat istiadat karena luasnya wilayah yang membentang dari sabang hingga Merauke. Agar selalu terjaga keaslian dan kelestariannya, adat istiadat setiap daerah senantiasa dipraktikan secara langsung oleh masyarakat lho. Nggak heran kalau lagi ada upacara adat, kemeriahan di suatu daerah pasti bisa berlangsung seharian, bahkan berhari-hari.
Nah, hal ini juga terjadi pada pernikahan masyarakatnya. Pernikahan yang pada dasarnya merupakan penyatuan dua keluarga besar ini selalu dibumbui oleh adat istiadat yang melekat. Setiap daerah di Indonesia pun punya keunikan tersendiri pada perayaan pernikahan. Kamu bisa lihat salah satu contohnya pada proses pernikahan masyarakat Sulawesi Selatan, terutama suku Bugis. Pernikahan adat Bugis ini nggak hanya mengikutsertakan keluarga inti kedua belah pihak, tapi juga keluarga besar yang turut andil dalam mempersiapkan segala keperluan.
Pernikahan dalam suku Bugis yang dikenal dengan nama “Mappabotting” ini memiliki keunikan tersendiri dibandingkan pesta pernikahan biasanya lho. Mau tahu seperti apa keunikan pesta dua keluarga besar suku Bugis ini? Simak ulasan Hipwee berikut ini yuk!
Layaknya kisah percintaan detektif, ada penyelidikan calon mempelai yang disebut A’jagang-jagang atau Ma’manu-manu lho
Nggak sempat terpikir ‘kan kalau sebelum acara pernikahan ada tahapan calon mempelainya diselidiki terlebih dahulu? Nah, ini terjadi oleh para mempelai perempuan. Pada pernikahan suku Bugis dalam tahap ma’manu-manu ini dilakukan penyelidikan secara rahasia oleh pihak calon mempelai pria. Tujuannya tak lain untuk mengetahui latar belakang calon mempelai wanitanya. Dalam masa penyelidikan yang berarti juga masa penjajakan ini cukup bikin deg-degan ya bagi calon mempelai wanita. Apalagi kalau bukan adanya pemantauan pada latar belakangnya. Wah agak hati-hati ya kalau begitu. Hehe.
Setelah tahap penyelidikan, dilanjutkan tahap A’suro/Massuro
Meskipun Ma’manu-manu merupakan tahap penjajakan, tapi mampu membuat hati ini gelisah karena adanya penyelidikan secara diam-diam dari pihak mempelai pria. Seusai ma’manu-manu dilakukan selanjutnya yaitu tahap a’suro atau massuro. Tahap ini adalah acara pinangan resmi yang dilaksanakan pihak calon mempelai pria kepada pihak calon mempelai wanita. Nah, kalau dulu itu prosesnya bisa dilakukan beberapa tahapan lho, kadang dapat berlangsung berbulan-bulan sampai menemukan kata sepakat kedua belah pihak.
Kalau pinangan sudah dilakukan, selanjutnya yaitu Appa’nasa atau Patenre Ada – Menentukan hari pernikahan
Menentukan waktu pernikahan dilakukan setelah tahap massuro. Pada patenre ada ini nggak hanya waktu pernikahan aja yang dibicarakan, tapi juga seberapa besarnya mas kawin dan uang belanja. Besarnya kedua hal ini disesuaikan dengan strata sosial pihak perempuan dan sanggup atau tidaknya pihak keluarga laki-laki.
Appanai Leko Lompo (Erang–erang), proses pertunangan yang disertai pengikat dan hantaran
Pertunangan ini biasanya disertai dengan cincin sebagai pengikatnya. Tahap ini dilakukan saat keluarga pihak laki-laki mengantarkan passio atau passiko atau pattere ada. Pengantaran ini umumnya diiringi dengan mengantar daun sirih pinang yang disebut Leko Caddi. Namun, untuk menghemat waktu saat ini appanai leko lompo dilaksanakan bersamaan dengan patenre ada.
Kalau di Jawa ada prosesi siraman, di Bugis ada Appasili Bunting (Cemme Mapepassing)
Tata cara kegiatan siraman versi Bugis ini terdiri dari appasili bunting, a’bubu, dan appakanre bunting. Tujuan dari diadakannya prosesi siraman Bugis yaitu untuk membersihkan diri lahir dan batin, sehingga ketika memulai berumah tangga nanti kedua mempelai mendapat perlindungan dari Tuhan dan terhindar dari bahaya.
Prosesi ini dilanjutkan dengan Macceko atau A’bubu yaitu pencukuran rambut halus di daerah dahi yang dilakukan oleh Anrong Bunting, sang penata rias. Hal ini bertujuan supaya hiasan hitam pada dahi mempelai wanita dapat melekat dengan baik. Kemudian, ada Appankanre bunting yaitu suap-suapan kepada calon mempelai dan dilakukan oleh orang tuanya. Ini menandakan bahwa tanggungjawab orang tua kepada anak udah berakhir dan dialihkan ke sicalon mempelai pria.
Ada Akkronongtigi atau Mappaci. Ritual pemakaian daun pacar ke tangan calon mempelai
Kamu nggak tahu ‘kan mengapa harus daun pacar yang digunakan? Hal ini karena daun pacar dipikirkan memiliki sifat magis, bahkan merupakan simbol kesucian. Adanya malam pacar ini sebagai penyucian diri dengan meletakan tumbuhan daun pacar ke tangan calon mempelai. Tapi, pemakaian daun pacar ini dilakukan oleh orang yang memiliki kedudukan sosial cukup baik dan telah berumah tangga harmonis. Malam mappaci ini diadakan seusai upacara pernikahan dan dilaksanakan di rumah masing-masing calon.
Puncak acara pernikahan, akad nikah nan syahdu yang dikenal dengan Assimorong atau Menere’kawing
Puncak dari pergelaran pesta pernikahan yaitu adanya akad nikah. Prosesi tahap ini yaitu calon mempelai pria diantar ke rumah calon mempelai wanita. Namun, tahap ini sering dilakukan bersamaan pemberian seserahan atau appanai leko lompo. Untuk pembawa appanai leo lompo ini berbarengan juga dengan kedatangan rombongan calon memperlai pria bersama keluarga dan undangan.
Udah sah nih, maka selanjutnya yaitu Appabajikang Bunting
Appabajikang bunting atau penyatuan kedua mempelai dilakukan dengan mereka berdua diantar ke kamar mempelai wanita. Kalau secara tradisi, pintu menuju kamar wanita harus diusahakan terkunci. Untuk membukanya nih, ada percakapan singkat antara pengantar mempelai pria dengan penjaga pintu kamar wanita. Setelah dizinkan, lalu diadakan acara Mappasikarawa yang disebut saling menyentuh. Setelahnya, kedua pasangan ini ke atas tempat tidur untuk mengikuti prosesi selanjutnya, di antaranya pemasangan sarung sebanyak 7 lembar yang dipandu oleh pemandu adat atau indo botting. Dengan demikian mempelai pria sudah diterima oleh mempelai wanita.
Alleka bunting atau Marolla –ngunduh mantu versi Bugis
Tahap marolla ini biasanya diselenggarakan sehari sesudah pesta pernikahan. Mempelai wanita ditemani beebrapa orang anggota keluarga diantar ke rumah orang tua pria dengan membawa bingkisan-bingkisan sebagai balasan. Mempelai wanitanya membawa sarung untuk orang tua mempelai pria beserta saudaranya. Prosesi membawa sarungnya disebut makkasiwiang.
Setelah mengetahui beberapa keunikan pesta pernikahan ala suku Bugis ini, gimana pendapatmu? Cukup menarik bukan? Nggak ada salahnya untuk kembali melestarikan adat istiadat Indonesia lho, apalagi kalau adatnya berasal dari daerahmu. Yang bangga nggak cuma kamu, tapi juga keluarga besar dan kerabat lainnya. Oiya, sudah cukup lengkap belum ya tahapan-tahapan yang Hipwee coba rangkum? Silahkan share ya di kolom komentar! 😉