Dalam sejumlah tradisi pernikahan tradisional di Indonesia, seserahan menjadi hal wajib yang harus dipersiapkan menjelang pernikahan. Acara seserahan diartikan sebagai penyerahan bingkisan dari calon pengantin pria untuk calon pengantin wanitanya. Nah, penyebutan seserahan di beberapa daerah pun berbeda-beda lo, tergantung adat istiadatnya.
Selain penyebutannya yang berbeda, jumlah seserahan beberapa di beberapa suku di Indonesia pun juga berbeda lo! Ternyata, anggapan jumlah seserahan ini erat kaitannya dengan kebiasaan adat yang sudah dilakukan turun-temurun. Untuk yang penasaran, berikut Hipwee Weeding telah rangkum dari sejumlah sumber tentang beberapa suku di Indonesia yang menerapkan konsep ganjil genap dalam seserahan mereka. Simak ulasannya sampai habis ya~
ADVERTISEMENTS
Orang Jawa mengenal istilah seserahan dan peningset dalam pernikahan adat mereka. Nah, untuk hantaran ini, mereka menerapkan sistem angka ganjil
Dilansir dari laman Weddingku, dalam masyarakat Jawa pemberian bingkisan dari calon pengantin pria dibedakan atas peningset dan seserahan yang diberikan pada waktu yang berbeda pula.
Dalam rangkaian prosesi adat Jawa yang lengkap, pelaksanaan penyerahan peningset kerap kali dilakukan bersamaan dengan acara midodareni. Inti dari acara peningset adalah penyerahan sejumlah uang dan barang untuk mengikat sang gadis, sekaligus penanda sang gadis telah dipinang. Berbeda dengan peningset, barang-barang hantaran pada seserahan memiliki jumlah yang lebih sedikit, meski dilihat dari jenis barangnya banyak memiliki kesamaan dengan peningset. Dengan alasan kepraktisan, peningset dan seserahan kerap digabungkan, hingga mengakibatkan simpang siur dengan menyamaartikan keduanya.
Umumnya, peningset yang diberikan kepada calon pengantin wanita pada acara malam midodareni. Inti acara ini adalah penyerahan sejumlah barang untuk mengikat calon pengantin wanita sekaligus penanda bahwa perempuan tersebut sudah dipinang. Benda seserahan yang dibawa isinya boleh apa saja, asal jumlah kotak yang dibawa haruslah berjumlah ganjil yaitu mulai dari 3, 7, 9, 11 dan seterusnya. Konon katanya, masyarakat percaya bilangan ganjil melambangkan keindahan.
Nah, sama seperti adat Jawa, orang Sunda pun ternyata juga menerapkan jumlah ganjil untuk seserahan mereka
Dalam adat Sunda, ada prosesi yang dilaksanakan satu hari sebelum pernikahan yang disebut dengan Ngeuyeuk Seureuh. Nah, seserahan biasanya diberikan ke calon pengantin wanita ketika prosesi berlangsung. Namun, kalau kamu dan pasangan ingin melewatkan prosesi ini, maka seserahan bisa kamu berikan sebelum akad nikah. Hampir sama dengan adat Jawa, Â Sunda juga biasanya memberikan sejumlah barang berupa pakaian hingga makanan khas daerah, terutama wajik yang terbuat dari ketan yang lengket sebagai lambang agar kedua calon pengantin senantiasa lengket, tak terpisahkan.
Menariknya, orang Tionghoa justru menghindari seserahan dengan jumlah ganjil. Hmm, begini ternyata alasannya
Jika dalam adat Jawa yang digunakan adalah angka ganjil, maka justru sebaliknya lo dalam kepercayaan orang Tionghoa yang menerapkan angka genap dalam seserahan sangjitnya. Misalnya saja dalam ini seserahan buah, maka seserahan ini haruslah berjumlah genap, seperti 8, 10, 12, 16, atau 18 buah karena hal tersebut melambangkan kemakmuran, kesejahteraan, dan kedamaian.
Yang pasti angka manapun yang digunakan dalam adat istiadat masing-masing, semuanya tentu mengharapkan yang terbaik untuk kedua mempelai ya! Semoga artikel ini bisa memberi jawaban atas kebingungan kamu soal seserahan ganjil atau genap ya~