Apa yang pertama kali terlintas di benakmu saat mendengar kata perceraian? Tentunya tak ada yang benar-benar menginginkan perpisahan bernama perceraian, yang nggak cuma merusak hubungan baik tapi juga mentalmu dan pasangan. Terlebih kalau rumah tanggamu sudah dikaruniai seorang anak, maka perceraian bakal jadi masalah yang semakin pelik dan menyakitkan banyak pihak.
Dalam pernikahan, kamu nggak bisa mengharapkan hanya mendapatkan hal-hal yang indah. Ada suka duka yang harus kamu lalui dan kalau nggak sungguh-sungguh menjaga komitmen, bisa saja godaan untuk bercerai muncul. Padahal pernikahan jauh lebih kompleks dari pacaran, nggak bisa seenaknya bilang ‘putus’ kalau muncul perselisihan. Untukmu yang sedang merencanakan pernikahan, sedang menjalani pernikahan, terutama yang sedang dilanda galau ingin pisah dari pasangan, baca dulu nih 5 risiko perceraian yang sebaiknya kamu hindari!
ADVERTISEMENTS
1. Saat kamu memilih bercerai, orang-orang pertama yang akan terkena imbasnya tentu adalah kamu dan pasangan. Suka nggak suka, hati kalian pasti akan terluka mengingat dulunya pernah saling bilang cinta
Terluka adalah risiko paling utama dan pertama dirasakan saat kamu dan pasangan memilih untuk bercerai. Meskipun mungkin keputusan berpisah dianggap yang terbaik, tentu keputusan itu jauh dari kata mudah, terutama kalau kamu dan pasangan pernah benar-benar dimabuk kepayang cinta semasa pacaran dulu. Sakitnya nggak bisa terbayangkan, tuh.
ADVERTISEMENTS
2. Risiko keuangan yang nggak stabil akan kamu atau pasangan hadapi saat memilih bercerai. Apalagi ongkos perceraian konon juga butuh biaya nggak murah lho
Kalau sebelumnya kamu dan pasangan adalah pasangan bekerja, mungkin berpisah nggak akan seberat kalau kamu bergantung finansial sepenuhnya kepada pasangan, atau sebaliknya. Ya, sederhananya sih, setelah bercerai mungkin kamu akan kelabakan mencari nafkah sendiri, padahal selama ini kamu mengandalkan suami atau istri sepenuhnya. Belum lagi urusan bagi harta gono gini (kalau ada) dan harus mengurus biaya perceraian sendiri.
Sekedar gambaran, saat bercerai kamu harus membayar sewa pengacara dan biaya administrasi di pengadilan untuk mengurus putusan cerai. Kasarnya sih biayanya kira-kira seperti ini:
- Pengacara nggak mematok tarif yang murah. Bahkan pengacara atau advokat di kota-kota besar mematok harga sekitar 20-50 juta. Itu baru di pengadilan tingkat pertama. Bila sampai banding, kasasi, dan peninjauan kembali, tarifnya bakal melambung lagi.
- Pendaftaran perkara di pegadilan tingkat pertama butuh biaya Rp 30.000, materai, administrasi sekitar Rp 50.000, redaksi Rp 5.000 dan biaya panggilan (penggugat 2 kali, tergugat 3 kali).
- Pikirkan lagi kalau harus naik banding terkait ‘perebutan’ hak asuh anak, bagi pasangan yang sudah punya anak
ADVERTISEMENTS
3. Siap-siap saja menghadapi ceramah dan cibiran dari orang-orang sekitar. Ya, meski mereka mungkin ‘nggak pantas’ untuk mengkritik keputusan beratmu, tetap saja itu konsekuensi yang harus dihadapi
Perceraian masih menjadi hal yang tabu untuk dibicarakan, dilihat dan didengar oleh masyarakat Indonesia pada umumnya. Ya, bahkan di luar negeri pun masalah perceraian tetap jadi hal yang nggak pantas dan seringkali dikecam. Untukmu yang berpikir untuk bercerai, siap-siap saja bakal dapat komentar miring kanan kiri, entah untukmu atau pasangan. Bahkan nggak sedikit yang bakal menguliahi seputar menjaga keutuhan rumah tangga.
ADVERTISEMENTS
4. Punya anak atau nggak, masalah perceraian tetap menjadi hal yang pelik dan menyakitkan. Tapi harus kamu akui, punya anak bakal bikin kasus perceraian semakin rumit
Nggak cuma mentalmu yang bakal terganggu saat dihadapkan pada perceraian, anak pun bakal kena imbasnya. Sebaik apapun usaha orangtua untuk menjaga agar perceraiannya tetap damai dan jauh dari huru hara, tetap saja anak bakal jadi korbannya. Ya, siapa sih yang ingin orangtuanya berpisah dan nggak lagi tinggal rukun serumah?
Ini adalah sejumlah risiko yang akan dialami anak saat kedua orangtuanya bercerai:
- Dilansir dari marripedia.org, anak dari pasangan bercerai punya kecenderungan lebih besar untuk trauma dan takut saat menjalani hubungan cinta di masa depan
- Anak kemungkinan besar juga akan mengalami trust issue yang bikin anak mudah merasa curiga dan sulit percaya pada orang terdekat
- Anak besar kemungkinan akan meragukan kehidupan pernikahan dan berkeluarga di masa depan
- Punya kecenderungan untuk lebih memilih hidup bersama daripada menikah secara legal serta lebih mudah memandang perceraian hal yang lumrah dan ‘wajar’ daripada komitmen menikah dan hidup bersama selamanya
- Studi dari Carnegie Mellon University, Pittsburgh, Pennsylvania, itu mengungkapkan anak-anak yang orang tuanya bercerai dan tidak berhubungan baik, memiliki kemungkinan daya tahan tubuh yang lebih rendah
ADVERTISEMENTS
5. Terbiasa hidup bersama pasangan setelah sekian lama dan setelah bercerai bakal hidup melajang lagi bakal membuatmu merasa kesepian. Siap-siap terserang sindrom Post-Divorce Blues!
Pasca bercerai, akan ada banyak penyesuaian yang harus kamu lakukan. Selain cibiran kanan kiri (terutama biasanya dari orang terdekat), sindrom Post-Divorce Blues bakal kamu rasakan sebagai dampak perpisahan. Mau itu pisah baik-baik maupun pisah disertai keributan, berpisah ya tetap bakal menyisakan kepedihan, kesepian dan rasa ‘ditelantarkan’. Siap-siap saja jadi super sensitif, galau, mudah menangis dan kesal tanpa alasan yang jelas pasca perceraian.
ADVERTISEMENTS
6. Kamu mungkin akan merasa lega di satu sisi, lepas dari rasa takut atau sedih saat berumah tangga, tapi di sisi lainnya akan berdosa karena banyak agama yang masih melarang praktik perceraian
Nggak bisa dimungkiri, di Indonesia perceraian masih erat kaitannya dengan agama. Banyak kepercayaan yang masih melarang atau sebenarnya nggak mendukung praktik perceraian tersebut.
Untukmu yang masih bimbang dan ragu, sebaiknya konsultasikan lagi permasalahan ini dengan orang-orang yang lebih dituakan atau lebih dewasa, pemuka agama tempatmu beribadah atau psikolog agar jangan sampai keputusanmu jadi penyesalan di kemudian hari.
Ingat, selama masih ada harapan, baiknya sih jauh-jauh saja lah dari kata perceraian.
7. Siap-siap saja ‘kehilangan’ relasi yang selama ini terjalin antara keluargamu dan keluarga pasangan. Meski mungkin dijalani dalam perdamaian, tetap saja bakal perubahan pasca perceraian
Nggak perlu dijelaskan lagi ‘kan, kenapa pasca bercerai hubungan dengan mertua dan para ipar serta keluarga besar pasangan jadi bagaimana pasca perceraian? Pastinya sih nggak bakal sama seperti saat kamu pertama menikah dulu.
Berpisah memang bukan hal yang mudah. Oleh karena itu, sebelum memutuskannya, alangkah baiknya kamu dan pasangan sungguh-sungguh memikirkan ulang keputusan tersebut. Memang sih, terkadang hubungan pernikahan yang ternoda kisah perselingkuhan, perasaan dibohongi atau dikhianati jauh lebih sulit dihadapi. Apalagi kalau ditambah kasus KDRT, maka terkadang perceraian jadi kasus yang bak buah simalakama. Tapi coba ingat-ingat lagi deh, janji awal pernikahan kalian. Tetap bersama saat suka dan duka, bukan sekadar untaian kata manis saat di pelaminan ‘kan? Semoga artikel ini bisa memberi pencerahan ya!