Selama ini, terutama di Indonesia, fungsi lelaki dan perempuan sudah tergambar dengan jelas. Lelaki yang bekerja mencari nafkah, sementara perempuan identik dengan pekerjaan rumah tangga. Ya meskipun banyak pula kaum perempuan yang bekerja, namun pada hakikatnya stigma kaum hawa adalah melakukan pekerjaan domestik yakni di rumah. Benarkah demikian?
Oke, kita coba jalan-jalan ke China. Ternyata ada satu suku unik  bernama Suku Mosuo. Kabarnya sih, Suku Mosuo ini adalah satu-satunya suku penganut matriarkat (perempuan kedudukannya lebih tinggi daripada lelaki) yang masih tersisa di bumi. Wah menarik ‘kan? Yuk kita simak kisah serunya sama-sama…
ADVERTISEMENTS
Perkenalkan, Suku Mosuo, salah satu suku di China di mana penguasanya adalah wanita. Para wanita berhak berganti-ganti pasangan sesuka hatinya…
Jika biasanya laki-laki yang bertugas untuk mencari nafkah dan istri yang mengurus rumah tangga, suku Mosuo ini malah sebaliknya. Di sana, perempuan adalah penguasanya. Kedudukan mereka lebih tinggi daripada laki-laki. Mereka yang mencari nafkah, dengan berladang atau mencari ikan. Perempuan juga punya kuasa untuk memilih pendamping hidup. Bahkan boleh berganti-ganti sesuka hatinya. Waduh, kok enak?
ADVERTISEMENTS
ADVERTISEMENTS
Sebenarnya mereka bukan menganut poliandri sesuai yang kita kenal, tapi Walking Marriage. Sebuah perkawinan berjalan alias axis. Intinya sih, seks bebas juga…
Walking Marriage adalah sistem perkawinan tanpa ikatan yang disebut axis oleh Suku Mosuo. Para perempuan berhak memilih lelakinya dan bahkan berganti-ganti sesuka hatinya. Jadi ketika usia mereka telah 13 tahun, para perempuan diberi kamar tersendiri. Setiap malam, mereka menunggu laki-laki yang datang ke kamar mereka. Jika ada lelaki yang datang, topi si lelaki harus ditaruh di jendela agar tak ada lelaki lain yang masuk.
Setelah mereka bertemu di kamar, mereka berdua pun akan melampiaskan nafsunya dengan berhubungan seks. Orang tuanya pun tidak ambil pusing, itu hak anak mereka. Besok malam, lelaki lain lagi yang datang. Dan begitu pula seterusnya. Si perempuan berhak memilih, dengan siapa ia akan bersenggama. Jika merasa cocok dengan seseorang, hubungan tersebut bisa dilanjutkan. Jika ia memilih lelaki lain pun tak jadi soal.
Tugas mencari nafkah dan membesarkan anak adalah milik kaum hawa. Kepala rumah tangga adalah perempuan tertua, misal nenek. Sementara kaum adam, cuma ongkang ongkang kaki. Kalau pagi mungkin membantu menjaga anak, kalau malam berhubungan seks. Enak betul ya…
ADVERTISEMENTS
Sebuah tradisi yang mungkin bagi kita kurang tepat ya, karena masyarakatnya seakan melegalkan seks bebas. Namun kita tetap harus menghormati budaya di China ini…
Sejarah Suku Mosuo ini memang cukup panjang. Pada awalnya, mereka sering ditinggal suami mereka untuk berdagang di jalur sutra dari China ke India. Para istri pun merasa sakit hati karena ditinggal begitu lama, maklum perjalanan jalur sutra memang begitu jauh. Akhirnya mereka memilih untuk walking marriage, kawin tanpa perlu ada ikatan. Penguasanya pun mereka sendiri, para perempuan.
Mungkin bagi orang Indonesia, tradisi tersebut bertentangan dengan norma dan agama. Namun bagi Suku Mosuo, itu adalah tradisi yang sudah ratusan tahun dan seharusnya layak kita hormati. Suku yang berada di tepi danau Lugu, Provinsi Sichuan, di kaki Himalaya justru terkenal karena walking marriage ini. Banyak wisatawan ke Mosuo karena tertarik dengan budaya mereka yang unik. Budaya yang selayaknya kita hargai.
ADVERTISEMENTS
Buat kamu yang penasaran dengan suku Mosuo, video ini semoga memenuhi rasa penasaran kamu…
Gimana, tertarik jalan-jalan ke Suku Mosuo, China. Atau tertarik tinggal di sana? Hehehe…