A-Seng, Fu-Seng, Za-Seng dan banyak lagi deretan toko-toko kecil bernama khas Cina tersebut rupanya sukses membuat saya gelisah dan juga penasaran sepanjang hidup. Barangkali kalian pun salah satunya. Setelah sekian lama saya mencoba memendam rasa penasaran perihal apa gerangan yang ada di dalamnya, pada akhirnya tibalah hari itu.
Memang merupakan salah satu waktu yang saya tunggu-tunggu seumur hidup untuk bisa menyambangi “toko keperkasaan” tersebut. Beberapa hari sebelumnya, saya mendadak begitu risau membayangkan bagaimana nasib saya untuk pertama kalinya mencoba membeli salah satu produk yang dijual di toko itu. Namun tekad saya sudah bulat, demi menjawab salah satu kerisauan hidup ini!
Saya memilih toko obat kuat yang berada di kawasan Sarkem karena berpikir di sana memang banyak yang menjualnya
Bagi orang lokal Jogja, pikiran saya untuk mencari benda-benda tersebut dengan mudah adalah dengan pergi ke kawasan Sarkem alias Pasar Kembang, sebuah tempat yang terkenal dengan kawasan prostitusi di kota ini. Namun, setibanya di sana, saya dibuat tercengang. Ternyata tempat yang digadang-gadang sebagai lokasi prostitusi terbesar di kota ini tak memperlihatkan banyak penjual obat kuat. Bukannya menemukan tempat yang saya maksud, ternyata saya malah lebih mudah menjumpai kios binatu.
Meskipun begitu, saya bisa menemukan dua hingga empat tempat yang rata-rata hanya berukuran 2 x 3 meter yang menjual “obat khas untuk pria” di daerah ini. Belakangan saya baru tahu, di daerah Jalan Magelang rupanya lebih mudah untuk mencari toko-toko tersebut daripada di kawasan Pasar Kembang.
Namun, lantaran sudah terlanjur kepalang menginjakan kaki di sini, yuk cus!
Ternyata beli obat kuat itu tak sesulit yang dibayangkan, penjualnya pun dengan ramah menjelaskan produk-produk yang mereka jual
Awalnya saya sempat berpikir bahwa membeli obat kuat sama susahnya dengan membeli narkoba, wakakak. Polos sekali, tapi memang itulah yang saya pikirkan. Apalagi semasa sekolah, nama-nama beken yang selalu digunakan sebagai nama toko obat kuat tersebut selalu menjadi pembahasan yang tabu di usia-usia tanggung.
Tapi rupanya persoalan tersebut terpecahkan ketika saya pertama kali menginjakkan kaki di gerai mungil, di mana antara etalase dan ruang pemiliknya hanya disekat menggunakan gorden. Saya disambut layaknya pelanggan biasa. Tak hanya itu, pemiliknya pun menjelaskan dengan rinci apa saja kegunaan produk-produk yang dijualnya.
Harga untuk produk-produk yang dijual pun ternyata memang mahal, apes banget bagi saya yang mengira harganya enteng di kantong
Kepolosan saya yang kedua ini berawal dari aksi selancar di internet mengumpulkan informasi harga obat kuat yang dijual di internet oleh berbagai macam toko online. Rupanya, setelah saya mendatangi langsung toko-toko yang dapat dijumpai secara fisik, harganya benar-benar terpaut jauh. Belakangan baru saya ketahui jika ternyata produk yang dijual di toko online banyak yang palsu.
Saya akhirnya memutuskan untuk membeli salah satu produk seksual yang tidak ingin saya sebutkan di sini (atas pertimbangan konsekuensi bagi pembaca. Santai pak polisi, bukan putaw atau sesuatu yang terlarang kok!). Alasan saya membelinya bukan karena saya butuh, namun sesederhana karena harganya menurut saya paling murah di antara produk lainnya (Rp250.000,00 rupiah). Daripada saya dipukuli pedagangnya karena tanya-tanya doang dan tidak beli apa-apa 🙁
Sebagai gambaran saja, saya kasih bocoran untuk varian produk obat kuatnya sendiri seperti viagra dan semacamnya: satu botol berisikan 30 butir dibanderol dengan harga Rp1.000.000 rupiah. Fantastis!
Walaupun plangnya bertuliskan “kios obat kuat”, ternyata yang dijual sangat bermacam-macam, bahkan alat bantu untuk berhubungan seks pun tersedia dengan lengkap
Norak sekali memang, namun bagi saya ini merupakan penemuan kesekian yang terbesar dalam hidup saya untuk mengetahui bahwa kios obat kuat juga menjual berbagai alat bantu seks. Setelah mengamati lebih lanjut apa yang dipajang di dalam etalase yang berada di ruangan sempit tersebut akhirnya saya juga paham bahwa mereka tak hanya sekedar menjual obat-obatan.
Lebih dari itu, saya bisa menjumpai dildo dengan berbagai ukuran dan bentuk yang sebelumnya hanya bisa saya lihat di film dewasa, hingga boneka full body yang dilengkapi dengan baterai. Harganya pun bervariasi, dari yang ratusan ribu hingga jutaan rupiah.
Meski penjualnya begitu ramah, tapi orang-orang di sekitar toko menjadi ujian tersendiri bagi saya
Rupanya membeli produk yang bertujuan untuk meningkatkan kejantanan bagi sebagian orang memang masih dianggap tabu. Buktinya, ketika saya memasuki hingga keluar dari toko obat yang saya datangi, beberapa pasang mata yang berada di sekitar tempat itu serasa memandangi saya sampai habis sambil tersenyum-senyum intimidatif.
Untungnya saya datang seorang diri ketika hendak menyambangi toko-toko tersebut. Pikiran saya mendadak melayang ke mana-mana membayangkan bagaimana jika saya mendatangi tempat-tempat tersebut berdua dengan kekasih atau kawan saya. Saran saya sih jangan mengajak perempuan ke kawasan ini.
Jika memang benar-benar membutuhkan dan malu untuk datang secara langsung, pihak penjual bisa mengantarkan obat yang diinginkan melalui paket
Tak dapat dimungkiri memang jika di luar sana ada banyak orang-orang yang mungkin membutuhkan barang-barang semacam ini untuk mengatasi kendala-kendala tertentu. Guna menghindari rasa malu, pihak penjual pun mempermudah aksesnya dengan memberikan opsi pesanan daring yang akan diantarkan dengan layanan paket. Untuk masalah privasi dan keamanannya sendiri, nggak perlu khawatir, mereka dengan profesional akan menjaga nama baik pelanggan kok hehe.
Sekali lagi, tulisan ini hanya bertujuan untuk membagikan salah satu pengalaman yang mungkin bagi beberapa orang masih dianggap tabu. Selain itu, juga untuk memberikan gambaran bahwa bisnis semacam ini ternyata benar-benar ada lo di sekitar kita. Pesan saya dan juga dari para penjual, gunakan produk-produk ini secara bijak ya!