Indonesia memang terkenal dengan keragaman suku dan budayanya. Dari sabang sampai Merauke ada puluhan suku bangsa yang tersebar di setiap daerahnya. Kekayaan ini tentu menjadi anugerah tersendiri bagi negeri ibu pertiwi. Dan menjadi tanggung jawab kita bersama lah untuk menjaga semua kearifan lokal yang ada.
Masing-masing suku dan budaya tentu punya keunikan masing-masing. Misalnya dari bahasa atau tulisan yang udah turun temurun diwariskan. Biasanya, tulisan-tulisan dari suku tertentu punya aksara masing-masing. Mungkin selama ini aksara yang paling kamu kenal adalah aksara Jawa, Sunda, atau arab gundul yang masih digunakan beberapa suku dan budaya. Tapi, tahukah kamu jika ada suku di Indonesia yang menggunakan huruf abjad korea sebagai aksara mereka? Penasaran?
ADVERTISEMENTS
Perkenalkan! Cia-Cia, salah satu suku pedalaman asli Indonesia di Sulawesi Tenggara
Suku Cia-Cia merupakan salah satu suku pedalaman asli Indonesia yang bermukim di Pulau Buton, Sulawesi Tenggara. Dengan jumlah penduduk lebih dari 80.000 jiwa, suku Cia-Cia masih bertahan dengan bahasa dan budaya mereka. Namun, semakin hari ketakutan akan punahnya salah satu kearifan lokal Indonesia ini semakin terasa. Penyebabnya adalah tidak adanya tulisan yang mampu mewakili bahasa suku Cia-Cia.
ADVERTISEMENTS
Pulau Buton merupakan salah satu pusat penyebaran agama Islam, tapi tulisan Arab gundul tak bisa digunakan untuk aksara Cia-Cia
Buton memang terkenal dengan sejarahnya sebagai pusat penyebaran agama Islam di masa lampau. Seharusnya, aksara dengan arab gundul mampu mewakili bahasa suku Cia-Cia. Namun sayangnya, penggunaan arab gundul dirasa kurang tepat karena ketika bahasa Cia-Cia dituliskan dengan arab gundul, maknanya jadi berubah.
ADVERTISEMENTS
Berawal dari ketertarikan seorang profesor asal Korea Selatan yang tertarik dengan keragaman di daerah bekas Kesultanan Buton
Ketakutan akan punahnya kultur Cia-Cia di kemudian hari ini pun disampaikan oleh Walikota Bau Bau, Abidin kepada salah seorang profesor yang waktu itu tengah berkunjung ke Bau Bau untuk mempelajari keragaman yang ada di sana. Abidin menyatakan ketakutannya atas memudarnya kultur Cia-Cia karena tidak memiliki aksara. Akhirnya, sang profesor, Chun Thai Yun, membawa perihal ini ke kota asalnya Seoul, Korea. Dia dan teman-temannya pun mulai mempelajari bahasa Cia-Cia dan memutuskan bahwa huruf Hangul bisa dipakai untuk aksara Cia-Cia.
ADVERTISEMENTS
Huruf Haengul Korea menjadi pilihan untuk tetap melestarikan aksara suku Cia-Cia
Meskipun nggak 100 persen bisa diaplikasikan, tapi nyatanya huruf Hangul mampu mewakili bahasa Cia-Cia. Huruf-huruf Hangeul tersebut diadaptasi dan mulai disebar dan diajarkan kepada para pengajar di sekolah. Antusias tentu mewakili perasaan para pengajar di daerah ini. Akhirnya, ketakutan mereka akan punahnya kultur Cia-Cia bisa diatasi dengan penggunaan huruf Hangeul Korea.
ADVERTISEMENTS
Masuk ke dalam kurikulum pelajaran sekolah, Hangeul Korea udah jadi santapan sehari-hari masyarakat Cia-Cia
Pemerintah Kota Bau-Bau bekerja pun mulai bekerja sama dengan Hunminjeongeum Research Institute, lembaga riset bahasa Korea untuk menyusun bahan ajar kurikulum muatan lokal mengenai bahasa Cia-Cia dengan huruf Hangeul Korea. Dari SD hingga SMA, aksara Cia-Cia yang diadaptasi dari huruf Hangeul Korea ini diajarkan kepada seluruh siswa. Para siswa juga semangat dan antusias mempelajari aksara ini. Agar bahasa Cia-Cia jauh dari ancaman kepunahan tentunya.
Cia-Cia pun mulai terkenal di Korea. Nggak cuma itu aja, pemerintah Korea juga sering mengunjungi daerah ini dan memberikan bantuan untuk sekolah-sekolah. Mereka bangga karena ada bangsa lain yang menggunakan huruf Hangul mereka.
Jadi, kalau kamu pencinta Korea, sesekali jalan-jalannya ke Bau Bau yuk! Nggak cuma liburan, di sini kamu juga sekalian bisa belajar 🙂