Kapan terakhir kali kamu menumpang kereta api?
Sejak dulu, kereta api adalah salah satu moda transportasi umum yang jadi andalan masyarakat Indonesia, khususnya yang tinggal di pulau Jawa. Simak saja betapa sulitnya mendapatkan tiket kereta saat musim liburan tiba. Keberadaan calo yang terus berusaha diperangi oleh PT KAI pun jadi bukti bahwa moda angkutan ini memang sangat diminati.
Omong-omong, kamu mungkin penasaran kenapa saya jadi tertarik membahas kereta api. Jawabannya sederhana, karena saya baru saja menumpang kereta api setelah lama sekali. Rasanya banyak sekali perubahan yang saya rasakan dari moda transportasi ini. Membandingkan yang dulu dan yang sekarang, apa saja yang telah berubah?
ADVERTISEMENTS
Setelah bertahun-tahun tak menumpangi kereta, nasib membawa saya kembali menjajalnya
Sebuah undangan pernikahan datang dari sahabat lama saya di bangku kuliah. Saya diminta untuk menghadiri acara pernikahannya yang diselenggarakan di Toba Samosir, Sumatera Utara pada Maret 2015 ini. Mana mungkin saya menolak, wong saya disediakan tiket pesawat pulang-pergi dari Jakarta. Udah gitu, saya juga dikirimi uang untuk membeli tiket KA kelas bisnis dari Jogja ke Jakarta—memang baik hati benar teman Batak saya yang satu itu.
Maka, dimulailah perjalanan saya menumpangi kereta api jarak jauh setelah sekian lama, yang memunculkan kembali ingatan-ingatan saya tentang moda transportasi yang satu ini.
ADVERTISEMENTS
Dulu kita mesti berdesakan hanya untuk satu kertas perjalanan. Sekarang, antrean tak lagi dibutuhkan berkat sistem pembelian tiket online.
Terakhir kali menumpangi kereta api kelas bisnis, saya masih duduk di bangku SD, kira-kira lima belasan tahun yang lalu—wah, jadi ketahuan deh umur saya berapa. Saya masih ingat ibu saya yang mesti mengantre untuk mendapatkan tiket pulang kampung dari Bandung ke Purworejo, Jawa Tengah. Kalau gak dapat, ya terpaksa beli di calo.
Saya juga masih ingat, sekitar tahun 2009, tiket KA kelas ekonomi masih hanya bisa dibeli setengah hari sebelum keberangkatan, yang bikin antrean selalu membludak setiap kali KA Ekonomi akan berangkat. Dan kamu juga gak bisa membeli tiket pulang balik pada saat itu juga, harus ngantre di stasiun asal. Jadi, waktu itu saya mesti membeli tiket berangkat dari Jogja, dan membeli tiket balik dari Jakarta.
Tapi, kini sistem pembelian tiket online sangat jauh memudahkan calon penumpang. Kini kamu gak perlu lagi mengantre lama untuk membeli selembar tiket. Dan, tiketnya juga bisa kamu beli dari jauh-jauh hari.
Kelemahannya, jika kamu mencari tiket KA ekonomi pada hari-H, sangat mungkin kamu gak akan mendapatkannya. Jadi, orang yang lagi perlu banget pergi ke suatu kota sepertinya harus siap kalau gak kebagian tiket. Udah kayak cari jodoh, deh pokoknya. Kalau Tuhan belum berkehendak, ya kita bisa apa? Beli ke calo? Profesi calo tiket KA sekarang tuh udah kayak badak Jawa, langka. Berterima kasihlah pada sistem pembelian tiket dan boarding pass yang kini wajib menggunakan identitas.
ADVERTISEMENTS
Kereta api sekarang ‘naik kelas’. Seperti pesawat, ia sudah punya boarding pass
Beda dengan dulu, kini kita gak bisa sembarangan masuk ke peron stasiun jika gak punya tiket. Punya tiket pun, petugas tetap bakal memeriksa sesuai tidaknya identitas kamu dengan yang tertera di tiket. Meski ribet, cara ini terbukti ampuh membuat calo tak berkutik. Profesi-profesi lain pun terpaksa gulung tikar: pengasong, pengamen, serta penumpang gelap.
Para pengasong dan pengamen ini kadang memang bermanfaat dan menghibur penumpang. Kamu gak perlu pesan makan dan minum ke bagian restorasi KA karena ada pengasong dan penjaja makanan. Dus, kamu juga mendapat hiburan dari pengamen yang kreatif dan suaranya lumayan bagus. Sayangnya, pengamen pemaksa yang gak mau dikasih 500 perak juga banyak. Jadi, mendingan dengerin musik dari MP3 player aja deh.
Kalau ngomogin penumpang gelap, saya punya pengalaman konyol jadi penumpang—yang gak sengaja—gelap. Waktu itu, saya dan sekitar delapan teman saya menumpangi KA Ekonomi jurusan Surabaya dari Yogyakarta. Sampai di atas kereta, kami heran karena tempat duduk kami ternyata sudah ditempati orang. Jelas mereka bukan penumpang gelap, karena mereka juga memegang tiket.
Ternyata, justru kamilah yang penumpang gelap. Ceritanya, tiket kami yang mestinya tertera tanggal 6 September 2012, ternyata tertera tanggal 6 Agustus 2012! Alhasil, kami pun langsung diturunkan di Stasiun Klaten. Entah bagaimana kami bisa melalui pemeriksaan petugas peron waktu itu. Petugasnya juga gak memperhatikan tanggal di tiket, sama seperti kami. Heuheu.
ADVERTISEMENTS
Dengan jumlah penumpang yang sesuai kursi, kamu gak perlu lagi berdesak-desakan di dalam KA Ekonomi
Hal terhebat dari KA Ekonomi zaman dulu adalah kemampuan untuk menampung penumpang yang tak terbatas. “Udah macam kantong Doraemon saja,” kata teman saya. Ya, dengan tidak dibatasinya jumlah penumpang berdasarkan jumlah kursi yang tersedia, KA Ekonomi jadi semrawut luar biasa. Orang-orang berdesakan di lorong dan di pintu masuk, sementara yang paling apes harus puas berada di dekat toilet yang aromanya luar biasa. Sampai tujuan, kertas-kertas koran tanpa tuan pasti berserakan di lantai.
Tahun 2010, saya dan beberapa teman saya mengunjungi Bandung untuk mengikuti acara gathering di sana. Kami cukup “beruntung” mendapatkan gerbong yang penuh sesak waktu itu. Jangankan mendapatkan posisi yang nyaman, berdiri dengan benar saja sangat sulit saking penuhnya, dan kami mesti bertahan dengan posisi yang sama selama beberapa jam.
Tentu saja, juaranya di sini adalah para pengasong dan pengamen yang bisa tetap leluasa melangkah meski tak ada ruang lagi yang tersisa. Benar-benar ajaib.
ADVERTISEMENTS
Fasilitas di dalam gerbongnya pun kini lebih nyaman. Siapa sangka sekarang kita bisa mengetik dengan laptop di kereta?
Ya, kalau masih mengeluh dengan kondisi kereta api sekarang ini, berarti mungkin kamu memang jarang bersyukur. Secara umum, kondisi KA saat ini memang jauh lebih baik dari yang dulu. Sekarang kamu bisa menemukan stop kontak di setiap tempat duduk, sehingga kamu gak perlu takut gadgetmu kehabisan daya. Saya pun bisa membuka laptop dan menulis dengan leluasa tanpa takut baterenya habis.
KA Ekonomi pun kini dilengkapi AC yang dingin, meski masih pakai AC ruangan yang sepertinya beli bekas. Pokoknya nyaman, deh, meski sandaran lengan yang ada di dekat jendela terasa mengganjal punggung saat bersandar ke jendela. Hal ini tentu jauh berbeda dengan KA Ekonomi yang dulu, di mana aroma ketiak basah adalah rajanya.
Itulah sedikit pengalaman yang bisa saya bagikan soal naik kereta jarak jauh di masa yang berbeda. Tentu bukan berarti saya mengolok-olok fasilitas KA zaman dulu, karena bagi saya itu justru sebuah pengalaman menarik yang mungkin gak bisa dirasakan lagi oleh penumpang KA zaman sekarang.
Omong-omong, kereta yang saya tumpangi ke Jakarta rupanya terlambat sampai. Di antara perbaikan layanan yang udah dilakukan, sepertinya ini yang masih belum berubah sampai sekarang 😀
Nah, apa kamu punya pengalaman menarik soal naik kereta? Bagiin dong ke pembaca, singkat aja lewat komentarmu di bawah ini.
Kredit feature image: sesimpulsenyum.wordpress.com