“Bulan Agustus ke Jogja yuk..”
“Ayok, ayok. Bikin itinerary dulu deh, mau kemana aja kita.”
“Pokonya harus banget ke pantai. Ke Parangtritis yaa..”
“Harus banget? Nggak mau ke pantai lainnya apa?”
Liburan ke Kota Gudeg dan pengen banget main ke pantai? Yakali jangan cuma ke Parangtritis aja, mainmu kurang jauh. Hihiii… Ke Gunungkidul aja? Ya, betul kesana. Ke pantai Timang ajaaa! Sering ke Gunungkidul tapi ngggak tahu Pantai Timang? Duh, kamu kurang kekinian. Sebelum kamu berangkat kesana, Hipwee Travel kasih bocoran dulu nih. Kesananya entar abis lebaran aja, sekarang ombak lagi tinggi-tingginya.
ADVERTISEMENTS
Pantai Timang ini merupakan salah satu pantai di Gunungkidul juga. Karena perjalanan kesana cukup sulit, jadi wisatawannya masih sedikit
Pantai ini, sama seperti pantai-pantai lain di kawasan Gunungkidul, memiliki pasir yang putih. Pantai Timang terletak diantara Pantai Siung dan Pantai Sundak. Dari Jogja sekitar 60 km jauhnya. Aksesnya memang cukup sulit. Sebab, jalan ke arah pantai ini masih banyak yang belum diaspal, lokasinya pun cukup terpencil.
Mereka yang pernah kesana, mengakui kalau perjalanan menuju pantai Timang sangat menantang. Jalannya sangat terjal dan berbatu. Tapi begitu sampai disana, dijamin lelahmu terbayar tuntas dengan pemandangan yang sangat menawan. Selain pasir putih, ada sederet tumbuhan pandan berderet tumbuh subur di sekitar pantai. Panorama yang tercipta? Duh, jangan ditanya!
ADVERTISEMENTS
Tak hanya pantai, ada juga Pulau Panjang atau Pulau Timang yang menjadi habitat lobster laut di seberang pantai
Pantai Timang ini sebenarnya dibagi menjadi dua areal yang berbeda. Areal pertama ada pada bagian sebelah Timur yang merupakan pantai dengan pasir putih, sama dengan kebanyakan pantai di daerah Wonosari. Sedangkan bagian kedua, berupa perbukitan batu-batuan yang cukup terjal dan berbatasan langsung dengan laut. Pada pantai berbatu ini, pemandangan akan sangat indah karena terdapat batu yang cukup besar berdiri kokoh di tengah deburan ombak pantai. Batu besar atau pulau tersebut dikenal dengan nama Batu Panjang atau Pulau Panjang dan Pulau Timang.
Jangan bayangkan pulau seperti pada umumnya, yakni berupa sebidang tanah dengan pesisir yang berpasir. Pulau di pantai Timang lebih berupa bongkahan batu karang yang besar, dengan tebing yang sangat curam. Pulau ini disebut sebagai tempat terbaik untuk mencari hasil laut, lobster utamanya. Hasil laut inilah yang memiliki nilai jual sangat tinggi, sehingga membuat mayarakat setempat rela bersusah payah dan berjuang untuk menuju kesana dengan medan berbahaya.
ADVERTISEMENTS
ADVERTISEMENTS
Emang apa bahayanya? Untuk menuju Pulau Timang ini kamu kudu menggunakan semacam gantole tradisional atau kereta gantung yang hanya terbuat dari kayu dan bambu, kan ngeriiiiii…
Yap, gantole tradisional atau kereta gantung yang hanya terbuat dari kayu dan bambu. Dirangkai dengan tambang tali plastik yang sangat kuat, sehingga dapat menopang berat badan orang “di dalamnya.” Yang selanjutnya nanti akan ditarik oleh beberapa orang sehingga gantole tersebut akan bergerak ke arah Pulau Timang. Jadi, sehari-hari masyarakat setempat menyeberangi karang berombak besar tersebut hanya menggunakan gondola yang digerakkan oleh tenaga manusia.
Tolong, jangan berpikiran kereta gantungnya mirip yang ada di Taman Mini yah. Ini hanya dengan tali tambang saja. Tapi menurut mereka, penggunaan tali tambang itu dirasa lebih kuat dalam menghadapi air laut yang korosif, dibanding sling yang terbuat dari besi/baja.
ADVERTISEMENTS
Ingat, gondola kayu yang tersedia bukanlah fasilitas penunjang wisata yang disediakan pemerintah. “Wahana” ini murni alat transportasi, penunjang kehidupan warga sehari-hari
Jarak luncur dari gantole ini sekitar 98 meter ke arah barat dari Pantai Timang, dengan ketinggian 9-11 meter dari permukaan laut. Tentu saja bukan hal yang mudah, dibutuhkan mental yang kuat bila ingin mencoba menyeberang kesana. Ya gimana, sepanjang jarak tersebut mereka benar-benar meluncur sendirian menaiki gantole diatas lautan yang dalam, dengan ombak yang besar.
Awalnya sih emang gratis. Hingga kemudian, masyarakat melihat potensi wisata, dan mereka pun mengkomersilkannya. Untuk sekali menyeberang, warga mematok biaya sebesar Rp 200 ribu. Lumayan mahal memang, tapi yaudah sih nggak usah ditawar. Dimaklumi aja, untuk menarik kereta gantung itu diperlukan tenaga yang banyak serta keahlian khusus. Dijamin deh, pengalaman yang didapat lebih berharga dari nominal uang yang dibayarkan tersebut. Kalau kamu mau foto doang tapi nggak pakai nyebrang sih lebih murah, Rp 50 ribu aja.
ADVERTISEMENTS
Percaya nggak, gondola ini sudah ada sejak tahun 1997 silam. Dari yang awalnya hanya ditopang 3 tambang, sekarang sudah 9 tambang. Semoga lebih aman~
Dulunya, gondola tersebut dibuat oleh 6 orang, ada Pak Siswanto, Pak Warno, Pak Sartono, Pak Warsito, Pak Supriyanto dan Pak Tukijan. Awal mula pembuatan gondola di tahun 1997 membutuhkan waktu sekitar 3 minggu. Cuma tiga minggu. Mereka naik kapal dari pantai Siung, kemudian Pak Warno (mantan pelaut) berenang dari tengah sembari membawa tambang untuk mulai merancang. Kapal tidak bisa bersandar dipinggir karena arus yang sangat besar. Perlahan demi pasti, akhirnya gondola tersebut bisa digunakan sebagai alat transportasi menuju habitat lobster. Dan akhirnya gondola dijadikan wisata mulai tahun 2012 lalu.
Tentang lobster, kala gondola pertama dibuar, para nelayan dapat memanen lobster sebanyak 35-70kg per harinya. Namun semenjak tahun 2000an sampai sekarang, hanya panen sekitar 10-15kg. Harga jual lobster pun yang dulunya hanya 15rb/kg, kini menjadi 260-450rb/kg, tergantung kualitas lobster itu sendiri.
Jadi, kamu masih berani nggak kemari? Kalau kamu memang adrenaline junkie, kamu nggak akan rugi. Itung-itung bantuk warga setempat juga 🙂 Inget, jangan sekarang berangkatnya!