Meski sudah beberapa kali datang ke Banyuwangi, jalan-jalan ke Banyuwangi selalu bikin semangat. Banyuwangi punya landscape lengkap, mulai dari pantai-pantai cantik yang sepi hingga gunung dengan pemandangan luar biasa indah yang bikin rindu untuk datang lagi, lagi, dan lagi. Satu lagi, Banyuwangi belum terlalu ramai turis seperti di Bali atau Jogja.
Salah satu destinasi wajib kunjung ketika travelling ke Banyuwangi tentu saja Kawah Ijen. Beberapa teman dari luar Indonesia aja rela datang jauh-jauh ke negeri ini untuk datang ke Kawah Ijen. Aku nggak mau kalah dong. Kawah Ijen selalu punya tempat istimewa di hati. Mumpung barusan turun dari Kawah Ijen, aku bagi cerita perjalananku mendaki Kawah Ijen di sini ya.
Di Kawah Ijen bisa lihat blue fire dengan mata telanjang. Api biru alami ini cuma ada dua di seluruh dunia lho.
Kawah Ijen ini emang istimewa. Kawah Ijen punya api biru alami. Api biru ini cuma ada dua di dunia, dan salah satunya ada di Ijen. Untuk bisa melihat api biru di Kawah Ijen, aku harus bangun lebih pagi. Api biru ini cuma bisa terlihat ketika matahari belum muncul. Mendaki di pagi hari tentu bukan hal yang mudah.
Waktu terbaik untuk datang ke Kawah Ijen adalah saat sunrise. Saat masih gelap nonton blue fire, ketika sunrise naik ke puncak.
Waktu terbaik untuk datang ke Ijen adalah sat jelang matahari terbit. Banyak orang dari seluruh dunia rela nanjak malam-malam demi lihat matahari terbit di puncak Ijen. Nah, sebelum sunrise datang, bisa turun dulu ke kawah untuk nonton api biru.
Naik kereta api, bus, atau pesawat untuk mencapai Banyuwangi. Kawah Ijen cuma bisa dicapai dari Banyuwangi.
Untuk mencapai Banyuwangi, aku memilih pakai kereta api. Sebenernya bisa juga naik bus dari Bali atau dari kota-kota lain di Pulau Jawa. Kalau malas duduk lama di kereta atau bus, sangat mungkin untuk naik pesawat dan mendarat di bandara Banyuwangi. FYI, arsitektur bandara Banyuwangi keren banget dan sangat mendukung sustainable living dengan menggunakan aliran angin alami alias nggak pake AC.
Sewa kendaraan; mobil atau motor untuk menuju pos pendakian Ijen. Kalau rame-rame bisa share cost untuk sewa mobil.
Sayangnya, nggak ada angkutan umum di Banyuwangi. Untuk bisa ke Ijen, aku harus sewa kendaraan. Berhubung dapat teman di jalan yang juga akan naik ke Ijen malamnya, kami memilih untuk sewa mobil. Kalau dihitung-hitung, biaya sewa motor untuk sendirian dan biaya sewa mobil dibagi berempat jumlahnya nggak jauh beda.
Sampai di pos pendaian Ijen sekitar jam 1 pagi. Datang lebih awal demi antri di toilet.
Kami sampai di pos awal pendakian ke puncak Ijen sekitar jam 1 pagi. Pos awal pendakian Ijen sudah penuh dengan wisatawan yang antusias untuk mendaki Ijen. Perlu diketahui, udara malam di Ijen itu dinginnya luar biasa. Udara dingin di pagi hari pas banget untuk ritual buang air di toilet. Sayangnya, jumlah kamar mandi dan toilet di pos awal pendakian Ijen sangat terbatas, jadi ritual buang air kurang nyaman.
Jalur pendakian jelas dan temennya banyak. Waktu pendakian sekitar 1 jam – 2,5 jam, tergantung kekuatan fisik.
Pas jam 2 pagi teng, pos pendakian dibuka. Semua orang ramai-ramai naik ke atas. Jalur pendakiannya sangat jelas, dan temannya banyak, jadi nggak mungkin nyasar. Meski start mendakinya sama, tapi kecepatan masing-masing orang beda-beda. Teman-teman bule bisa sampe atas hanya dengan 1 jam aja, sedangkan aku butuh sekitar 2,5 jam untuk sampai puncak.
Perjalanan ke puncak, disambut udara dingin dan angin kencang. Harus ekstra hati-hati biar nggak tertiup angin ke jurang.
Begitu sampai di atas, aku disambut dengan udara dingin yang dilengkapi dengan angin kencang. Rasanya seperti ditabok-tabok pake es. Aku juga merasa keseimbangan agak terganggu. Ya karena kena angin kencang itu. Agak ngeri-ngeri sedap karena kanan kiri jurang. Kalau nggak hati-hati, bisa tertiup angin dan terjun ke jurang.
Jalan naik sampe 2,5 jam, udara super dingin, angin kenceng banget. Semua terbayar dengan pemandangan Ijen yang luar biasa indah.
Meski mesti nanjak sampe dua jam, kedinginan, kena angin kenceng, dan nyaris jatuh ke jurang, tapi semua ini worthed it. Pemandangan di Kawah Ijen luar biasa indah. Apalagi nonton api biru di kawah, terus lanjut naik ke puncak dan nungguin matahari muncul dari sisi timur. Pelan-pelan warna langit berubah jadi lebih cerah. Ah, indah. Saat hari terang, kita akan lihat para penambang belerang memikul belerang untuk dibawa ke bawah. Jadi malu kalo ngeluh pas naik ke atas. Kami cuma bawa badan doanh ngeluh, padahal bapak-bapak ini bawa belerang berat tetep strong.
Keadaan darurat, harus buru-buru turun dari puncak. Cuma butuh 20 menit aja sih untuk turun.
Pas lagi asik-asiknya lihat pemandangan Kawah Ijen yang luar biasa, aku terpaksa harus turun ke bawah. Panggilan darurat. Sebelum naik tadi kan kurang leluasa ritual toiletnya. Akibatnya pas di atas perut menggelora dan mules luar biasa. Aku harus pup dan sangat nggak mungkin pup di atas. Kalau tadi naik ke puncak cuma butuh waktu sekitar 2,5 jam, perjalanan turun bisa aku tempuh cuma 20 menit aja. Iyaaa,, turunya bisa lari cepet dan nggak ngos-ngosan. Semua demi ritual pagi yang sulit ditinggalkan.
Rasanya baru sebentar terkagum-kagum dengan pesonanya Kawah Ijen, eh udah harus pergi. Rasanya pengen deh balik lagi ke Ijen. Yuk, ada yang mau barengan naik ke Ijen?