Candi Borobudur adalah destinasi wisata populer di Indonesia dan juga dunia. Sebagai candi buddha terbesar di dunia, wajar kalau Borobudur jadi jujugan wisatawan. Tak terkecuali saat libur lebaran kemarin. Ribuan wisatawan membanjiri Candi Borobudur sejak hari pertama lebaran. Banyak sekali rombongan keluarga berduyun-duyun datang ke sana.
Namun, ada kegelisahan yang dirasakan oleh salah satu pengunjung bernama Khaterine Cai. Ketika ia mengunjungi Borobudur tepat ketika liburan lebaran, tepatnya pada tanggal 29 Juni lalu. Khaterine kemudian mengunggah postingan di Facebook tentang kelakuan turis-turis Indonesia yang ia nilai kurang beretika ketika berkunjung ke Borobudur. Berikut ini bentuk protes Khaterine di Facebook.
ADVERTISEMENTS
Perempuan bernama Khaterine Cai ini berlibur ke Candi Borobudur pada tanggal 29 Juni, alias saat libur lebaran. Ia memprotes mengapa kok banyak sekali wisatawan yang datang ke Borobudur tanpa ada batasan kuota…
Saya sengaja posting pake bahasa Indo aj, biar yg baca juga cuma org Indo jg. Hari ini 29 Jun 2017, pukul 5 sore, saya mengunjungi Borobudur untuk menikmati sunset, tp bukan bikin sy happy, malah bikin stress!! Serius lho.. .
1. Borobudur itu bangunan tua, knp gk dibatasi manusia yg masuk perhari, rame banget kyk lautan manusia, smuanya kyk di hutan manjat2 di Borobudur.. Apakah dia akan bertahan sampai anak cucu kita? Kan bisa dibatasi dr pengelola sehari cm jual 1000 tiket, atau skalian harga tiketnya yg dimahalkan.
2. Manusia skg yg tidak bisa membangun ulang borobudur, tp cuma bisa merusaknya setiap hari. Orang tua yg tidak bisa mengajari anaknya, ketika anak menjadi liar dia tidak akan merasa bersalah karena orang tua sendiri memberikan contoh juga untuk manjat2 & duduk dtempat yg sudah jelas ditulis “DILARANG DUDUK!!”
3. Ini manusia pada tidak bisa baca? Atau memang tidak perduli? Cuma pentingin mejeng exis aj ya? Kualitas manusia seperti apa ini, gk tua gk muda gk yg kaya ataupun yg miskin sama aj, tidak menjaga sama sekali. Jelas2 ditulis dilarang duduk/ manjat, malah sengaja duduk & manjat dsana.
Saya yakin hal ini gk hanya terjadi di Borobudur. Saya merasakan Borobudur berduka, saya pun bersedih.
Bila ada yg setuju please like or repost, or comment ap aj. Atau mngkin cm sy yg tll perduli???
Saya posting krn saya perduli.
Postingan Facebook yang viral dan dibagikan oleh ribuan orang ini (bisa dibaca di sini) seakan menampar dunia pariwisata Indonesia. Turis Indonesia yang datang ke Borobudur duduk sembarangan di stupa, dan mengabaikan papan peringatan di sana. Kalau memang ingin membahas perilaku turis Indonesia, memang demikian adanya. Kebiasaan buruk seperti mengabaikan peraturan, buang sampah sembarangan dan foto seenaknya, sudah jadi budaya yang harus ditinggalkan.
Namun, kalau kamu jeli, ada beberapa masalah penting yang tidak diperhatikan dalam status bernada protes dan marah tersebut. Banyak pula yang tidak sepakat jika kamu bersedia menyimak komentar dalam postingan tersebut. Jangan buru-buru share sebelum membaca dan memahaminya secara tuntas. Yuk coba kita bahas.
ADVERTISEMENTS
Dari status protes ini, ada beberapa hal yang sebenarnya bisa diluruskan. Ia ingin pengunjung Borobudur dibatasi jadi 1000 pengunjung per hari. Yakin kamu mau dukung statement ini?
Khaterine seakan memberikan pernyataan tentang pembatasan jumlah pengunjung Borobudur jadi 1000 orang. Karena kalau tidak, bisa jadi anak cucu nggak bisa menikmatinya. Satu lagi, dia usul agar dimahalin saja tiketnya. Dua argumen ini bisa dipatahkan dengan penjelasan berikut.
General Manager Taman Wisata Borobudur Chrisnamurti Adiningrum menyebutkan jumlah pengunjung tertinggi pada H+4 Lebaran sebanyak 56.869 wisatawan, kemudian pada H+3 jumlah pengunjung sebanyak 56.137 wisatawan, dan pada H+2 sebanyak 47.471 wisatawan. Total liburan lebaran selama 11 hari mendatangkan 316.471 wisatawan nusantara dan 6.509 wisatawan mancanegara.
Di tengah upaya pemerintah untuk meningkatkan kunjungan wisata, Khaterine justru meminta pembatasan pengunjung hanya 1000 orang per hari. Lantas, mau dikemanakan 55 ribu wisatawan lainnya yang datang ke Borobudur saat H+4 lebaran Atau sekitar 300 ribu wisatawan secara kumulatif di libur lebaran? Apa langsung disuruh pulang? Dan fatalnya, Khaterine berkunjung tepat di hari puncak kunjungan di libur lebaran. Salah siapa kalau begini? Lalu, bagaimana kalau dia nggak bisa masuk Borobudur karena kuota? Nanti mau bikin status lagi?
Membatasi orang untuk berlibur jelas bukan keputusan tepat. Usulan itu akan dipandang konyol oleh warga sekitar terutama yang hidup dari pariwisata. Peluang ekonomi bermilyar-milyar bisa menguap sia-sia. Alhasil terciptalah pengangguran dan juga kemiskinan. Gimana kalau begini yang terjadi?
ADVERTISEMENTS
Khaterine mengusulkan harga tiket dimahalkan agar pengunjung berkurang. Menurut kamu, apakah cukup layak untuk dinaikkan untuk mengurangi jumlah pengunjung?
Selanjutnya, perkara menaikkan harga tiket Borobudur, tentu ini bukan solusi tepat. Begini, di Indonesia sedang tumbuh kelas menengah yang cukup mapan. Apalah artinya membayar 40 atau 50 ribu untuk masuk Borobudur. Saat ini harga tiket masuk domestik 40 ribu rupiah, sementara turis asing 25 USD. Dinaikkan pun oke-oke aja. Nggak ada masalah dengan uang segitu bagi kelas menengah. Mereka tetap akan datang. Kebijakan ini justru malah menghindarkan masyarakat kelas bawah untuk berlibur ke Borobudur dan bentuk arogansi kelas menengah. Padahal banyak sekali pelanggar peraturan justru dilakukan oleh kelas menengah.
ADVERTISEMENTS
Sebenarnya inti masalahnya bukan pada jumlah pengunjung tapi bagaimana membuat sistem yang teratur agar pengunjung nyaman dan ada sanksi yang tegas buat pengunjung yang tidak patuh pada peraturan. Bukan justru melarang orang datang ke sana…
Semua obyek wisata dunia selalu padat pengunjung ketika liburan. Ya wajar, namanya juga orang berlibur ‘kan ya? Mekanisme yang digunakan ketika padat pengunjung bisa dengan beberapa hal, mulai dari mengatur sistem antrian, memperbanyak petugas, mengingatkan peraturan lewat pengeras suara, penyediaan tambahan tempat sampah atau menyediakan guide yang akan mendampingi wisatawan yang datang rombongan.
Satu hal lagi, sebaiknya Borobudur dikembalikan fungsinya semula sebagai tempat ibadah. Pengunjung hanya diperbolehkan di pelatarannya saja. Hal ini lebih kongkrit dibandingkan melarang orang berlibur. Toh ramainya nggak setiap hari kok, cuma di hari-hari besar saja.
“Ini manusia pada tidak bisa baca? Atau memang tidak perduli? Cuma pentingin mejeng exis aja ya?”
Potongan status Khaterine Cai.
Status ini pada prinsipnya bagus, berupa kritik terhadap habit buruk turis Indonesia. Kritikan itu boleh saja, asal dengan saran konstruktif. Bukan penuh kemarahan dan caci maki di status Facebook. Seringkali orang sudah puas dengan viralitas, padahal kadang viral cuma menguap begitu saja. Banyak orang lupa bahwa 1 teladan lebih baik daripada 1000 nasihat.