Dear calon suami masa depan,
Aku masih menunggumu datang. Menjemputku dengan berjuta angan dan ribuan harapan. Tak pernah terbersit di pikiranku engkau adalah pangeran berkuda dan kaya raya, yang tanpa sedikitpun cela. Aku sangat yakin bahwa kamu adalah manusia biasa dengan semua kesederhanaan yang justru membuatku begitu cinta.
Tenang saja, ekspektasiku tidak seperti gadis kebanyakan. Mereka kebanyakan menunggu kedatanganmu bersama Jazz atau Avanza, sedangkan aku akan tetap menyambutmu meskipun kamu hanya membawa Supra. Mereka berharap kamu karyawan dengan jaminan pensiun di masa depan sedangkan aku justru ingin menemanimu berjuang. Apapun yang terjadi dalam pertemuan kita yakinlah bahwa kelak semua akan baik-baik saja.
Duhai calon imamku di masa depan,
Sampai saat ini aku belum mengenal siapa engkau. Dari mana asalmu, siapa orang tuamu, atau semanis apakah senyummu, aku sungguh tak tahu. Yang kutahu hanyalah kelak dirimu akan datang setelah pencarian panjang. Bisa jadi hari-harimu banyak kamu habiskan dari kota satu ke kota yang lain. Atau kamu mencari tulang rusukmu yang tertinggal di sini melalui gunung-gunung tertinggi. Mahameru, Bromo, Rinjani sampai Kerinci mungkin sudah kamu sambangi. Perairan Bali, Lombok, Maluku hingga Papua mungkin telah kau selami. Dan aku masih di sini. Menantimu dengan memantaskan diri.
Aku ingin segera bersatu dalam ikatan yang halal tak lama setelah kita bertemu. Kita cukupkan urusan menikmati nafsu dunia yang perlahan-lahan kian hebat menggoda. Pertemuan yang aku sungguh tak tahu kapan. Pertemuan yang berarti bahwa kita kan segera dihalalkan. Saling mencumbu yang dapat bonus pahala.
Bukankah itu begitu indah, wahai imamku?
Dear suamiku,
Kelak, kapanpun hari itu datang. Bersiap-siaplah selalu. Halalkanlah aku dengan tekad dan tanggungjawabmu, bukan dengan rumah dan depositomu. Kita bangun cerita perjalanan cinta yang bersahaja. Biarkan alam nusantara jadi saksinya. Bawalah aku berkelana sesukamu. Semaumu. Sepuas-puasmu.
Setelah mereka mengucapkan sah secara serempak, tepat pada waktu itu langit berguncang. Aku harus tunduk padamu, Sayang. Bimbinglah dan cintailah aku secara biasa, tak perlu kebanyakan drama. Tanpa kata, aku sudah tau bahwa tulang rusukmu tak akan pernah bisa kamu lepaskan. Tak akan pernah kau tinggalkan.
Terakhir, aku ingin engkau mengajak Adek mengelilingi Indonesia yang indah ini, Bang. Menelusuri setiap jengkal kebudayaan Toraja, Sunda hingga Sumbawa. Menyelami perairan surga dari Sabang, Derawan, hingga Sang 4 Raja. Menapaki Dieng, Kelimutu ataupun Jayawijaya. Ah, itu mimpiku sih Bang. Semoga tidak hanya sekedar angan.
Tapi di atas itu, ada satu mimpi tertinggi. Mimpi yang bisa membuat mimpi lain tak terlalu berarti. Mimpi itu adalah, kita dapat bersatu selamanya. Tidak hanya di dunia namun hingga surga nantinya.
Tertanda,
Tulang rusukmu