Barisan pegunungan Himalaya memang menggoda nafsu setiap pendaki untuk menjamahnya. Puncak-puncak bersalju yang memanjang di perbatasan Nepal-China dan India tersebut memang jadi impian banyak orang di dunia. Menapaki puncak tertinggi adalah cita-cita yang abadi, seperti abadinya salju di puncak Himalaya.
Namun sebagaimana gunung-gunung di Indonesia, pegunungan Himalaya juga jadi tempat hunian makhluk tak kasat mata. Minggu lalu, aku dan rombongan pendakian Halo Nepal Tour mendaki Annapurna Base Camp, Nepal. Cuaca saat itu tidak terlalu bagus, salju turun dengan lebatnya. Namun kali ini aku nggak akan menceritakan tentang pendakian saat itu. Ada hal yang lebih menarik dari sekedar mendaki ke ABC, yakni bertemu setan di hutan Himalaya, Nepal. Hah, seperti apa sosoknya?
Senja telah beranjak ke peraduan, menyisakan pekat malam di hutan Annapurna. Kami rombongan yang tertinggal mencoba untuk segera mencapai penginapan terdekat di Sinuwa
Hari keempat pendakian ke Annapurna Base Camp, kami sudah turun menuju ke Desa Sinuwa yang berketinggian 2.300 mdpl. Rombongan kami berjumlah 18 orang, dan kami jadi 5 orang yang paling belakang. Berhubung senter cuma ada 2, 5 orang ini pun terbagi jadi 2 kelompok. Aku dan Citra (bukan nama sebenarnya) berada agak di depan. Sementara tiga orang lainnya yaitu Dono, Kasino, Indro (juga bukan nama sebenarnya) berada sedikit di belakang. Hal ini dikarenakan kaki Indro terasa sakit, jadi hanya bisa berjalan pelan.
Kok ya kebetulan sekali, Citra ini punya ‘kelebihan’ bisa merasakan dan kadang melihat makhluk tak kasat mata. Dari tadi dia berjalan cukup cepat dan menunduk, seolah menghindari ‘perjumpaan’ dengan sesuatu yang tinggal di sana. Hutan lebat Himalaya serasa tak berujung karena desa yang sudah terlihat lampunya tak kunjung bisa ditemui.
Khawatir dengan tiga kawan di belakang kami, aku pun mengarahkan senter ke arah mereka. Sial, mereka tidak terlihat namun ada sosok misterius tampak di atas pohon
Mataku yang minus tidak mampu menerjemahkan sosok putih yang bergelayut di atas pohon. Sosok itu cuma terlihat seperti orang yang nongkrong ongkang-ongkang kaki di atas pohon. Warnanya putih dan tampak sangat jelas di antara gelapnya hutan Sinuwa. Aku mengira itu makhluk sejenis pocong yang duduk di atas pohon sambil bergerak-gerak. Tapi yang jelas bulu kudukku merinding. Di tengah hutan, melihat penampakan, cuma berdua lagi. Serem banget ‘kan?
Citra pun ikut melihatnya dan ia sedikit terkejut. Namun ia segera menenangkanku dan berkata bahwa itu adalah batu. Sebuah pengalihan isu yang ngaco sama sekali. Ya kali masa batu ada di atas pohon dan goyang-goyang. Setelah itu ia bergegas dan segera berjalan cepat untuk kabur segera dari hutan itu. Aku pun makin penasaran makhluk apa itu. Sesampai di desa harus aku dapatkan jawabannya.
Di desa Sinuwa, barulah kita menceritakan semua kejadian di hutan tadi. Ternyata sosok putih itu adalah wujud sosok nenek-nenek. Sialnya dia ikut terus sampai ke bawah!
Pendaki lain bercerita kalau mereka mencium bau melati ketika masuk hutan. Padahal tidak ada bunga melati sama sekali. Tidak cuma satu, tapi banyak pendaki yang mencium bau tersebut. Tak kalah seram, salah seorang pendaki juga dipanggil dengan suara ‘Woi’ saat ia tengah berjalan sendiri. Dan semua cerita itu mencapai klimaksnya ketika aku dan Citra bertemu nenek-nenek baju putih.
Sialnya, sosok setan ini mengikuti rombongan kami sampai di Desa Jhinu. Ia menebar teror di malam harinya!
Tengah malam di Desa Jhinu. Citra menggedor-gedor kamarku sembari berteriak. Ada apa lagi memangnya?
Raut wajahnya panik, tampak sangat ketakutan seolah terbangun dari mimpi buruk. Teman sekamarnya, Momon, sudah langsung masuk kamar tanpa permisi. Mereka berdua baru saja dihantui nenek-nenek yang muncul di hutan kemarin. Kasur mereka digoyang naik turun dan anjing-anjing menyalak ke arah kamar mereka. Suara lolongan anjing itu berlangsung lama dan tak kunjung berhenti.
Citra bercerita kalau dia mimpi buruk dan ketika terbangun, ia melihat sosok nenek yang ditemui kemarin malam muncul tepat di depan wajahnya dan ingin menarik tubuhnya. Ia pun berteriak dan segera kabur menyelamatkan diri. Lantas mereka menuju kamarku yang berada di paling ujung. Ketika kami masuk kamar Citra, bola lampunya jatuh sendiri. Serem banget nggak sih?
Gangguan tidak hanya mendatangi Citra yang bisa melihat makhluk ghaib, tapi menjalar ke pendaki lainnya
Hampir semua kamar yang berdekatan dengan kamar Citra juga merasakan gangguan. Penghuni kamar sebelahnya mengaku kasurnya digoyang-goyang, sementara penghuni kamar lainnya merasa gerah padahal suhu malam itu 4 derajat Celcius. Aku pun semalaman itu sulit untuk tidur, badan juga terasa gerah sekali, padahal seharusnya kedinginan. Setelah berdoa memohon perlindungan Tuhan, kami pun tidur kembali dan pagi pun datang menjelang.
Kisah ini memberi pelajaran pada kami semua bahwa di gunung manapun selalu ada ‘penunggunya’. Kami seharusnya menghormati keberadaan mereka dan tidak terlalu bercanda secara berlebihan di hutan. Buat kamu yang mau mendaki Annapurna, jangan lupa lewat hutan Sinuwa yang horor itu ya. Hehehe.