Mengikuti virtual tour atau menyaksikan konten video tentang liburan telah menjadi pelarian banyak orang yang butuh refreshing selama masa pandemi Covid-19 ini. Tren baru ini muncul karena pembatasan aktivitas luar ruangan membuat agenda jalan-jalan ke berbagai destinasi impian nggak bisa terlaksana.
Meski saat ini jalan-jalan sudah mulai bisa dilakukan dengan sederet protokol kesehatan, masih banyak orang yang belum berani melakukannya mengingat risiko terpapar virus Corona masih nyata. Jika kamu adalah salah satu orang itu, membaca 5 buku tentang perjalanan ini bisa jadi alternatif liburan dari rumah yang menyenangkan selain virtual tour.
ADVERTISEMENTS
1. Selimut Debu – Agustinus Wibowo
View this post on Instagram
Selimut Debu merupakan buku pertama yang mencatat perjalanan Agustinus Wibowo pada tahun 2005 mengelilingi Asia melalui jalur darat. Pada buku yang terbit pertama tahun 2010 ini akan diceritakan petualangannya melintasi perbatasan antar negara menuju Afghanistan.
Pembaca buku ini akan diajak berkeliling, turun-naik truk, mendaki gunung, menuruni lembah, hingga menyicipi teh layaknya orang Persia. Siapkan diri untuk ikut mengunjungi Kabul, ibu kota Afghanistan yang gemerlap, Bamiyam, kota suci peninggalan Buddha, hingga Kandahar markasnya Taliban.
Kisah petualangan Agustinus selanjutnya dapat kamu ikuti pada buku Garis Batas: Perjalanan di Negeri-Negeri Asia Tengah, dan Titik Nol: Sebuah Makna Perjalanan.
ADVERTISEMENTS
2. Menyusuri Lorong-Lorong Dunia – Sigit Susanto
View this post on Instagram
Buku ini terdiri atas tiga jilid dan berisi catatan-catatan perjalanan Sigit Susanto ketika mengunjungi berbagai tempat di dunia. Pada jilid pertama pembaca akan dibawa berkelana mengunjungi Danau Zug di Swiss, bersepeda keliling Amsterdam, ziarah ke makam pengarang Franz Kafka di Praha dan makam Karl Marx di London, hingga mampir ke Shakespeare & Co di Paris.
Sementara pada jilid kedua kamu akan diajak menyusuri jejak pengarang James Joyce di Dublin, mampir ke Budapest, melintasi Portugal, hingga mengulik kisah seorang paman di Viet Nam. Sedangkan pada jilid pemungkas, penulis mengajak pembaca bersafari di Kenya, menjelajah Turki, Skandinavia, hingga bermalam selama tujuh hari di Yunani.
ADVERTISEMENTS
3. Meraba Indonesia – Ahmad Yunus
View this post on Instagram
Beda dari dua buku sebelumnya, buku Meraba Indonesia adalah kisah perjalanan wartawan Farid Gaban dan Ahmad Yunus selama mengelilingi Indonesia dalam Ekspedisi Zamrud Khatulistiwa pada tahun 2009 silam. Pada perjalanan yang memakan waktu sekitar 10 bulan ini mereka mengunjungi berbagai pulau terluar dan daerah bersejarah di Indonesia dengan menggunakan sepeda motor.
Membaca buku ini akan membawamu mengunjungi Sabang sampai Merauke, Miangas hingga Pulau Rote dengan fokus Indonesia sebagai negeri bahari dan bagaimana keseharian masyarakat di tiap daerah. Kisah perjalanan Farid Gaban dan Ahmad Yunus, selain dapat dibaca melalui buku ini juga dapat disimak melalui film dokumenter berjudul Ekspedisi Zamrud Khatulistiwa.
ADVERTISEMENTS
4. Jejak Mata Pyongyang – Seno Gumira Ajidarma
View this post on Instagram
Seno Gumira Ajidarma datang ke Pyongyang, ibu kota Republik Rakyat Demokratik Korea sebagai juri pengganti untuk Festival Film International Pyongyang ke-8 pada tahun 2002. Apa yang menarik penulis buku Sepotong Senja untuk Pacarku ini bukan film-film yang ditayangkan, melainkan Kota Pyongyang itu sendiri.
Kalau kamu cukup penasaran seperti apa wajah Pyongyang yang jarang tersorot kamera televisi, maka buku ini akan membawamu bertamasya layaknya pemandu. Seno menulis banyak catatan selama 17 hari di Pyongyang, dan juga melampirkan beberapa foto yang ia ambil dengan cara menyiasati berbagai larangan di negerinya paman Kim Jong-un tersebut.
ADVERTISEMENTS
5. The Geography of Bliss – Eric Weiner
View this post on Instagram
The Geography of Bliss akan membawamu melanglangbuana ke berbagai negara seperti Belanda, Swiss, Bhutan, Qatar, Islandia, India, hingga Amerika untuk satu tujuan yaitu mencari kebahagiaan. Banyak dari pembaca menilai buku ini aneh, dalam artian positif, karena mencampurkan catatan perjalanan, psikologi, sains, dan humor.
Eric Weiner membawa beragam pertanyaan saat mengunjungi pelbagai negara dalam buku ini, seperti, apakah orang-orang di Swiss lebih bahagia karena negara mereka paling demokratis di dunia? Atau, apakah penduduk Qatar yang bergelimang dolar dari minyak dapat menemukan kebahagiaan? Dan, kenapa di India kebahagiaan dan kesengsaraan bisa hidup berdampingan?
Dapat disimpulkan kalau buku The Geography of Bliss tidak hanya mengajak pembaca untuk jalan-jalan melalui imajinasi, tetapi juga memancing untuk ikut berpikir dengan gaya penulisan Eric yang ringan lagi kocak. Oh iya, buku ini tersedia dalam terjemahan bahasa Indonesia juga.
Nah, itu dia 5 di antara sekian banyak buku tentang perjalanan yang bisa memberikan sensasi lain liburan dari rumah di masa pandemi ini. Ada yang menarik atau sudah pernah kamu baca?