Mendengar kata “sejarah” mungkin membuat kita membayangkan hal-hal yang membosankan. Tentang kisah-kisah di masa lalu atau benda-benda kuno misalnya. Padahal, menambah wawasan tentang sejarah tak melulu membuat kita jenuh lho. Salah satunya adalah dengan menjajal berwisata sejarah.
Blitar, merupakan sebuah kota yang terletak di bagian selatan provinsi Jawa Timur, tepatnya sekitar 167 km dari kota Surabaya. Kita mungkin tak banyak tahu bahwa kota yang berada tepat dibawah kaki Gunung Kelud ini menyimpan banyak potensi wisata dengan nilai-nilai sejarahnya.
Nah, jika kamu berkunjung ke Kediri, Tulungagung, atau Malang – tak ada salahnya menyempatkan untuk mampir ke kota kecil ini. Tak semata-mata berwisata demi mencari kesenangan, tapi mampir ke Blitar adalah cara kita menghargai sejarah di negeri kita sendiri.
ADVERTISEMENTS
Blitar begitu lekat dengan sosok Bapak Proklamator kita. Di sanalah terdapat Ndalem Gebang yang jadi tempat Bung Karno melewatkan masa kecilnya
Kota Blitar memang pantas lebih dalam dikenal. Dari kota kecil inilah, salah satu sosok orang yang paling berpengaruh dalam proses kemerdekaan Indonesia berasal. Yup, Soekarno jelas punya peran yang besar bagi kemerdekaan Indonesia. Tanpa jasa beliau dan rekan-rekannya, kita mungkin tidak akan bisa menikmati kebebasan seperti yang kita rasakan saat ini.
Maka, tak mengherankan jika kota ini juga disebut sebagai Bumi Bung Karno. Pasalnya, kota inilah yang jadi tempat tinggal kedua orang tua Bung Karno sekaligus tempat beliau menghabiskan masa kecilnya.
ADVERTISEMENTS
Kota Blitar memang seharusnya tak dilupakan, karena di tempat inilah presiden pertama Indonesia dimakamkan
Setelah mengalami masa-masa perjuangan yang panjang, di tempat inilah Soekarno kemudian dikebumikan. Beliau dimakamkan di desa Bendogerit, kecamatan Sanawetan, sekitar 3 km dari pusat kota Blitar. Banyak kontroversi yang terjadi perihal pemakaman Bung Karno di Blitar. Penempatan makamnya di Blitar, konon adalah upaya yang dilakukan rezim Soeharto untuk mengucilkan Soekarno karena konflik yang terjadi diantara keduanya kala itu.
Entah benar atau tidaknya hal tersebut, toh kegigihan beliau dalam melawan penjajah masih terpatri dalam ingatan kita sebagai orang Indonesia. Hingga kini terbukti bahwa petilasan akhir Bung Karno ini tidak pernah sepi dari pengunjung yang ingin berziarah atau sekedar mengingat sejarah.
ADVERTISEMENTS
Pancasila dijadikan dasar negara Indonesia, itulah alasannya Blitar menghelat Grebeg Pancasila setiap 1 Juni demi memperingati hari lahirnya Pancasila
Untuk membuktikan bahwa Blitar layak disebut sebagai kota Sejarah Indonesia adalah apa yang mereka gelar untuk merayakan hari lahir Pancasila pada tanggal 1 Juni. Yup, berbeda dengan kota lainnya, acara yang dilakukan untuk mengingat sejarah perjuangan bangsa ini dilakukan dalam 3 acara utama, yaitu upacara budaya, kirab gunungan, dan kenduri Pancasila.
Selain itu, alasan lain diadakan acara besar ini adalah untuk mengingat kenangan-kenangan akan perjuangan dikala itu. Acara ini sekaligus sebagai simbol kebanggaan masyarakat Blitar akan sosok Bung Karno sehingga ditetapkan pula bulan Juni sebagai bulan Bung Karno.
ADVERTISEMENTS
Perjuangan melawan penjajah memang layak dikenang. Blitar adalah saksi bisu pemberontakan pertama Laskar Pembela Tanah Air (PETA) terhadap tentara Jepang
Lupakan sejenak tentang korelasi antara 14 Februari dengan hari kasih sayang. Jika kamu membuka lagi buku sejarahmu yang sudah usang, maka kamu akan menemukan bahwa di tanggal 14 februari 1945 adalah hari dimana Laskar Pembela Tanah Air (PETA) melakukan pemberontakan untuk pertama kalinya terhadap pemerintahan Jepang.
Di bawah pimpinan Sodanco Supriyadi, walaupun gagal dan hanya berlangsung selama beberapa jam, pemberontakan ini mampu memicu anak-anak muda di daerah lainnya untuk berjuang. Anak-anak muda di kota-kota lain seperti terbakar semangatnya untuk merebut kemerdekaan Indonesia yang telah lama dirampas oleh negara lain. Hingga saat ini, untuk mengenang peristiwa tersebut, selalu diadakan “teater pemberontakan PETA” setiap 14 Februari dengan tokoh utama Sodanco Supriyadi yang biasanya diperankan oleh walikota Blitar sendiri.
ADVERTISEMENTS
Blitar Selatan adalah tempat dimana Operasi Trisula dilancarkan demi menumpas sisa-sisa kejayaan PKI
Kehancuran PKI pada 30 september 1965 ternyata tidak menyurutkan langkahnya untuk bertahan. PKI berusaha menghimpun kembali kekuatan dengan strategi dan taktik gerilya Mae Ze Dong (mundur, pindah, sembunyi di hutan, kemudian melawan balik) dengan mengkonsolidasi daerah yang terisolisasi.
Blitar selatan menjadi saksi dilakukannya “Operasi Trisula” yang menjadi solusi setelah kegagalan “Operasi Blitar Selatan” yang menjadi inisiasi Kolonel Thohir ketika itu. Dalam “Operasi Trisula” ini terdapat kurang lebih 10.000 anggota Banser beserta warga sekitar yang melakukan taktik “pagar betis” untuk menggerebek persembunyian PKI. Untuk mengenang peristiwa itu, telah dibangun monumen Trisula yang terletak di desa Bakung, kabupaten Blitar.
ADVERTISEMENTS
Dahulu, Blitar menjadi salah satu kota administratif seperti Jakarta dan Surabaya. Gemeente Blitar, jadi nama yang disematkan oleh pemerintah Belanda
Mungkin sebagian dari kamu tidak mengetahui jika Blitar pernah menjadi salah satu kota administratif ketika masa penjajahan Belanda. Dulu, ia sejajar kedudukannya dengan Batavia (Jakarta), Bandung, dan Surabaya. Tetapi seiring berjalannya waktu, keberadaannya justru kalah dengan kota-kota besar lainnya karena pembangunannya hanya berjalan di tempat.
Gameente Blitar adalah sebutan yang diberikan pemerintah Belanda ketika kota ini pertama kali dibentuk pada 1 April 1906. Tidak hanya kota-kota besar yang memiliki nama lain seperti Jakarta dengan Batavia atau Bandung dengan Paris Van Java, dulu Blitar juga termasuk ke dalam deretan kota besar di pemerintahan Hindia Belanda dengan sebutan Gameente Blitar.
Tahukah kamu bahwa kota ini sempat menjadi polemik ketika masa orde baru? Ketika itu klan presiden Soeharto ingin menyingkirkan jejak-jejak Soekarno beserta daerah asalnya dengan menjadikannya sebagai sebuah kotamadya.
Namun setelah era reformasi 1998, daerah yang biasa disebut sebagai Bumi Bung Karno ini akhirnya resmi menjadi sebuah kota. Arus perlawanan yang kuat dari warga Blitar menjadi kunci sukses kegagalan pengucilan kota ini. Dan sebagai warga negara Indonesia sekaligus generasi muda yang seharusnya tak “buta” dengan sejarah, bukankah menyambangi Blitar bisa jadi pilihan saat berwisata? Jadi, kapan kamu akan bertandang ke sana? 🙂