Kabar duka kembali menghampiri Indonesia. Kali ini datangnya dari Yogyakarta, tepatnya dalam acara Jogja Air Show (JAS) yang digelar sejak tanggal 25 hingga 27 Maret 2016 di Pantai Depok, Bantul. Di hari kedua kegiatan ini, nahas menimpa salah seorang atlet paralayang bernama Wika Milanti Ayuningtyas. Seorang gadis 24 tahun yang terbilang sudah profesional dalam bidang ini, mengalami mimpi buruk bagi seluruh masyarakat Jogja. Dia mengembuskan napas terakhirnya setelah mendarat di atas pecahan ombak.
Hipwee Travel sangat menyayangkan kejadian ini. Semoga tak ada lagi maut yang menjemput para traveler dan pegiat aktivitas outdoor di Indonesia!
ADVERTISEMENTS
Jogja Air Show 2016 berakhir dengan menelan korban. Acara tahun ini seperti mengulang duka tahun lalu di acara yang hampir sama, aerobatik.
Tahun ini belum cukup bersahabat bagi acara Jogja Air Show 2016. Seorang atlet dari Federasi Aero Sport Indonesia (FASI), Wika Milanti Ayuningtyas (24) harus menjadi korban dalam acara JAS tahun ini. Tahun lalu, kegiatan semacam ini juga memakan korban. Dua prajuit AU meninggal dunia karena pesawat yang diawaki Kapten Dwi Cahyadi dan Letkol Marda Sarjono jatuh di Kompleks Ksatrian Akademi Angkatan Udara, Jogja (20/12/2015). Pesawat T-50i buatan Korea Selatan itu jatuh ketika melakukan aerobatik di ajang Gebyar Dirgantara.
ADVERTISEMENTS
Cuaca di pagi hari memang layak untuk melakukan terjun payung. Tapi, siapa yang bisa memprediksi perubahan alam?
Dikutip dari beberapa laman berita nasional, Danlanud Adi Sucipto Marsekal Pertama Imran Baidirus mengungkapkan bahwa Wika telah melakukan pendaratan di air sesuai prosedur. Sayangnya, Wica Agak sedikit mustahil sih, kalau Wika melupakan cara landing, mengingat dia adalah atlet FASI.
ADVERTISEMENTS
Bukan karena kecerobohan Wika, melainkan cuaca buruk yang menjadi penyebab utama kegagalannya dalam mendarat.
Sebelum mendarat, Wika sempat tertinggal oleh rombongannya yang terdiri atas 10 orang ketika penetrasi. Landing sempurna yang dilakukan Wika menjadi nahas ketika angin berembus ke arah laut. Membawa parasut Wika menjauh dari bibir pantai. Meski berhasil mendatar, tapi Wika melakukan pendaratan tepat di atas pecahan ombak, apalagi gulungan ombaknya cukup besar. Ini bukan kesalahan Wika sepenuhnya, kok.
Ada asumsi lain yang menyebutkan bahwa Wika terlilit tali parasut yang ia kenakan. Sehingga menyulitkan Wika dalam berenang. Tapi, siapapun akan kuwalahan landing di atas pecahan ombak seperti itu. “Banyak air yang masuk ke tubuh. Bukan karena terjerat parasut atau ada luka. Tidak ada luka, tidak ada patah tulang,” terang Hendro Satrio, rekan Wika sekaligus penanggung jawab acara ini.
ADVERTISEMENTS
Sebaik apapun kondisi tubuh, kelengkapan alat, dan prediksi cuaca, semua kembali ke kehendak Sang Pencipta. Kita yang berdoa, Dia yang memutuskan.
Wika yang sedang gencar menyiapkan dirinya untuk mengikuti PON tahun ini, dinilai memiliki kekuatan fisik dan nyali yang sangat baik. Dalam acara JAS ini sendiri, dia dan timnya sudah melakukan pemeriksaan perlengkapan alat sebelum terjun. Kondisi pesawat yang akan membawa mereka ke udara juga kondisinya bagus. “Semua dicek, baik. Pesawat, cuaca dan penerjunan juga kondisinya baik siap terjun,” kata Imran.
ADVERTISEMENTS
Sudah 120 kali penerjunan dan sedang latihan intensif persiapan PON. Wika atlet muda yang cukup matang dalam pengalaman.
Terhitung, hampir 10 tahun lebih Wika menggeluti dunia aerobatik seperti ini. Sementara di usianya yang baru menginjak 24 tahun, dia sudah diproyeksikan untuk mengikuti PON mendatang karena jam terbangnya yang terbilang cukup tinggi. Seharusnya Wika bisa melepaskan diri dari bencana Sabtu pagi itu. 🙁
ADVERTISEMENTS
Semahir dan sejago apapun kamu dalam bidang yang berkaitan dengan alam, semesta bukanlah hal yang bisa kamu taklukkan.
Memiliki hobi berkegiatan di alam bebas memang mengasyikkan, apalagi yang dibayar. Tapi, tetaplah waspada dan hati-hati. Sebab maut bisa menjemputmu kapan saja. Alam bukanlah sesuatu yang harus kamu taklukan. Ada yang esensi lain yang bisa kamu rasakan. Bukan sekadar agar terlihat keren!
Restu orang tua adalah sebaik-baiknya doa. Awalnya, orangtua Wika tak mengizinkan putrinya meneruskan hobi yang diwarisi ayahnya ini.
Berkegiatan di alam bebas boleh, tapi tetaplah waspada dan hati-hati. Sebab maut bisa menjemputmu kapan saja.
“Sempat dilarang sama orang tua, tapi memang dia inginnya begitu yang ekstrim-ekstrim. Jadi akhirnya didukung dan diarahkan sama bapak,” kata Anjar Odi Herlambang, adik Wika. Dulu, ayahnya juga seorang paskhas. “Jadi dikenalkan ke teman-temannya bapak. ‘Kan dulu bapak penerjun juga,” imbuhnya.
Satu pelajaran yang mungkin bisa dipetik dari kejadian ini adalah turuti kata orangtuamu. Perkataan orangtua, apalagi Ibu, adalah sebaik-baiknya doa. Percuma kamu bisa mendapatkan apapun yang kamu mau, memiliki apapun yang kamu harap, kalau orangtuamu nggak memberi restu.
Belajar dari duka di sudut kota Jogja, belajarlah untuk menuruti kata hati orangtua. Sesungguhnya hanya orangtualah yang tahu baik-buruknya apapun yang berkaitan dengan anaknya. Semoga kisah Wika menjadi duka terakhir di dunia outdoor dan bisa menjadi pelajaran bagi kita semua. Tenanglah di surga, Wika!