Gunung memang punya daya tarik yang magis. Mereka yang pernah berlelah-lelah menyusuri jalur pendakian selalu kangen untuk kembali mendaki. Siapa sih yang gak terpikat dengan panorama cakrawala di puncaknya? Apalagi pemandangan matahari yang mengintip malu di awal pagi, dengan awan di bawah kaki kita. Sungguh pengalaman yang luar biasa.
Sayangnya, keindahan gunung ini ternoda oleh ulah sebagian pendaki yang memilih untuk gak peduli pada kewajiban menjaga alam. Padahal, di atas sana kita hanyalah tamu. Nah, kalau kamu masih melakukan hal-hal berikut ini di atas sana, lebih baik introspeksi motivasimu atau sekalian batalkan aja deh niatmu mendaki gunung.
ADVERTISEMENTS
1. Gunung bagimu bukan titipan Tuhan yang harus dijaga, melainkan tempat sampah raksasa.
Pemandangan tumpukan sampah di atas gunung jelas bikin hati miris. Coba bayangkan kalau rumahmu kedatangan banyak tamu, lalu mereka nyampah sembarangan dan mengotori tempat tinggalmu. Sedih, ‘kan? Kamu mungkin masih bisa membersihkan rumahmu. Tapi, gunung gak bisa membersihkan dirinya sendiri. Untungnya masih ada pendaki yang sadar dan peduli, lalu memunguti sampah yang ada meski itu bukan miliknya.
Jangankan di atas gunung, jika sehari-hari kamu masih terbiasa buang sampah sembarangan, mending urungkan niatmu mendaki gunung, deh. Sebagai tamu, kamu punya kewajiban untuk peduli. Lagipula, apa susahnya memanggul turun sekantong sampah jika kamu bisa membawanya naik?
ADVERTISEMENTS
2. Walau sebenarnya bisa siap-siap sendiri, kamu selalu mengandalkan temanmu untuk mempersiapkan berbagai keperluan mendaki.
Kamu: (Nunjuk teman-temanmu satu per satu.) “Eh, nanti kamu yang bawa tenda, ya. Terus kamu bawa logistik, kompor, plus nestingnya. Oh, iya, terus kamu jangan lupa bawa P3K sama air minum yang banyak, ya. Terus, nanti aku nitip sleeping bag di kerilmu, ya.”
Teman-temanmu: “Lah terus kamu bawa apaan?”
Kamu: “Bawa daypack isi baju ganti. Hehe.”
Teman mendaki itu hadir untuk saling membantu agar kita sama-sama bisa menjejakkan kaki ke puncak dengan selamat. Tapi, kamu juga gak boleh selalu mengandalkan mereka. Ingat, kalian adalah tim. Kontribusi kalian mestilah seimbang sesuai kemampuan. Apalagi kondisi di atas gunung itu gak bisa diprediksi dan kamu hanya akan menyusahkan mereka jika gak mau mandiri. Kalau kamu masih suka mengandalkan yang lain buat “mengasuh” kamu, jangan harap mereka mau naik gunung lagi sama kamu.
ADVERTISEMENTS
3. Di dalam tasmu, kamu sengaja bawa cat semprot dengan niat menorehkan namamu di atas gunung.
Selain sampah, hal yang paling menyebalkan saat berada di atas gunung adalah melihat coret-coret hasil vandalisme yang seringkali kita temukan di permukaan batu, pohon, maupun papan penunjuk arah. Mirisnya lagi, sebagian coretan itu mengatasnamakan kelompok pecinta alam tertentu.
Tolong deh, tinggalkan sifat kekanak-kanakanmu itu sebelum mendaki. Alih-alih dikagumi, yang ada malah kamu dirutuki oleh pendaki lainnya. Apa urusan mereka untuk tahu kalau kamu pernah mendaki gunung itu? Apakah namamu atau dirimu begitu menginspirasinya bagi pendaki-pendaki yang lain? Aduh, pendaki legendaris macam Soe Hok Gie aja nggak bawa botol semprot ke atas gunung. Memajang foto dan mencoret-coret blog pribadi dengan cerita pendakianmu jauh lebih bermakna bagi pendaki lainnya dibanding coretan isengmu di atas gunung.
ADVERTISEMENTS
4. Kamu menganggap edelweiss souvenir yang boleh dibawa pulang. Padahal, memetik tanaman gunung adalah sebenar-benarnya pantangan.
Banyak yang tergoda untuk memetik bunga abadi ini untuk dijadikan oleh-oleh. Jika masih beranggapan seperti ini, kamu belum layak menjadi pendaki gunung. Jangankan membawa pulang, memetik bunga ini dari pohonnya itu adalah tindakan ilegal. Emangnya kamu mau disuruh naik ke atas lagi oleh pengawas buat mengembalikan bunga ini?
Lagian, bunga ini sama sekali gak menarik untuk dipajang di kamar, kok. Serius. Edelweis—maupun tumbuhan endemik dan benda unik lain yang ada di atas gunung—akan terlihat indah jika mereka tetap berada di tempatnya dan bisa dinikmati oleh pendaki yang melewatinya.
ADVERTISEMENTS
5. Bagimu, sah-sah aja membabat dahan dan ranting pohon untuk membuat api unggun.
Menghadapi udara dingin di atas gunung, membuat api unggun memang cara paling ampuh untuk menghangatkan badan. Tapi, kalau gak benar-benar perlu, gak usahlah bikin api unggun segala. Kamu bisa menyiasati suhu yang dingin lewat aklimatisasi dan minum minuman hangat.
Kalau kamu memang memerlukan api, ambil ranting-ranting kering yang jatuh sebagai bahan api unggun dan buatlah di tempat yang lapang, jauh dari vegetasi. Jangan sekali-sekali membabat dahan dan ranting yang masih menempel di pohon untuk bikin api jika tidak benar-benar terpaksa—kebutuhan untuk bertahan hidup, misalnya.
ADVERTISEMENTS
6. Kamu menyamakan sumber air di gunung dengan toilet umum.
Panggilan alam memang susah ditahan. Tapi, sebelum kamu menuntaskannya di atas gunung, tolong banget, ubah anggapanmu bahwa sumber air di gunung sama dengan toilet umum.
Sekalipun mengalir, sumber mata air itu bukan tempat buang air, cebok, dan bersih-bersih. BUKAN! Sumber mata air di gunung itu gak banyak, dan fungsinya vital banget buat keperluan masak dan minum. Emangnya kamu mau minum air bekas cebokmu? Enggak, ‘kan?
Tuntaskan panggilan alammu dengan cara yang benar, yaitu di tempat yang jauh dari sumber air dan menguburnya di dalam lubang. Tujuannya, biar cepat terurai oleh tanah, gak menimbulkan bau yang gak sedap yang mengundang lalat dan bikin gak nyaman.
7. Hanya demi menghindari retribusi, kamu memilih jadi mendaki sembunyi-sembunyi. Padahal ini demi keamananmu sendiri.
Mendaftarkan diri dan perlengkapan ke petugas di basecamp pendakian bukan sekadar urusan admisnistratif, tapi juga demi keselamatan kamu. Dengan mendaftarkan dirimu saat hendak mendaki, petugas mengetahui siapa saja yang mendaki sehingga mereka pun bisa melakukan pengawasan. Jadi, kalau terjadi sesuatu pada kamu, mereka juga bisa segera bertindak.
Coba bayangkan jika kamu jadi pendaki ilegal dan hilang di gunung. Wah, bisa-bisa gak ketemu sampai bulan depan!
8. Kamu gak memedulikan aturan saat mendaki gunung tertentu. Yang penting muncak!
Aturan yang ada saat mendaki—baik tertulis maupun tidak tertulis—dibuat demi keamanan dan keselamatan kita sendiri. Kadang emang ada peraturan yang gak logis. Tapi, toh gak ada salahnya ditaati. Ingat, kita cuma tamu, lho.
Nah, kalau kamu masih suka melanggar—misalnya bikin jalur ilegal padahal udah dilarang, sebaiknya kamu stop dulu naik gunung. Perbuatan sembrono bukan hanya mengancam keselamatanmu, tapi juga rekan-rekan satu timmu.
9. Kamu masih terlalu egois saat mendaki dan meninggalkan temanmu di belakang.
Mendaki itu gak semata sampai di puncak, melainkan sampai di puncak bersama-sama dan pulang dengan selamat. Oke, mungkin kamu tangguh, bisa terus melangkah sambil menggotong keril yang berat. Tapi, pikirkan juga rekan-rekanmu, karena kemampuan fisik orang berbeda-beda. Keselamatan anggota tim adalah tanggung jawab bersama.
Kalau kamu masih suka jalan duluan di depan dan gak mempedulikan temanmu yang ada di belakang, berarti kamu belum pantas mendaki gunung. Ingat, mendaki gunung adalah proses menaklukkan diri sendiri, termasuk ego yang kamu miliki.
10. Kamu menganggap remeh sebuah pendakian dan gak melakukan persiapan yang matang.
Nah, ini yang paling penting. Sebuah pendakian gak boleh kamu pandang remeh, meskipun gunung itu katanya ramah buat pemula. Modal fisik yang kuat aja belum cukup. Kamu juga mesti mengetahui seperti apa medan yang akan dilalui, dan perlengkapan apa aja yang mesti dibawa. Lalu, jangan lupa berolahraga beberapa minggu sebelum pendakian.
Terutama buat pendaki pemula, penting banget melakukan persiapan jauh-jauh hari. Camkan bahwa kondisi gunung itu gak bisa diprediksi. Lebih baik bersiap-siap daripada celaka di atas sana, ‘kan?
Mendaki gunung adalah pelajaran yang menyenangkan dan berharga, tentunya jika kita ikut menjaga diri dan lingkungan di atas sana. Gunung adalah milik bersama yang keindahannya boleh dinikmati semua orang. Jadi, kalau kamu masih mau jadi pendaki sembrono dan angkuh, mendingan urungkan niatmu mendaki deh.
Kredit feature image: indonesia360derajat.wordpress.com