Saat bulan Ramadan tiba, banyak sekali yang berburu takjil atau hidangan untuk berbuka puasa. Apalagi hidangan yang hanya bisa dijumpai saat Ramadan saja. Biasanya, takjil atau hidangan Ramadan bisa dijumpai di pasar tradisional atau memang sengaja dibagikan di masjid. Seperti bubur samin yang dibagikan gratis di Masjid Darussalam, Solo, Jawa Tengah.
Setiap habis Asar, masjid yang teletak di kampung Jayengan ini ramai diserbu warga dari segala penjuru Kota Solo yang mengantri untuk mendapatkan bubur samin. Di balik ketenaranya, asal-usul bubur samin punya cerita yang unik lo! Meski menjadi hidangan Ramadan yang ikonik di Solo, tapi sebenarnya bubur ini berasal dari masyarakat Banjar, Kalimantan Selatan. Yuk, simak info asal-usul bubur samin yang sangat melegenda ini!
ADVERTISEMENTS
Bubur samin dikenal juga dengan bubur banjar, pertama kali dikenalkan oleh perantau asal Banjar yang bermukim di Jayengan
Pada tahun 1890-an, pedagang permata dari Martapura mulai berdatangan ke Solo dan menetap di Jayengan. Mereka berasal dari suku Banjar yang saat itu berjualan permata di Pasar Klewer. Keberadan masyarakat Banjar di Jayengan turut memengaruhi budaya di sana. Mereka membawa tradisi dan kebiasaan di daerah asal untuk dikenalkan kepada penduduk asli Jayengan. Salah satunya, menyantap bubur yang dicampuri minyak samin khas Banjar. Hidangan bubur ini biasa mereka santap ketika Ramadan.
ADVERTISEMENTS
Bubur samin menjadi pengobat rindu para perantau Banjar pada kampung halaman mereka ketika Ramadan
Bubur samin pertama kali dijadikan takjil di Masjid Darussalam pada tahun 1965. Para perantau yang rindu kampung halaman saat itu berinisiatif untuk membagikan bubur samin sebagai takjil di masjid. Saat itu masih terbatas bagi jamaah masjid saja. Hal ini lama-lama menjadi tradisi dan selalu dinanti-nanti oleh para jamaah.
Bubur samin memang nggak ada di daerah lain, karena bubur ini dimasah menggunakan cara dan bahan-bahan khas dari Banjar. Kelezatan bubur samin membuat antusiasme masyarakat sekitar Jayengan semakin meningkat untuk menantikan bubur ini setiap Ramadan.
ADVERTISEMENTS
Pada tahun 1980-an pembagian bubur samin mulai dibagikan ke masyarakat umum dan dikelola oleh takmir Masjid Darussalam
Bubur samin nggak hanya dinikmati oleh jamaah masjid dan keluarga kurang mampu saja, semua orang boleh menikmati kelezatan bubur ini. Saking banyaknya peminat bubur samin, takmir masjid sampai harus membentuk panitia khusus berjumlah puluhan orang untuk bisa menyajikan 1100 porsi bubur tiap hari. Total ada 900 porsi bubur yang bisa dibawa pulang dan ada 200 porsi untuk dijadikan takjil bagi jamaah masjid.
ADVERTISEMENTS
Proses pembuatan bubur samin cukup unik. Dalam seporsi bubur, ada berbagai campuran sayur, rempah dan daging sapi
Usai salat Dzhur, panitia mulai sibuk menyiapkan keperluan memasak bubur samin di sekitar Masjid Darussalam. Tiap hari mereka mengolah 50 kg beras untuk dijadikan bubur. Campuran beras dan air dalam dandang besar diberi bumbu anek rempah seperti bawang merah, bawang putih, kapulaga, jahe, kayu manis, lengkuas dan minyak samin. Setelah dua jam direbus, kemudian ditambah santan dan aneka sayuran seperti kol, daun bawang, wortel, serta irisan daging sapi.
Jika kamu menikmati bubur samin saat buka bersama di Masjid Darussalam, kamu juga akan mendapatkan toping bubur berupa kurma dan sayur lodeh yang setiap harinya berganti-ganti. Cita rasa rempah-rempah yang kuat berpadu dengan gurihnya santan dijamin membuatmu ketagihan. Apalagi jika kamu menyantapnya langsung di sini, kamu juga akan mendapat secangkir kopi hitam.
ADVERTISEMENTS
Warga yang datang berasal dari berbagai penjuru kota Solo. Mereka datang dan mengantre sembari membawa wadah masing-masing
Usai salat Asar halaman Masjid Darussalam sudah ramai oleh warga. Mereka yang datang rela mengantre panjang demi bisa menikmati kelezatan bubur samin. Kegiatan ini seolah menjadi tradisi setiap Ramadan di kampung Jayengan. Bubur samin nggak hanya menjadi hidangan kala berbuka puasa, tapi juga memberikan makna kerukunan budaya.