Mendaki adalah aktivitas outdoor yang membutuhkan ketahanan fisik dan kesiapan mental yang mumpuni. Selain harus bertahan hidup di alam bebas, pendaki juga harus mengeluarkan biaya yang kadang tak sedikit untuk menyalurkan hobinya. Buat yang sudah kerja sih nggak masalah ya nyiapin biaya pendakian. Tapi kalau yang masih sekolah, mahasiswa, atau baru saja lulus? Ya gunung-gunung terdekat yang jadi solusinya. Murah meriah dan bisa buat foto kece di puncaknya.
Tapi buat kamu yang sudah selesai (maksudnya berpengalaman) dengan gunung-gunung di Indonesia semisal Mahameru, Prau, Merapi hingga Rinjani, lebih baik jangan berpuas diri. Memang sih gunung-gunung di Indonesia sudah terkenal keindahannya. Tapi yakin kalau di luar negeri sana tidak ada yang lebih indah? Jawabannya, banyak. Tinggal kita berani nggak menerima tantangan mendaki di gunung-gunung di luar negeri.
Buat kamu yang sering mendaki, Hipwee Travel bakal jelasin 7 perbedaan sensasi mendaki gunung di Indonesia dan di luar negeri. Siapa tahu kamu jadi tertarik mendaki ke sana. Hehehe.
ADVERTISEMENTS
Pertama, perbedaan mendasar adalah tentang prosedur keselamatan. Gunung di luar negeri sangat ketat dalam pendataan dan prosedur pendakian yang cukup rumit. Nggak semudah di Indonesia…
Buat kamu yang suka mendaki gunung-gunung seputaran Jawa Tengah maupun Jawa Timur, tidak akan ada kesulitan berarti untuk mendaki gunung. Kamu cukup datang ke basecamp pendakian. Menulis nama dan nomer HP, membayar biaya pendakian yang cukup murah. Lalu mendaki gunung sesukamu. Mau 2 hari, tiga hari atau seminggu di gunung, tidak masalah. Bebas. Sangat mudah untuk mengakses gunung.
Sementara di luar negeri, ambil contoh Gunung Kinabalu Malaysia, kamu harus daftar jauh-jauh hari ke pengelola yang notabene adalah swasta. Daftar online lagi. Kalau kuota harian yang cuma 100 orang penuh ya kamu nggak bisa dapat izin. Kalau dua hari ya harus dua hari, nggak boleh lebih. Sudah gitu, harganya mahal banget. Kamu juga bakal dapat ID Card, dan akan selalu dicek paspor dan ID Card kamu selama pendakian. Jadi sangat rumit, nggak semudah mendaki di Indonesia.
ADVERTISEMENTS
Kedua, masalah sampah. Karena filternya cukup ketat, maka minim sekali pendaki yang buang sampah sembarangan di luar negeri
Meskipun Nepal adalah negara yang cukup semrawut, tapi di trek pendakian Pegunungan Himalaya, baik Annapurna Base Camp, Everest Base Camp, dan lain-lain sangat bersih. Jarang sekali kamu bisa menemukan sampah di sana. Banyak sekali tempat sampah yang disediakan di tiap posnya. Sementara di gunung-gunung Indonesia, justru kamu bisa menemukan jalur trek pendakian yang benar jika mengikuti arah sampah. Pasti itu trek yang benar. Hehehe.
ADVERTISEMENTS
Ketiga, tiket masuk gunung di luar negeri cenderung mahal. Kalau di Indonesia ada yang menengah tapi kebanyakan murah meriah…
Permit pendakian ke gunung-gunung luar negeri relatif mahal. Sebut saja Annapurna Nepal bisa menembus 500 ribu per pendaki. Itu belum biaya penginapan dan makan di atas gunung. Atau Kinabalu di Malaysia bisa menyentuh 2 juta rupiah untuk permit sampai penginapan satu malam di Laban Rata (penginapan sebelum ke puncak). Mahal memang, tapi dengan bujet yang besar akan menyortir pendaki yang ‘sembarangan’. Satu hal lagi, fasilitasnya pun tergolong bagus banget. Jadi biaya berbanding lurus dengan fasilitas.
Sementara pendakian gunung di Indonesia tergolong cukup murah, sehingga fasilitas pun cukup terbatas. Lima ribu sampai 10 ribu sudah bisa untuk mendaki gunung. Sehingga wajar kalau semua orang (entah bisa ndaki atau enggak) ikut-ikutan tren mendaki gunung.
ADVERTISEMENTS
Oke, kita bicara fasilitas yang disediakan di gunung. Di luar negeri ada penginapan bahkan resto di atas gunung. Sementara di Indonesia, tidur ya harus bikin tenda, makan ya harus masak sendiri. Kalau perbekalan habis ya siap-siap aja bertahan hidup di alam bebas…
Di Kinabalu, setiap pendaki harus mempunyai guide meskipun kita tahu bahwa treknya sangat jelas dan cukup mudah. Ada beberapa pos pemeriksaan untuk mengecek ID Card kita. Makanan yang disediakan pun cukup mewah dan berenergi. Ada penginapan yang berdiri gagah tepat di bawah puncak. Di depannya ada helipad untuk mengevakuasi pendaki yang cedera atau tidak bisa melanjutkan perjalanan. Sementara di Annapurna Base Camp, ada desa di tiap 2 jam pendakian. Di penginapan sederhana itu, ada juga tempat makan dan kadang ada WiFI juga lho. Bedanya dengan Kinabalu, makanan dan penginapan di Annapurna terbilang cukup murah. Nggak perlu bawa banyak barang ‘kan di keril kamu?
Kalau kaya gitu mah bukan ndaki namanya, piknik. Nggak ada sensasinya.
Ya cobain dulu aja. Kalau kamu pulang dengan segar bugar ya kamu hebat lah. Pendakian di trek naik turun selama 7 hari (Annapurna Base Camp) atau 14 hari (Everest Base Camp), apalagi ketemu trek yang penuh salju selama musim dingin, bakal bikin fisik kamu capek banget. Bisa-bisa kena AMS (Altitude Mountain Sickness) kalau lagi nggak fit. Fasilitas bukan berarti menghilangkan sensasi pendakian tapi mempermudah pendakian dan mengurangi resiko yang fatal, seperti kelaparan, sakit dst yang akhirnya menghilangkan nyawa. Di Indonesia sering banget ‘kan pendaki meninggal cuma karena alasan sepele, nggak bawa baju hangat, nggak bawa makanan, atau nggak pernah naik gunung. Konyol banget ‘kan?
ADVERTISEMENTS
Terakhir, trek pendakian gunung di luar negeri kebanyakan sudah tertata dengan bentuk tangga-tangga batu. Sementara di Indonesia kebanyakan masih tanah dan pasir, yang lebih menantang sekaligus berbahaya
Cobain deh sesekali ke luar negeri, kamu pasti akan mengalami kesakitan tepat di lututmu. Hal ini dikarenakan trek pendakian kebanyakan seperti anak tangga yang tersusun dari batu. Jadi sangat menyiksa dengkul. Sementara jika di Indonesia trek pendakian masih alami tanah atau pasir. Jadi licin kalau hujan dan berdebu saat kemarau. Kalau untuk trek ini lebih bagus di Indonesia karena masih alami. Cuma kalau musim dingin seru banget mendaki di gunung bersalju. Dingin…
Nah, dari perbandingan tersebut, jadi tertarik nggak mendaki gunung ke luar negeri? Kalau belum ada duit, nabung dari sekarang ya. Siapa tahu kamu nanti ketagihan dan pengen jadi pendaki Seven Summit of The World! Siapa tahu ‘kan…