ADVERTISEMENTS
4. Mencambuki diri dengan rantai besi dan pisau belati umum dilakukan Kaum Islam Syiah sebagai bentuk penyesalan dan penebusan dosa
Kaum Islam Syiah memiliki cara sendiri untuk menyambut Bulan Suci Muharram. Di momen ini, untuk mengenang cucu nabi Muhammad yaitu Imam Hussein yang tewas dalam pertempuran Karbala di abad ke-17. Dalam ritual ini, orang akan mencambuki dirinya sendiri dengan rantai besi dan pisau belati tipis sampai tubuhnya berdarah-darah. Makna dari ritual ini adalah penyesalan karena nggak hadir dalam pertempuran dan nggak ikut berperang ataupun menyelamatkan Hussein. Ritual yang dikenal dengan nama Ritual Ashura ini konon bisa membebaskan diri dari dosa dengan menyesali dan menyakiti dirinya sendiri. Kalau kamu pernah nonton film PK, kamu pasti ngeri melihat Aamir Khan mencambuki dirinya sendiri untuk menemukan Tuhan.
ADVERTISEMENTS
5. Dancing with the dead bukan hanya soal zombie. Penduduk asli Madagaskar menggali mayat yang sudah meninggal dan mengajaknya menari dalam sebuah ritual festival
Sekilas, ritual ini mirip dengan ritual Ma’ nene di Tana Toraja. Yaitu sanak keluarga yang sudah meninggal digali dari kuburnya dan diajak kembali ke dunia hidup. Dalam tradisi orang Madagaskar, ritual ini disebut dengan Famadihana. Setiap tujuh tahun sekali, leluhur yang sudah meninggal digali dari kubur dan diganti pakaiannya. Setelah diganti, keluarga akan mengajak sang mayat untuk menari dengan live musik. Hewan-hewan dikurbankan dan dibagi-bagikan kepada tamu yang datang. Sementara tetua-tetua akan menjelaskan bagaimana pentingnya sosok leluhur yang sedang diajak menari. Kalau film zombie isinya cuma seram-seram, di tradisi Famadihana ini menari dengan mayat penuh kebahagiaan.
ADVERTISEMENTS
6. Suku Naulu di Maluku membawa kepala manusia sebagai mas kawin. Percaya atau nggak, ini benar adanya
Pada umumnya mas kawin berupa seperangkat alat sholat, cincin, dan beberapa hal sederhana lainnya. Namun dalam tradisi suku Naulu yang terletak di pulai Seram Maluku ini, mas kawin terbaik adalah kepala manusia. Ini serius. Ritual ini memiliki banyak maksud. Konon katanya memenggal kepala orang dan menjadikannya persembahan kan menjaga dan menguatkan rumah adatnya. Selain itu, ritual memenggal orang ini juga merupakan ritual penandaan seorang pria sudah dewasa. Saat pria sudah dewasa, dia diharuskan untuk memakai ikat kepala merah. Tapi untuk mendapatkan ikat kepala merah ini nggak bisa via beli ditoko, mereka harus terlebih dahulu memenggal kepala seseorang. Karena bertentangan dengan hukum Indonesia, ritual ini akhirnya dihentikan, dan terakhir kali dilakukan pada tahun 2005.
ADVERTISEMENTS
7. Suku Aghori Babas di India memakan mayat orang yang sudah meninggal, sebagai bentuk perlawanan atas rasa takut pada kematian
Dalam tradisi Hindu, ada beberapa tipe orang yang ketika sudah meninggal, jasadnya tidak bisa dikremasi. Beberapa yang termasuk golongan ini misalnya: orang suci, anak-anak, perempuan hamil dan tidak menikah, serta orang yang meninggal akibat gigitan ular. Jasad mereka akan dihanyutkan di sungai Gangga, yang dianggap sebagai sungai suci masyarakat India, khususnya yang beragama Hindu. Suku Aghori Babas akan mengambil jasad yang dihanyutkan ini dan memakannya secara ritual. Konon, ritual ini dilakukan sebagai wujud perlawanan atas rasa takut. Bagi orang Aghori babas, ketakutan terbesar makhluk hidup adalah kematian. Karenanya, memakan jasad orang yang sudah meninggal adalah satu cara untuk mengatasinya.
ADVERTISEMENTS
8. Setelah dikremasi, biasanya tulang belulang jenazah di simpan atau dibuang ke laut. Tapi dalam Ritual Yanomami, tulang abu jenazah harus diseduh dan diminum
Yanomami merupakan salah satu suku Indian yang cukup terkenal. Mereka hidup di pedalaman amazon, di dalam hutan hujan tropis dengan tradisi primitif yang masih sangat terpelihara. Mereka meyakini bahwa jiwa orang yang sudah meninggal harus dijaga dengan cara meminum abu tulang-tulangnya. Yanomami memandang kematian bukan sebagai peristiwa natural, melainkan sebagai serangan dari suku lain. Untuk memutus sekarang ini, mereka harus melenyapkan tubuh yang sudah meninggal. Karena itu, mereka memilih proses pembakaran, karena penguburan membutuhkan waktu lama untuk menghancurkan jasad. Sementara abu yang diminum, dipercayai akan membuat jiwa orang tersebut akan tersimpan dalam diri mereka. Duh, kayak apa ya rasanya seduhan tulang belulang?
ADVERTISEMENTS
9. Nggak hanya di India, Kanibalisme juga terjadi di dalam tradisi suku Fore, Papua Nugini. Jasad keluarga yang sudah meninggal dibagikan dan dimakan beramai-ramai oleh keluarga yang masih hidup.
Suku Fore di Papua Nugini juga memiliki tradisi Kanilabisme yang nggak kalah menyeramkan dengan yang suku Aghori Babas di India. Bedanya suku Fore hanya memakan mayat anggota suku. Ketika ada anggota suku yang meninggal, mayatnya akan dimasak dan dibagi-bagikan untuk dimakan bersama dengan harapan bahwa arwah orang yang meninggal itu tetap dekat dengan keluarga dan orang suku lainnya. Konon katanya, karena tradisi ini, ada penyakit yang mewabah sejak tahun 50an, dengan gejala tremor, tertawa tanpa henti, dan bicara yang mendadak cadel. Penyakit yang disebut The Laughing Sickness ini disebabkan oleh protein prion berbahahaya yang terletak di otak. Hii!
10. Suku Ifugao di Filipina menyiapkan Kursi Kematian untuk kerabat yang sudah meninggal. Bukannya segera dikuburkan, jenazah dibiarkan ‘duduk tenang’ di depan rumah selama 8 hari
Umumnya ketika ada keluarga yang meninggal, keluarga dibantu tetangga-tetangga, akan menyiapkan segala ritual pemakaman ataupun kremasi untuk umat Hindu. Namun dalam tradisi suku Ifugao ini sangat jauh berbeda. Ketika ada yang meninggal, sanak keluarga akan mendudukkan jenazah di kursi kayu yang diletakkan di depan rumah. Supaya jenazah tetap tegak, tubuhnya diikat. Sehingga yang terlihat, jenazah itu seperti sedang duduk santai di depan rumah, sementara kedua matanya ditutup karena orang yang meninggal nggak perlu melihat aktivitas orang-orang hidup. Ritual ini berlangsung selama delapan hari. Selama itu, sanak keluarga dan tetangga berdatangan untuk memberikan penghormatan terhadap jenazah. Hmm…kebayang nggak bagaimana wujud dan aroma jenazah selama delapan hari itu?
Walaupun kesannya seram dan sadis, setiap ritual itu memiliki makna dan filosofi yang sangat tinggi bagi suku yang menjalani. Ya, walaupun beberapa nggak sesuai dengan kemanusiaan, percaya atau nggak ritual-ritual itu dulu pernah menjadi hal yang biasa dan diyakini kebenarannya.
Huft, masih deg-degan nggak nih? Hehe…