Mayoritas dari kamu pasti sudah pernah dong ke Jakarta. Salah satu hal yang dipertanyakan dari negara ini adalah kebijakan untuk tetap meletakkan pusat pemerintahan dan pusat perekonomiannya di satu titik, sehingga pusat hiburan sampai pusat media massa-nya juga berkerumun di sana. Wajar saja jikalau kemudian kota itu padatnya minta ampun, lha tempat-tempat pentingnya terkonsentrasi di sana. Akhirnya, kegiatan dan aktivitas kerja pun terkumpul di kota dengan populasi sekitar 10 juta jiwa ini.
Isi Jakarta bukan cuma orang-orang yang memang menetap dan mencari nafkah di sana. Adanya banyak tempat hiburan dan rekreasi juga membuat Jakarta menjadi salah satu destinasi liburan favorit dari orang-orang Sabang sampai Merauke. Beberapa sekolah juga masih memilih Jakarta sebagai destinasi study tour. Padahal, apakah Jakarta adalah kota yang laik dan ideal dijadikan tempat bersenang-senang atau melepas penat?
Tak terhitung lagi musisi yang menggunakan lagu sebagai medium curahan hati mereka tentang Jakarta. Lucunya, jika kebanyakan lagu tentang kota asal itu isinya adalah ode atau puja-puji (“Yogyakarta” dari Kla Project misalnya), justru lagu-lagu ihwal Jakarta mayoritas bersifat kritikan, keluhan, hingga caci maki. Heran deh, kok banyak yang mau jadi gubernur di sana…
Nah, bukan bermaksud melarang kamu ke Jakarta, tapi kalau niatnya cuma berwisata atau menghabiskan masa libur, mending ke tempat lainlah. Saking luasnya, Indonesia itu nggak akan habis kok kamu jelajahi tujuh turunan. Yah, sekalian menyumbang pemasukan daerah dong buat provinsi lain. Biar nggak Jakarta aja yang kaya raya.
Tapi, kalau kamu tetap mengeyel, atau memang udah ngebet banget foto-foto di Monas atau Ancol misalnya, ya okelah. Cuma alangkah baiknya jangan masukin lagu-lagu berikut ini ke playlist perjalananmu. Daripada nanti udah bete duluan sebelum sampai Jakarta.
ADVERTISEMENTS
1. Slank – Jakarta Pagi Ini, kalau kata Kaka Slank di liriknya sih “tempatku bukan di sini”
Aku seperti terbang nggak memijak bumi
Di antara merahnya emosi Jakarta yang
Semakin ternodai
Slank udah jadi salah satu ikon musik Jakarta dengan logat bernyanyi milik Kaka serta gaya bahasa di lirik-lirik mereka. Tapi mereka sendiri kadang merasa tidak nyaman dengan hiruk pikuk kotanya, terutama nuansa momentum berbondong-bondong orang berangkat kerja di pagi hari. Kamu bisa mendengar aksi sabung desing feedback gitar di akhir lagu yang sengaja mengingatkan pada suara pengang khas jalan raya.
ADVERTISEMENTS
ADVERTISEMENTS
ADVERTISEMENTS
2. Iwan Fals – Sore Tugu Pancoran, sebuah dongeng tentang korban kekejaman ibu kota
Si budi kecil kuyup menggigil
Menahan dingin tanpa jas hujan
Di simpang jalan tugu pancoran
Si Budi ini sebenarnya bisa ditemukan di manapun. Nggak harus di Pancoran atau Jakarta, melainkan ada juga di banyak perempatan kota besar. Tapi itu memang cuma salah satu contoh dari bagaimana Bang Iwan menggambarkan korban-korban dari kesenjangan sosial yang semakin menjulang tinggi di Jakarta.
ADVERTISEMENTS
ADVERTISEMENTS
3. Benyamin S. – Kompor Meleduk, legenda Betawi ini mengingatkan bahwa Jakarta punya hobi banjir itu sudah sejak zamannya
Aah….! Nya’ banjir!
Jakarta kebanjiran, di Bogor angin ngamuk
Lagu ini adalah mahakaryanya almarhum Benyamin S. Kendati ada warna komedinya, namun wacana yang dibawa di liriknya itu serius. Di eranya, Bogor memang sering dituduh mengirim banjir ke kawasan Jakarta.
4. Glenn Fredly – Jakarta, susah deh mau bergalau-galau di Jakarta
Merajut sendiri kisah-kisah terindah
Di tengah nafsu angkuhnya deru kota
Lagu ini sebenarnya masih berkutat di tema asmara. Glenn bernyanyi tentang memori dan kenangan yang terombang-ambing dalam debu kusam Jakarta. Beda dengan kota lain yang lebih ayem dan teduh\, kencangnya ritme kehidupan di Jakarta membuat kamu lebih susah untuk merenungi atau menapaki jejak-jejak nostalgia.
5. The Changcuters – Awas Angkot, kuintet asal Bandung ini bikin lagu tentang penguasa jalanan raya Jakarta: angkot!
For Your Info : Angkot Jakarta itu masih bersaing keras dengan ibu-ibu naik motor matic dalam puncak peringkat benda paling berbahaya di jalanan.
6. Seringai – Membakar Jakarta, dari kalangan musik cadas juga punya lagu amarah terhadap Jakarta!
Rutinitas ini, kebosanan ini, begitu nyata.
Tak ada rantai, tak ada belenggu, tenggelam dan masih bernafas.
Mendesain kehidupan, mendesain kematian, semua yang tercipta.
Rutinitas yang menjemukan adalah sesuatu yang mesti kamu hadapi kalau menetap di Jakarta. Berangkat kerja-macet-kerja-pulang kerja-macet-tidur-berangkat kerja lagi-macet lagi-…… Dibakar saja!
7. Sore- Map Biru, mainmu kurang jauh kalau masih berpikir tidak akan ada pengangguran di Jakarta
sapu lidi menyapa fajar
ku berjalan sendiri menanti
di hamparan kerumunan gatot subroto
nasib hamba tak tau rimbanya
Entah apakah masih ada orang yang berjalan lunglai dari satu perusahaan ke perusahaan lain di jalan Gatot Subroto dengan menenteng map. Namun. lagu ini melukiskan kerasnya persaingan mencari nafkah sebuah medan yang katanya “pusat lapangan kerja”.
8. Bangkutaman – Ode Buat Kota, sebuah nomor satir yang ditujukan pada atmosfer sosial-lingkungan hidup Jakarta
Untuk mereka yang selalu ada di televisi
Untuk mereka yang saling menipu diri
Untuk mereka yang berlari di lingkaran setan
Untuk mereka yang selalu bermain peran
Kendati menggunakan istilah “ode” di judulnya, namun lagu ini justru penuh dengan sindiran. Bukan hanya untuk kotanya, melainkan juga sebagian penduduknya yang mereka anggap terlalu kompetitif hingga seringkali melibatkan intrik dan tipu daya dalam berinteraksi dengan sesamanya.
9. Navicula – Metropolutan, pesan dari pelesetan judulnya sudah cukup jelas ‘kan?
Orang anti kata antri
Semua mau berlari
Berlarilah sampai mati
Kuartet grunge ini berasal dari Bali. Jadi mungkin saja mereka juga dalam posisi sebagai turis tatkala menulis lagu dengan lirik marah-marah ini.
10. Maudy Ayunda – Jakarta Ramai, sebuah balada sendu untuk riuh rendah Jakarta yang semu
Senja menyambut kota yang lelah ini
Dan dia bertanya bagaimana hari mu
Sama seperti Jakarta milik Glenn, lagu ini juga lagu romantika yang melankolis. Namun, Maudy Ayunda memilih mengambil Jakarta sebagai latar situasi yang mewakili suasana yang ramai namun tidak hangat. Meski gemerlap, namun Jakarta tetap mendatangkan sepi bagi individu-individu yang kelelahan dan resah di dalamnya.