Menjelang Imlek, kita banyak menemui aneka hal-hal yang berbau perayaan tahun baru umat Tionghoa. Meskipun di Indonesia bukan mayoritas, tapi di daerah tertentu yang memang banyak penduduk Tionghoa-nya pasti punya ciri khas perayaannya sendiri. Aneka barang-barang yang berwarna merah keemasan, barongsai, lampion, angpau dan kue keranjang mendadak muncul di pasaran dan dijual dengan harga yang miring. Termasuk tentang kuliner babi.
Akhir-akhir ini, kita mendapatkan berita tentang adanya Festival Kuliner Babi di Semarang yang diprotes dan akhirnya diganti nama menjadi Festival Kuliner Imlek namun tetap pada menu yang sama: aneka daging babi dan olahannya.
Nah di sini, saya sebagai penulis Hipwee memberikan opini kekurangsetujuan dengan pengubahan nama ini. Bukan soal substansinya, tapi dengan alasan-alasan di bawah ini, – tetap menyebut acara kuliner tersebut sebagai acara bertajuk menu babi, justru lebih punya nilai manfaat dan rasa aman bagi semua pihak.
ADVERTISEMENTS
Daging babi, suka tidak suka, dia punya pangsa penggemarnya sendiri. Khususnya untuk mereka yang beragama non Muslim
Makanan berbahan daging babi memiliki penggemarnya sendiri. Inilah yang menjadi ceruk pasar yang cukup potensial. Sesuai prinsip ekonomi, jika ada yang berminat, tentunya pasar akan menyediakan. Coba saja kalau ada orang yang suka makan kodok, pasti di suatu tempat akan ada orang yang jualan kodok rica-rica.
Di sisi sebaliknya, orang-orang yang tidak memakan babi dan menolak untuk memakannya juga sangat banyak. Apalagi di Indonesia, yang mayoritas beragama Muslim ini. Makanan berbahan dasar babi lebih jarang ditemui. Namun bukan alasan untuk menolak kehadiran kuliner babi di tengah-tengah masyarakat yang memang berbeda-beda agama dan nenek moyang ini.
Kalau kamu nggak suka pepes kadal, dan kadal bukan merupakan binatang yang dilindungi, apakah orang-orang yang memakan kadal serta merta akan memberikan gangguan padamu?
ADVERTISEMENTS
Seperti opor ayam pada hari raya Lebaran, masakan daging babi juga merupakan ciri khas untuk perayaan Imlek dan merupakan bagian dari budaya
Opor ayam adalah salah satu tradisi kuliner nusantara yang kehadirannya di Lebaran nggak pernah absen. Termasuk juga kuliner babi yang menjadi khasnya Imlek. Adalah hak setiap orang untuk melestarikan kuliner warisan mereka masing-masing, bukan?
ADVERTISEMENTS
Dengan membuat perayaan festival kuliner babi, tidak lantas sama dengan mencederai kepercayan umat lain. Itu ‘kan lebih mirip festival internal
Mirip dengan perayaan Sekaten yang diselenggarakan di Jogja untuk penduduk keraton. Festival kuliner babi juga ditujukan untuk kalangan orang-orang yang memang dibolehkan memakan babi, terutama saudara kita dari etnis Tionghoa karena perayaan ini diselenggarakan bertepatan dengan suasana Imlek.
ADVERTISEMENTS
Justru dengan secara gamblang menyebut “kuliner babi”, artinya menjadi rambu tersendiri bagi orang yang tidak makan babi agar tidak datang ke acara tersebut
Nah, di sinilah poinnya. Dengan menyebut secara gamblang sebagai ‘kuliner babi’, justru orang-orang akan semakin aware. Bagi mereka yang penggemar babi tentunya akan gembira dengan festival ini, karena bisa menemukan aneka menu dalam satu tempat. Sebaliknya, bagi yang menghindari babi, maka akan lebih mudah untuk menghindarinya.
Bayangkan kalau sebutannya adalah ‘Festival Kuliner Januari’ tetapi dengan menu (tetap) dari babi. Orang-orang Muslim khususnya, akan kurang ngeh dan bisa saja datang ke acara tersebut dan memakan makanan yang tidak halal. Padahal, membedakan agama seseorang dari wujud rupa dan pakaian (kecuali cewek berhijab) itu hal yang cukup sulit. Penjual kuliner babi pastinya akan lebih repot memilah-milah pembeli ‘kan?
Mas, ini rica-ricanya pakai daging babi. Masih mau pesan, nggak?
Masalah itu nggak akan ada lagi ketika sudah disebutkan di awal bahwa acara tersebut menjual kuliner babi.
ADVERTISEMENTS
Tips untukmu yang jengah dengan istilah ‘kuliner babi’, pilihannya ada 2: tidak usah datang, atau bikin festival kuliner tandingan. Di mana-mana yang namanya acara makan-makan pasti bikin orang senang. Mana acaramu, sini saya mau datang
Solusi paling masuk akal untuk kamu yang menghindari makan babi adalah dengan tidak perlu datang ke acara festival babi (karena percuma, yang kamu temui juga kuliner non halal semua). Atau membuat festival serupa yang bisa mengangkat nilai kuliner yang kamu inginkan. Misalnya kamu suka durian, buatlah festival belah duren bersama. Syukur-syukur yang bisa memecahkan rekor MURI. Masyarakat juga tambah senang ‘kan?