Bagaimana WFH pasca pandemi? | Ilustration by Hipwee via www.hipwee.com
Kadang merasa nyaman banget kerja sambil rebahan dan atur waktu produktif sendiri yang penting kerjaan beres. Tapi kadang butuh ketemu langsung dengan kolega dan kangen suasana kantor :’)
Siapa nih yang mengalami kebimbangan semacam ini? Sejak pemerintah menghimbau perusahaan untuk menerapkan sistem kerja dari rumah atau Work From Home (WFH) karena pandemi, sistem kerja perlahan dan secara tiba-tiba berubah. Padahal awalnya WFH direncanakan hanya berlangsung selama 2 minggu per April 2020, eh tapi nyatanya hingga saat ini masih banyak perusahaan yang masih menerapkan kebijakan tersebut. Beberapa kali boleh masuk kantor, lalu balik lagi WFH entah sampai kapan. Apa bakal begini terus?
“Pak/Bu, Mas/Mbak, kita WFH sampai kapan ya?”
Pertanyaan semacam ini mungkin paling banyak diterima bagian personalia atau atasan di perusahaan dari para stafnya. Ketidakpastian sampai kapan pandemi berlangsung juga menjadi ketidakpastian yang sama terhadap sistem WFH saat ini. Meski kebijakan sistem kerja sejak pandemi tiap perusahaan berbeda-beda, tapi pada dasarnya sistem WFH yang sangat fleksibel dianggap paling tepat untuk menghadapi berbagai kondisi baik pandemi maupun setelahnya.
Pertimbangan inilah yang membuat kerja jarak jauh atau remote working, istilah sebelum ada pandemi banyak diterapkan oleh perusahaan berbasis teknologi di negara-negara maju. Ah, jadi curiga jangan-jangan bakal WFH selamanya~
ADVERTISEMENTS
Sebelum pandemi, sistem work from home biasanya hanya terbatas dilakukan perusahaan berbasis tech seperti Google. Mereka pula yang tampaknya paling getol ingin lanjut WFH, bahkan setelah pandemi usai
Pandemi seakan-akan memberikan konfirmasi bahwa mereka bisa melakukan WFH dalam skala yang lebih besar | Credit by Enrique Dans on Commons Wikimedia
Sebenarnya, ada 20 persen pekerja di seluruh dunia yang kerja jarak jauh sebelum pandemi, dalam artian nggak datang ke kantor sama sekali selama bekerja. Supaya bisa menerapkan sistem kerja ini, tentu pekerjaannya pun nggak bisa sembarangan. Hanya orang-orang yang bekerja di depan perangkat komputer dan memanfaatkan jaringan internet yang bisa menerapkan sistem ini. Salah satu perusahaan yang menerapkan kerja jarak jauh adalah Google. Jauh sebelum pandemi yang membentuk sistem WFH, Google sudah menerapkannya lebih dulu.
Saat pandemi, Google menerapkan hampir 100 persen karyawannya untuk WFH. Meski saat ini pandemi sudah mulai bisa ditangangi, terlebih lagi angka vaksinasi terus meningkat, bukan berarti Google siap mengembalikan sistem kerja seperti semula. CEO Google, Sundar Pichai bahkan sudah memberikan surat edaran pada karyawannya melalui Inside Google, tentang rencana sistem kerja mereka. Pichai menyampaikan jika banyak karyawan Google masih nyaman WFH dan perusahaan akan mendukung hal tersebut.
Pada akhirnya, meski nanti pandemi sudah usai Pichai hanya akan memberlakukan 60 persen karyawan yang bekerja di kantor, 20 persen bekerja di tempat lain mungkin semacam coworking space, dan 20 persen lainnya bekerja dari rumah. Melansir dari CNN Business, sejumlah perusahaan besar seperti Facebook juga menerapkan langkah serupa, mereka membentuk kebijakan 50 persen karyawannya untuk WFH hingga 5 sampai 10 tahun ke depan. Selain itu, Twitter juga siap menerapkan WFH selamanya untuk sebagian karyawan, ada pula Square, Shopify, Groupe PSA, Box dan Slack yang menerapkan hal serupa.
ADVERTISEMENTS
ADVERTISEMENTS
Namun bagi sebagian besar perusahaan atau institusi pada umumnya, pandemi adalah masa transisi yang sangat berat. Semua harus dengan cepat mengubah sistem kerja dan menyiapkan kebutuhan kerja online
Sistem kerja baru membuat karyawan harus WFH | Credit by Tima on Pexels
Bagaimana menurutmu, WFH di Indonesia? Apakah kamu merasa puas dan nyaman? Sebenarnya, nggak hanya di negara kita saja yang mungkin sedikit kaget dengan WFH. Bagaimana pun pandemi memang memaksa kita mau nggak mau mengubah sistem kerja yang ada. Tapi tenang, kamu nggak sendirian kok, karena Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi DKI Jakarta mencatat sebanyak 3.290 perusahaan menerapkan WFH sejak April 2020 lalu.
Selain karyawan perusahaan, pegawai negeri dari berbagai profesi misalnya guru pun terpaksa mengikuti kebijakan WFH karena sekolah dan kampus ditutup. Melansir dari Mckinsey, pada akhirnya pandemi memang membentuk budaya baru dalam bekerja, sekaligus mengubah tatanan ekonomi secara signifikan. Banyak proyek yang harus tertunda bahkan gagal karena WFH dan banyak proyek baru yang tercipta dari sistem kerja seperti ini.
Pandemi seolah nggak hanya mengubah sistem kerja saja, tapi membuka dan menutup banyak kesempatan dan peluang bagi para pekerja. Bahkan nggak hanya sistem kerja semata, perekrutan karyawan pun demikian. Bahkan ribuan karyawan baru sudah menghabiskan waktu lebih dari satu tahun untuk WFH sejak hari pertama bekerja.
ADVERTISEMENTS
ADVERTISEMENTS
Meski ‘terpaksa’, banyak yang akhirnya justru melihat keuntungan dari WFH. Sistem kerja fleksibel ternyata bisa berdampak positif bagi industri atau individu tertentu
Suasana kantor saat sebagian karyawan harus WFH | Credit by Marc Mueller on Pexels
WFH yang diterapkan banyak perusahaan secara tiba-tiba memang menimbulkan berbagai dampak positif dan negatif, tergantung dari sisi mana kita melihatnya. Banyak perusahaan yang menganggap WFH sebagai percepatan pertumbuhan ekonomi, karena nggak membatasi perekrutan dari berbagai daerah dan memungkinkan pelamar dari kota-kota kecil mendapatkan kesempatan yang sama untuk mendapat pekerjaan dengan mudah. Hal ini pula yang dipertimbangkan oleh Facebook saat memberlakukan WFH lebih lama pada karyawannya.
Selain itu, perusahaan menilai mereka nggak membebani karyawannya untuk datang ke kantor yang bisa menambah pengeluaran seperti transportasi, sewa tempat tinggal, dan gaya hidup yang tentunya mengikuti lingkungan pekerjaan. Hal lain yang jadi pertimbangan adalah sistem kerja yang fleksibel bisa diterapkan sendiri oleh karyawan sehingga komitmen kerjanya justru lebih meningkat. Misalnya, bisa kerja sambil rebahan, tapi deadline tetap harus tepat. Hal ini menjadi semacam simbiosis mutualisme antara karyawan dan perusahaan saat WFH.
Namun, karyawan yang nggak bisa berkomitmen terhadap pekerjaan juga menjadi salah satu kendala bagi perusahaan. Sebenarnya nggak hanya soal komitmen saja, kadang persoalan teknis juga menjadi kendala dalam bekerja. Mungkin hal ini juga dirasakan sendiri oleh karyawan. Tapi dampaknya juga cukup dirasakan oleh perusahaan, misalnya produktivitas yang menurun, target yang nggak terkontrol dan sulit tercapai.
Semua pasti berharap pandemi cepat selesai, tapi sepertinya tidak semua ingin kembali lagi ke kantor. Bahkan sebuah studi menunjukkan kebanyakan karyawan menganggap WFH sebagai pengalaman positif
Kebimbangan WFH bagi karyawan | illustration by Hipwee
Menyoal dampak ekonomi yang lebih baik bagi karyawan sebenarnya cukup bisa dirasakan. Bagaimana pun bekerja di rumah memang dianggap lebih hemat. Namun, bukan berarti nggak ada kebutuhan yang justru bertambah, misalnya kuota internet dan perangkat elektornik untuk bekerja. WFH juga membuat karyawan memiliki kesempatan pengembangan diri yang mungkin lebih luas. Waktu yang fleksibel membuat kita sebagai karyawan bisa mengatur waktu tanpa terikat jam kerja.
Sayangnya, waktu yang fleksibel ini kadang justru jadi bumerang. Ada pekerjaan yang menerapkan jam kerja fleksibel tapi jumlah jamnya sama seperti kerja di kantor, misalnya 8 jam per hari. Ada pula yang fleksibel 24 jam standby on call, alias jam berapa pun harus siap untuk kerja. Nyatanya WFH membuat kita nggak punya batasan waktu yang jelas kapan saatnya untuk mengurus kehidupan di dalam pekerjaan dan kapan saatnya mengurus kehidupan pribadi.
Kedati demikian, tampaknya WFH yang kita jalani cukup berjalan baik dan memuaskan. Melansir dari sebuah survei yang dilakukan oleh Tirto dan Jakpat mengenai pengalaman WFH dari karyawan di Indonesia, ternyata dari 1500 responden 15,8 persen menilai sangat positif terhadap WFH yang mereka jalani. Sementara itu 33,3 persen menilai positif, 43,5 persen cukup positif, 5,8 persen menilai negatif dan 1,6 persen menilai sangat negatif.
Nah, bagaimana menurutmu? Apakah ada yang tetap ingin lanjut WFH setelah pandemi? Atau udah bosan ingin kembali kerja kantoran? Hingga saat ini kebijakan WFH mungkin masih diterapkan oleh pemerintah dan diputuskan oleh perusahaan. Namun, setelah pandemi usai pertimbangan manfaat bagi karyawan dan perusahaan tentu menjadi hal yang mempengaruhi keputusan apakah WFH akan berlanjut atau kembali ke sistem kerja seperti sedia kala.
Meski pandemi mengubah sistem kerja dan membuat para pekerja harus jungkir balik menyesuaikannya, kita para pengabdi WFH tetap harus bersyukur karena pandemi juga banyak sekali merenggut pekerjaan di perusahaan yang terpaksa harus gulung tikar :’)
Baca sepuasnya konten-konten pembelajaran Masterclass Hipwee, bebas dari iklan, dengan berlangganan Hipwee Premium.