Menjadi seorang public speaker adalah sebuah perjalanan panjang bagi saya. Sebelum muncul di depan layar kaca, permasalahan yang saya alami bukan hanya perkara menenangkan rasa gugup, namun yang jarang orang tahu saya sempat harus mengalami menjadi korban stereotyping juga karena memiliki fisik yang sering dianggap ‘berbeda.’ Selama bertahun-tahun saya mengalami pengalaman tidak menyenangkan karena penampilan.
Akan tetapi, saya tidak mau berhenti. Konsistensi dan pelajaran yang saya ambil dari berbagai pengalaman yang saya lewati justru akhirnya membawa saya hingga mencapai titik saat ini. Tak ingin berfokus pada penampilan saja, membangun rasa percaya diri dan melakukan proses komunikasi menjadi efektif terus saya pelajari.
Pun, setelah saya amati kemampuan komunikasi tak hanya dibutuhkan untuk seseorang yang ingin menjadi presenter atau MC seperti saya, lebih dari itu, kemampuan public speaking akan membantu banyak orang untuk ‘menang’ dalam berbagai kesempatan.
ADVERTISEMENTS
Sebelum membicarakan tips, saya ingin membagi pengalaman saya menjadi korban stereotyping
ADVERTISEMENTS
Kamu sedang membaca konten eksklusif
Dapatkan free access untuk pengguna baru!
Jauh sebelum muncul menjadi seorang presenter di televisi ‘masa kini’, saya sudah menggeluti dunia public speaking secara profesional sejak tahun 2006. Berawal ketika terpilih jadi 10 besar finalis VJ hunt tahun 2006, saya mendapat booster kepercayaan diri. Hingga akhirnya, saya bergabung dengan beberapa stasiun televisi swasta untuk membawakan beberapa program hingga saat ini. Walau kelihatannya jalan saya di bidang ini seolah mulus-mulus saja, tapi saya juga sering menjadi korban stereotyping.
Berbagai audisi sudah saya ikuti tapi paling pol saya hanya mampu menjadi juara 2. Komentar yang saya terima biasanya sama, “Wah, Shafira lancar ya ngomongnya. Bagus.” Tapi, lanjutannya pun juga semuanya hampir serupa, “Nanti dikabari lagi ya.” Tanpa benar-benar dikabari lagi setelahnya. Bahasa kekiniannya, saya sudah di-ghosting sejak saat itu. Alasan yang jelas baru saya ketahui setelah seorang teman dekat yang juga jadi bagian penyelenggara bilang ke saya yaitu karena……kulit saya gelap.
Bukan hanya dalam kompetisi saja, bahkan saya juga pernah diundang ke sebuah reality show untuk menjadi salah satu pemeran di sana. Saya sudah datang, rapi, namun kemudian disuruh pulang lagi karena dirasa kurang menarik dan kurang seksi. Padahal, sudah ada perjanjian yang sebelumnya disepakati.
Untungnya, saya lahir di lingkungan yang beragam. Di sekolah pun banyak yang berbeda serta tidak pernah ada diskriminasi atau justru dianggap spesial. Jadi, saya sama sekali tidak pernah terganggu dengan komentar yang datang. Begitu masuk ke lingkungan yang lebih besar dengan tuntutan yang lebih banyak, saya baru sadar bahwa ini tingkatan yang berbeda saja. Namun, mungkin ada orang-orang yang juga menjadi korban hingga kehilangan kesempatan-kesempatan seperti saya dan mungkin sulit untuk berdamai dengan diri sendiri.
At the end of the day, dengan kemampuan yang dimiliki, seperti apapun bentuknya, saya percaya bahwa seseorang pasti akan menemukan mangkuknya, entah sebesar apa, asal benar-benar mau tekun.
Saya sendiri merasa bahwa alasan saya sampai bisa ke titik saat ini adalah karena saya tidak berhenti. Saya tetap maju walau dipandang sebelah mata karena penampilan. Saya tahu tujuan saya, saya tahu apa yang akan saya lakukan. Jika ada komentar seperti fisiknya begini atau begitu, ya sudah lewat saja.
ADVERTISEMENTS
Kemampuan public speaking itu bukan bakat, tapi hasil latihan. Begitupun di kasus saya
Saya tidak dari lahir dengan bakat berkomunikasi. Saya nurtured, saya belajar, les, mengambil course, ikut pelatihan, datang ke seminar, dapat banyak referensi lewat tontonan, juga ikut organisasi.
Saya percaya bahwa komunikasi adalah kunci dari berbagai hal. Saya bisa bilang begini karena saya sudah bertemu orang dari berbagai latar belakang dan saya belajar bahwa seseorang bisa gagal, seseorang bisa sukses, seseorang bisa naik atau turun tergantung dengan ide-ide dan pemikirannya.
Sekarang mungkin saya terlihat lebih luwes, namun dulu saya tidak secair ini. Jika kamu merasa sama dengan saya atau bahkan merasa awkward, kuncinya adalah ‘referensi.’ Tidak perlu menjadi ‘heboh’ karena dengan berbicara kalem pun, komunikasi bisa berjalan. Perlu diingat bahwa esensi dari komunikasi itu sendiri adalah menyampaikan pesan, ada yang ditangkap, dan ada respons. Dengan memiliki referensi, maka komunikasi akan berjalan dengan lebih lama dan mengalir.
Banyak mendengar adalah salah satu cara mendapatkan referensi. Banyak orang yang ketika berada di dalam sebuah pertemuan misalnya, mereka buru-buru ingin merespons. Makanya, ambil peran untuk mendengarkan dulu alih-alih memaksa untuk berbicara. Jangan lupa juga banyak baca semua informasi dari yang penting hingga tak begitu penting, dari yang perlu sampai yang receh.
ADVERTISEMENTS
Public speaking akan makin menarik jika yang menyampaikan memiliki ciri khasnya sendiri
Yang membantu membentuk karakter saya salah satunya adalah MTV, mereka membantu saya untuk menjadi diri sendiri. Dulu, sebelum ke kantor MTV, saya catokan melulu. Suatu hari ketika pulang kuliah, saya datang ke MTV dengan rambut saya yang masih awut-awutan. Saya pikir “Ya udahlah, waktu itu datang ke PH aja nggak lolos.” Namun ternyata, besoknya saya malah disuruh datang lagi dengan rambut yang tergerai, tanpa diikat.
Dari sana, saya belajar bahwa justru hal-hal yang ada di dekat kita sendiri yang akan menjadi ciri khas kita. Kadang kita sibuk mencari di mana sih character building, padahal itu sangat dekat; ada di dalam diri sendiri. Tinggal kita eksplor diri kita lebih banyak. Apa hobi kita? Apa yang kita sukai? Suka dengerin lagu apa? Kenapa suka ke laut? Dan lain sebagainya.
Selain apa yang kita suka, kita juga perlu tahu apa yang tidak kita suka. Jangan dilakukan. Ada banyak orang yang sengaja menabrak hal-hal yang membuat mereka tidak nyaman, padahal kelihatan kok kalau kita tidak nyaman. Mungkin cara berpakaian, misal tidak begitu nyaman menggunakan baju ketat tapi dipaksakan. Takutnya, nanti kalau tidak nurut, kita diomongin orang. Padahal hal-hal akan berubah, orang-orang tersebut akan pergi dan yang kita lakukan bisa saja akan terus kita lakukan sampai kapanpun.
ADVERTISEMENTS
Ada beberapa rahasia lain untuk meningkatkan kepercayaan diri saat melakukan public speaking
Kemampuan public speaking juga akan penting untuk berbicara di depan banyak orang, untuk presentasi, atau mungkin pitching. Beberapa hal ini mungkin bisa kamu terapkan:
- Paham dengan apa yang kita lakukan, yakin dan pastikan dulu bahwa materi yang kita sampaikan misalnya beda dari yang lain. Saya punya materi yang terbaik atau bikin yang datang mungkin nggak menyangka bahwa saya akan menyampaikan dengan cara ini. Make it special. Jadi, setiap orang akan penasaran lagi sehingga kita juga ikut percaya diri. Kita dapat energi itu dari peserta dan jadi amunisi dari lawan bicara.
- Mengenali audience juga sangat penting. Cara kita menyampaikan suatu topik dengan audience ibu-ibu, tentu berbeda dengan audience mahasiswa. Untuk itu, kita perlu memiliki sudut pandang yang banyak, wider our perspective, dengan cara mencari referensi sebanyak-banyaknya. Jadi, kita perlu tahu apa yang sedang tren di suatu komunitas.
- Supaya lebih nyaman dalam menyampaikan materi maka ada baiknya kita datang dulu sebelum audience datang sehingga kita akan memiliki waktu lebih untuk ‘mengakrabkan diri’ dengan suasana saat itu.
- Melihat referensi berupa cara orang lain dalam melakukan berkomunikasi atau melakukan public speaking juga bisa dilakukan. Akan tetapi, bukan copy paste, melainkan memahami metode seperti apa yang mereka gunakan. Maksudnya, misal kita melihat seseorang melakukan analogi, maka bukan kalimat analoginya yang kita tiru namun metode menggunakan analoginya yang mungkin bisa diterapkan. Supaya tidak lupa, saya biasanya mencatat beberapa metode ini saat menonton orang lain melakukan public speaking.
- Melakukan kesalahan-kesalahan itu tidak apa-apa. Malahan, jika kita terlalu berusaha untuk menghindari kesalahan, itu sendiri sudah merupakan kesalahan. Dari kesalahan tersebut, kita justru bisa terus berlatih. “Practice makes progress” bukan makes perfect karena jika kita sudah merasa sempurna maka nanti kita akan merasa tak ada lagi yang perlu diperbaiki.
ADVERTISEMENTS
Gugup dalam public speaking itu normal. Bahkan dibutuhkan! Selama……
Seringnya, saat melakukan public speaking atau bahkan sekadar mengobrol dengan orang yang memiliki jabatan di atas kita, rasa gugup mungkin akan muncul lebih dari biasanya. Rasa gugup itu justru harus tetap di-maintain dalam level mild. Kalau hilang, jangan-jangan excitement-nya hilang juga, jangan-jangan sudah tidak ada respect, jangan-jangan sudah tidak menghargai apa yang kita lakukan. Hal ini harus dievaluasi. Tapi, rasa gugup yang di-maintain harus yang meningkatkan semangat atau kreativitas ya.
Walaupun orang-orang mungkin memiliki ilmu yang lebih banyak atau posisi lebih tinggi, yang perlu ditanamkan adalah pemikiran bahwa saat bertemu, kita berada dalam konteks profesional bukan personal.
Ketika kita sudah merasa, “Tapi dia gini………” berarti hal tersebut bersifat personal yang muncul dari dalam diri kita sendiri. Dengan switch ke mode profesional otomatis saya akan merasa saya sama dengan beliau.
Saya bekerja, beliau bekerja. Beliau mungkin punya ilmu yang kita tidak punya, tapi kita juga punya ilmu yang mungkin beliau punya. Jadi, ada proses transfer energi.
Public speaking mungkin gampang-gampang susah, apalagi untuk kamu yang mungkin tak hanya harus mengalahkan rasa gugup semata, namun harus bergelut dengan berbagai insecurities yang selama ini mengikis kepercayaan diri. Akan tetapi, satu yang perlu kamu ingat dan sudah saya buktikan sendiri, bahwa dengan konsisten dan terus mengasah kemampuan alih-alih hanya penampilan, maka saya yakin pada akhirnya kamu akan menemukan wadahmu sendiri.
Catatan Redaksi: Konten ini dibuat secara co-create antara pihak content creator dengan tim konten Hipwee Premium