Jika diperhatikan, kian ke sini cara para brand besar dalam beriklan rasanya semakin kreatif, apalagi semenjak maraknya penggunaan media sosial. Jika dulu iklan hanya ditayangkan di televisi dan di billboard di pinggir jalan, kini media yang digunakan jadi lebih bervariasi. Bahkan jika iklan tersebut muncul di televisi atau billboard sekalipun, akhirnya yang menjadi salah satu ciri iklannya berhasil adalah ramainya si iklan dibicarakan di media sosial. Hal ini tak bisa dicapai jika konten dibuat layaknya iklan konvensional yang terlalu ingin menunjukkan produk mereka.
Sebaliknya, justru iklan yang bukan terlihat seperti sangat mau berjualan malah berpotensi untuk menjadi lebih berhasil baru-baru ini. Nah, untuk mengetahui maksudnya, kita simak yuk penjelasan berikut ini!
ADVERTISEMENTS
Mungkin kamu ingat ada beberapa konten yang viral di media sosial karena ceritanya tapi baru sadar beberapa saat bahwa konten tersebut adalah iklan saking ‘alusnya’
Jika kamu ingat, beberapa waktu lalu ada beberapa potret billboard di beberapa kota seperti Bekasi, Bandung, hingga Yogyakarta yang berisi remaja berpose dengan berbagai tulisan supaya di-notice oleh oppa kesayangan mereka. Dilansir dari beberapa sumber ternyata hal ini merupakan bagian dari campaign Nu Greentea yang mengadakan game berhadiah ke Korea bagi para penggemar berat K-Pop. Kalau dilihat, billboard tersebut sama sekali tak menunjukkan secara gamblang produk Nu Greentea, apalagi menyuruh untuk membeli. Tapi, warganet ternyata tetap ada yang notice.
Tak hanya itu, sebuah video berisi kisah dua orang berpacaran yang harus rela motornya mogok juga viral. Pasalnya sang perempuan tetap naik di atas motor sementara pacarnya mendorong motor yang dinaiki tersebut. Campaign berisi story telling ini viral di-retweet dan di-like sebanyak puluhan ribu kali dan dilihat hingga 1,4 juta kali. Padahal kalau lebih jeli lagi ternyata ada billboard besar yang jadi latar video ini layaknya iklan di jalan biasanya.
ADVERTISEMENTS
Dua contoh kasus tersebut menunjukkan bahwa ketika memasang iklan atau berjualan, tak selalu perlu kata-kata persuasif yang gamblang untuk ditunjukkan
Jika biasanya billboard berisi iklan dengan tulisan yang cenderung meminta kita untuk membeli produk tersebut, dua contoh kasus tersebut berbeda. Maka dari itulah metode in disebut dengan soft selling, artinya pendekatan sales yang dilakukan secara halus layaknya tidak berjualan yang justru bikin orang jadi makin penasaran. Contoh lain dari metode ini adalah ketika ada seseorang yang seolah menceritakan pengalamannya menghadapi masalah dan menyebutkan produk yang mampu mengatasi masalah tersebut yang membuatnya tak terlihat seperti iklan namun ‘rekomendasi’.
Lawan kata dari frasa ini adalah hard selling yang merupakan metode berjualan di mana menggunakan kata-kata yang lebih gamblang dan meminta konsumen secara agresif untuk melakukan transaksi atau membeli produk yang ditawarkan.
ADVERTISEMENTS
Selain cara melakukannya, tujuan dari masing-masing metode juga berbeda. Keduanya masih sama-sama dilakukan sampai saat ini
Hard selling biasanya bertujuan agar orang-orang yang melihat atau mendengar iklan maka akan melakukan transaksi dengan segera. Sedangkan soft selling memiliki tujuan untuk memikat para calon konsumen dengan menaikkan brand awareness dan akan menguntungkan dalam jangka yang panjang. Lalu, kamu mungkin akan penasaran metode yang mana yang sebenarnya lebih efektif. Menurut sebuah riset dari New Century Media, konsumen ternyata lebih ingin membeli produk dari soft selling marketing. 97%-nya akan merekomendasikan ke teman-teman dan 95% akan membeli lagi produk dari brand tersebut.
Walaupun mungkin metode soft selling ini baru memiliki dampak jangka panjang untuk tujuan berjualan, namun biasanya brand engagement dan awareness dari metode ini akan naik yang nantinya juga akan mempengaruhi tingkat penjualan ke depannya. Apalagi kalau caranya kreatif, bukan tak mungkin bisa sekalian sukses viral marketing.