“Negeri ini butuh banyak pemuda pencari solusi, bukan pemuda pemaki-maki,” – Ridwan Kamil
Siapa tak kenal Ridwan Kamil yang namanya kian meroket sejak terpilih sebagai Walikota Bandung pada tahun 2013 lalu. Selain punya prestasi di bidang politik, pria yang akrab disapa Kang Emil ini juga dikenal sebagai seorang arsitek bertangan dingin.
Lahir dari pasangan Dr. Atje Misbach (alm) dan Dra. Tjutju Sukaesih, perjalanan karir walikota ‘gaul’ ini tidak serta merta langsung melenggang pada puncak keberhasilan. Sama seperti kebanyakan orang, Kang Emil pun melewati ‘jatuh bangun’ dalam perjalanan hidupnya. Dan di artikel kali ini, Hipwee ingin mengajakmu untuk sedikit lebih dekat dengan Kang Emil; sejenak menyimak kisah perjuangan pemimpin muda yang kini bahkan mulai jadi sorotan dunia.
ADVERTISEMENTS
Keluarga mendidik Kang Emil agar mengerti soal moral dan etika. Bagi ayah dan ibunya, perkara kecerdasan dan kepintaran bukanlah yang paling utama
Bagi Kang Emil dan keluarganya, mengenyam pendidikan tinggi adalah sebuah keharusan. Ayahnya adalah dosen di Fakultas Hukum Universitas Padjajaran, sedangkan ibunya tercatat menjadi dosen di UNISBA. Berada di keluarga akademisi membuat Kang Emil pun menomorsatukan soal pendidikan.
Namun bagi orang tua Kang Emil, tugas orang tua tak hanya mengantarkan anak-anaknya menjadi pribadi yang cerdas secara intelektual saja. Kang Emil juga dididik sedemikian rupa agar tumbuh sebagai pribadi yang cerdas secara emosional dan spiritual. Salah satu prinsip hidup yang diajarkan pada Kang Emil adalah tentang bagaimana bisa hidup dan bermanfaat bagi orang lain.
“Kecerdasan dan kepintaran hanyalah kesia-siaan ketika kita tidak bisa membawa kebaikan untuk lingkungan sekitar.”
Nah, filosofi hidup inilah yang selalu dipegang oleh Kang Emil hingga dewasa. Nilai yang mengakar dalam diri itulah yang membuatnya selalu berusaha memberi manfaat bagi banyak orang, baik saat menjabat sebagai walikota maupun lewat karya-karyanya sebagai seorang arsitek.
ADVERTISEMENTS
Hidup dalam keluarga sederhana membuat karakter dan kepribadian seorang Ridwan Kamil tertempa. Ia tumbuh jadi pekerja keras yang tak pernah abai pada kekuatan doa
Meskipun kedua orangtuanya bekerja, hal itu tidak lantas membuat Kang Emil hidup dalam kondisi yang serba ada. Soal lauk sarapan misalnya, membagi telur dadar menjadi lima bagian agar bisa dinikmati semua anggota keluarga adalah hal yang biasa. Untuk pergi ke sekolah, Kang Emil pun harus mau naik angkot atau bahkan berjalan kaki.
Kondisi ini membentuk karakter Kang Emil yang sadar betul arti dari kerja keras. Untuk mencapai keberhasilan, seseorang harus kuat hati menantang diri melawan rasa malas. Keterbatasan yang dimiliki tidak membuat dirinya mudah menyerah sekaligus tak gampang jumawa meski sudah berhasil membuat pencapaian dalam hidupnya.
Di sisi lain, perkara nilai-nilai keagamaan pun begitu lekat dalam diri Kang Emil. Di setiap perjuangan yang dijalani, ia pun tak pernah alpa meminta Tuhan merestui setiap langkah dan usaha.
ADVERTISEMENTS
Soal kejeniusan, pria berkacamata ini tak perlu diragukan lagi. Sejak kecil ia tidak pernah absen mengukir prestasi
Prestasi gemilang tidak hanya diukir oleh Kang Emil di dunia kerja saja, tapi sudah sejak berada di bangku Sekolah Dasar. Sejak kecil, pria berkacamata ini memang selalu dapat membanggakan kedua orang tua dengan nilai-nilai yang didapat. Begitu pula saat beliau masuk ke Sekolah Menengah Pertama dan mulai disibukkan dengan kegiatan berorganisasi.
Dia selalu dapat membuktikan tanggung jawab dengan berhasil masuk deretan lima besar di kelasnya. Image anak pintar yang cupu dan kurang pergaulan sangat jauh dari sosok Ridwan Kamil. Selain cerdas, ia juga dikenal aktif berorganisasi dan punya wajah yang boleh dibilang tampan.
Jika bicara soal prestasi dan penghargaan yang pernah diraih, dosen Jurusan Teknik Arsitektur Institut Teknologi Bandung ini punya sekian yang bisa dibanggakan. Diantaranya, di tahun 2012 Ridwan Kamil didapuk sebagai salah satu Ikon Perubahan versi Majalah Gatra, sedangkan di tahun 2013 dirinya mendapat “Urban Leadership Award” dari Penn Institute for Urban Researh, USA.
ADVERTISEMENTS
Hobinya melihat gambar-gambar gedung dan kemampuan daya imajinasi yang tinggi menghantarkan Ridwan Kamil sukses sebagai seorang arsitek hebat
“Pekerjaan paling menyenangkan di dunia adalah hobi yang dibayar.”
Ridwan Kamil membuktikan bahwa kalimat di atas memang benar adanya. Ya, hobi masa kecil Kang Emil adalah melihat gambar-gambar gedung di luar negeri. Kebiasaan itulah yang justru memberikan pengaruh positif pada Kang Emil untuk urusan membuat desain-desain gedung karyanya.
Selain itu, Kang Emil jelas punya kemampuan intelektual yang tinggi lantaran dirinya pun paling suka berimajinasi. Dan bekal ilmu yang didapatnya di bangku kuliah membuatnya punya kemampuan untuk mewujudkan imajinasinya tersebut. Hobi yang kemudian beralih jadi profesi, tidakkah kamu bisa membayangkan betapa Kang Emil menikmati dunianya sekarang ini?
ADVERTISEMENTS
Kang Emil pun selayaknya manusia biasa. Ia pernah menjadi begitu rapuh ketika ayahnya meninggal dunia
Seusai menamatkan pendidikan di bangku Sekolah Menengah Atas, Kang Emil melanjutkan pendidikan ke Institut Teknologi Bandung di jurusan arsitektur. Di sinilah kemampuannya sebagai seorang arsitek diasah habisan-habisan. Sama seperti saat di SMP dan SMA, beliau juga aktif berorganisasi. Bahkan, dia pun mencoba bisnis kecil-kecilan yakni membuat ilustrasi dengan cat air dan maket untuk para dosen.
Namun saat hampir menyelesaikan pendidikannya, Kang Emil dilanda musibah yang membuatnya demikian terpukul. Ya, kepergian sang ayah menjatuhkan mental Kang Emil dan sempat membuatnya kehilangan arah. Tapi dengan cepat Kang Emil berhasil menyembuhkan luka hatinya dan berjuang sekuat tenaga untuk membuat ayahnya bangga di alam sana. Tuhan pun merestui usaha keras seorang Ridwan Kamil. Ia lulus dengan nilai A++, sebuah pencapaian yang jarang didapatkan oleh banyak mahasiswa.
ADVERTISEMENTS
Jalan karir seorang Ridwan Kamil bukannya tanpa hambatan. Ia pernah hanya bisa makan sekali sehari dan bahkan tidak mampu membayar biaya persalinan anak pertamanya saat di Amerika
Jika kamu saat ini sedang mengalami jatuh-bangunnya meniti karir, jangan dulu berkecil hati. Orang sehebat Ridwan Kamil pun pernah dihadapkan dengan kesulitan saat meniti karirnya. Setelah lulus dan sempat berkarir sebagai staf pengajar di almamaternya, beliau pergi mengadu nasib ke Amerika. Dengan maksud bekerja di sana, Kang Emil justru harus menelan pil pahit kegagalannya.
Hanya bekerja selama 4 bulan, setelah itu klien justru tidak mau membayar hasil pekerjaannya. Hal tersebut diduga karena kondisi krisis yang saat itu melanda di Indonesia. Selanjutnya, Ridwan Kamil sempat bertahan hidup dengan hanya makan sekali sehari agar hanya perlu mengeluarkan uang 99 sen. Dia bekerja paruh waktu di Departemen Perencanaan Barkeley. Beliau juga harus menguras tenaganya karena disaat bersamaan sedang menyelesaikan pendidikan S2-nya dari program beasiswa.
‘Badai hidup’ seolah tak mau menjauh dari sosok Ridwan Kamil. Di tengah kondisi finansial yang tidak kondusif, istrinya hamil dan ketika waktu persalinan datang dia tidak punya uang. Terpaksa ayah muda itu mengaku miskin agar mendapatkan fasilitas kesehatan gratis yang disediakan oleh pemerintah setempat.
Punya karir gemilang di luar negeri tak menjadikan dirinya sosok yang lupa akar. Ia rela pulang ke kampung halaman demi memajukan tanah kelahirannya
Setelah merampungkan pendidikan masternya, Ridwan Kamil mendapat pekerjaan di firma arsitektur Amerika-Hongkong. Berkat pekerjaan barunya ini, ia dan keluarga kecilnya bisa mendapat penghidupan yang layak. Kang Emil pun semakin menikmati hidupnya di Negara Paman Sam tersebut. Tapi suatu hari sang ibu berkata,
“Kalau mencari uang itu bisa ada gantinya, tapi kalau membuat orang lain pintar tidak akan terukur nilanya.”
Nasihat itu begitu membekas di benak Kang Emil dan membuatnya pulang kembali ke tanah air. Sesampainya di Bandung, beliau langsung bergabung sebagai staf pengajar di ITB. Selain itu bersama teman-temannya Kang Emil juga mendirikan Urbane yang merupakan singkatan dari Urang Bandung Euy, firma arsitektur yang boleh dibilang sangat sukses hingga diakui secara internasional. Beberapa karyanya adalah Syria Al-Noor Ecopolis di Syria dan Suzhou Financial District di China.
Keikhlasan Kang Emil meninggalkan pekerjaan di negeri orang justru berbuah manis karena di Indonesia pun ia berhasil mengukir prestasi yang luar biasa.
Tak sekadar walikota yang dicintai warganya, Kang Emil menjelma jadi tokoh muda yang menginspirasi dan jadi kebanggaan Indonesia
Jangan ditanya soal bagaimana warga Bandung begitu mencintai dan membanggakan walikotanya. Sekian kebijakan yang dibuat, berbagai perbaikan, hingga usaha-usaha yang dilakukan demi membuat Bandung semakin “cantik” jelas membuat Kang Emil semakin dielu-elukan orang Bandung.
Cara Kang Emil menjalin kedekatan dengan warganya melalui interaksi di media sosial, kerendahan hatinya untuk turun ke jalan atau sekadar bersepeda di jalanan kota Bandung, hingga kemunculannya di gigs-gigs anak muda jelas memberi kesan mendalam bagi warganya. Bahkan bagaimana cara Kang Emil “mendidik” warganya untuk ‘ngepel jalan Braga’ pun mendapat tanggapan positif dalam kasus penyalahgunaan fasilitas umum yang sempat membuatnya geram.
Kini, nama Ridwan Kamil sudah dikenal lebih luas. Warga luar Bandung pun mulai mengenal sosok muda yang mampu menjadi inspirasi bagi banyak orang ini. Dianggap mirip dengan Soekarno, hingga digadang-gadang akan bersaing dengan Ahok dan Bu Risma untuk memperebutkan kursi kepemimpinan di DKI Jakarta.
Cerita perjuangan Ridwan Kamil yang penuh tantangan dan kerja keras ini mengisyaratkan bahwa untuk mencapai kesuksesan, kita tak sekadar butuh otak yang pintar. Ketekunan, kesabaran, sifat rendah hati, dan kemauan bekerja keras adalah kunci keberhasilan, terutama bagi kita generasi muda.
“Hidup cuma sekali, jangan menua tanpa arti.”