Kehidupan pekerjaan dan kehidupan pribadi kerap kali jadi dua hal yang sulit untuk dipisahkan apalagi di tengah masa pandemi dan banyaknya orang work from home seperti sekarang. Oleh karena itu, keduanya diharapkan bisa berjalan dengan seimbang. Demi tercapainya keseimbangan tersebut, orang-orang sering kali menggunakan pedoman yang disebut dengan work-life balance.
Apakah work-life balance itu nyata? Bagaimana cara mencapainya? Apakah work-life balance layak dijadikan pedoman kesejahteraan pekerja? Apa yang membuat work-life balance ini sulit sekali diwujudkan? Mengapa ada orang yang bisa meraihnya? Pertanyaan-pertanyaan ini Hipwe simpulkan pada satu pertanyaan yang akan memudahkan kita untuk memahami makna work-life balance dari berbagai perspektif:
Apa arti work-life balance berdasarkan pengalamanmu?
Pertanyaan ini Hipwee berikan pada 8 pekerja usia milenial yang memiliki profesi atau pekerjaan yang berbeda-beda. Jawaban-jawaban mereka adalah berdasarkan perspektif dan pengalaman masing-masing. Simak yuk apa saja pendapat mereka soal hal ini~
ADVERTISEMENTS
1. Bicara work-life balance berarti bicara hal yang ideal. Idealnya kehidupan dari dua hal yang berbeda harus seimbang. Nah, hal yang ideal ini harus dicapai!
“Idealnya ketika ada di kehidupan pribadi, semua yang berkaitan dengan pekerjaan harus ditinggalkan, begitu juga sebaliknya. Intinya adalah membagi diri untuk berada pada 2 lingkungan yang berbeda seideal mungkin, seadil mungkin dan seprofesional mungkin. Meski nyatanya, tetap ada hal mendesak yang harus melanggar idealisme tersebut. Tapi, tetap aja, sesuatu yang ideal harus diperjuangkan dalam arti work-life balance ini harus nyata ada untuk diwujudkan.”
— Dionni (30 tahun, HR Staff)
ADVERTISEMENTS
2. Balance itu nggak harus seri 2:2, sebab hidup punya porsi prioritas yang kadang harus 2:3 untuk bisa tetap berjalan dengan seimbang. Yang penting kamu bahagia menjalaninya!
“Work-life balance berarti keseimbangan pekerjaan dan kehidupan, tapi seimbang di sini bukan berarti harus sama rata. Masing-masing punya porsi prioritas yang kadang nggak sama dan nggak bisa dijalani bersama-sama. Jadi harus menyesuaikan porsi yang diprioritaskan saat itu. Misalkan kerja 8 jam sehari tapi hidupku nggak cuma 8 jam sehari, berarti aku punya waktu lebih yang bisa digunakan untuk kepentingan pekerjaan yang sesekali punya porsi prioritas yang lebih. It’s okay, selama aku senang, nyaman dan sehat menjalaninya, aku merasa mendapat work-life balance.“ –
— Dyken (24 tahun, Quality Control Staff at Food Manufacture)
ADVERTISEMENTS
3. Keseimbangan itu didapat dari proses, karena proseslah yang menentukan hasil. Asal prosesnya punya impact dan value yang bagus buat hidup!
“Meraih keseimbangan antara kehidupan dan pekerjaan, intinya adalah proses dalam menjalani antara ‘work’ dan ‘life‘. Proses di sini adalah proses yang dijalani di bidang yang aku sukai, meski nggak profit pun, kalau aku bisa dapat impact dan value yang baik untuk hidupku, ya di situlah keseimbangan bisa aku dapatkan. Intinya di mana pun kita berada, bekerja apa pun itu dalam koridor saling menguntungkan, fokusnya cuma ‘berproses dan berproses’. Hasilnya nanti nggak cuma keseimbangan hidup, tapi bisa membuka peluang lain juga.”
— Toro (34 tahun, Wiraswasta)
ADVERTISEMENTS
4. Segala sesuatunya harus wajar, nggak perlu berlebihan, maka di situlah keseimbangan bisa didapatkan
“Work-life balance itu ya sewajarnya aja. Kerja sewajarnya, santai yang nggak mikir kerjaan pun sewajarnya. Berlebihan dalam salah satunya, bisa membuat hidup nggak tenang, bahkan terasa ambyar.”
— DS (29 tahun, Admin Staff)
ADVERTISEMENTS
5. Selama nggak ada hal yang harus di kejar dengan keras, keseimbangan atau ‘balance’ itu proses yang diusahakan. Bukan pencapaian yang menuntut diwujudkan
“Sejauh ini gambaran keseimbangan antara work dan life adalah proses yang bisa didapat dengan cara bagaimana kita mengatur pikiran sendiri. Istilahnya ‘mindfulness’, misalnya kalau lagi kerja ya seutuhnya hadir untuk menyelesaikan pekerjaan, begitu juga ketika beraktivitas di luar pekerjaan. Jadi, kalo udah di luar jam kerja sejauh ini sebisa mungkin bebasin pikiran dari segala hal terkait pekerjaan, kecuali memang mendesak. Tapi belum tahu nanti ya, bisa aja aku berubah jadi workaholic karena ada sesuatu yang pengen aku kejar, terus mengalami burnout, akhirnya ya work-life balance itu jadi pencapaian yang harus didapat, bukan lagi proses.”
— Julian (24 tahun, Content Writer)
ADVERTISEMENTS
6. Work-life balance itu suatu keharusan untuk dicapai, tapi nggak mudah juga untuk mencapainya. Apalagi jika tuntutannya adalah materi
“Work-life balance itu ketika nggak mengerjakan pekerjaan di luar jam kerja. Seharusnya seperti itu, tapi pada kenyataannya nggak semudah itu. Apalagi ketika tujuannya adalah tambahan materi. Di kondisi ini kadang merasa happy aja menjalaninya, tapi kadang juga merasa berat. Tapi, ternyata semakin dijalani, jadi semakin paham mana yang prioritas dan mana yang bukan. Bagaimana pun work-life balance ini seperti proses yang harus dijalani untuk bisa mencapainya, tapi bagi orang yang bekerja di bagian pelayanan, kadang hal ini justru jadi tekanan.”
— Saroh (26 tahun, perawat)
7. Ketika pekerjaan nggak menambah beban hidup, di situlah work-life balance bisa terwujud. Tapi jadi susah terwujud jika pekerjaan dijalani karena desakan kebutuhan yang besar
“Work-life balance itu ketika pekerjaan nggak menambah beban hidup. Tapi, selama bekerja karena desakan kebutuhan yang besar, hal ini menjadi sangat susah untuk dicapai. Apalagi bagi orang-orang yang pulang kerja untuk tidur dan bangun untuk berangkat kerja. Akhirnya kehidupan hanya semacam booster untuk kerja.”
— Yudi (24 tahun, buruh)
8. Work-life balance adalah angan-angan karena susah sekali diwujudkan. Meski nggak pernah menuntut untuk dicapai, tapi prosesnya pun memang nggak ada
“Work-life balance itu seperti angan-angan, karena untuk meraih keseimbangan itu harusnya pekerjaan bisa menjadi kehidupan yang biasa dan sebaliknya. Hal ini tentu sulit sekali dicapai. Tapi, di suatu sisi keseimbangan ini adalah proses karena nggak menuntut untuk dicapai. Justru pekerjaan yang lebih menuntut jadi akibatnya keseimbangan ini jadi nggak terasa prosesnya.”
— Benny (24 tahun, designer grafis)
Dari 8 perspektif yang berbeda-beda ini, mungkin ada yang sama dengan perspektifmu sendiri atau justru memunculkan perspektif baru yang selama ini tidak kamu sadari. Apa pun itu, yang jelas pemahaman work-life balance ini tetap akan berbeda-beda bagi setiap orang karena setiap orang punya pengalaman yang berbeda dan berada di kondisi yang berbeda-beda pula.
Kalau kamu gimana?