Halo, perkenalkan aku adalah Angga Fauzan. Bisa meraih mimpi untuk berkuliah ke luar negeri mungkin terdengar biasa saja bagi mereka yang sudah berkecukupan dari sananya. Akan tetapi, untuk orang biasa yang punya latar belakang pahit sepertiku bisa menginjakkan kaki di luar negeri apalagi salah satunya untuk mengejar gelar master adalah sebuah hadiah dari perjuangan yang tak henti aku lakukan sedari kecil. Hasil dari jerih payah dan motivasi yang terus ku pupuk sejak dahulu.
Kehidupanku dulu awalnya mungkin terasa biasa saja saat masih tinggal di Jakarta namun sejak harus pindah ke desa semuanya tak lagi sama, tapi justru dari sana motivasi yang sangat besar itu muncul dan mendorongku untuk membuktikan bahwa aku bisa.
ADVERTISEMENTS
Semua terasa baik-baik saja dan serba cukup saat aku masih di kota, tapi semua perubahan yang serba mendadak memaksaku menyesuaikannya
Aku hidup dari keluarga yang lumayan berkecukupan semasa di Jakarta, hingga kelas 4 SD. Namun, kondisi berubah saat tempat bapak berjualan digusur oleh pemerintah dan kami harus pulang ke kampung halaman bapak di Boyolali. Di sini kisah itu dimulai. Kami menempati gubuk bekas kandang kambing milik kakek yang dibersihkan sedemikian rupa, kemudian Ibu juga harus ikut bekerja dengan berjualan gorengan keliling kampung sejak pukul 14.00 siang hingga 18.00 sore. Di SD, aku di-bully oleh teman-teman hingga lulus, tapi hal ini membuatku malah jadi ingin membuktikan bahwa aku harus bisa mengubah kondisi tersebut.
Alhasil, aku memutuskan untuk melanjutkan sekolah ke SMP yang cukup jauh sehingga tidak bersama teman-teman SD tersebut. Kuputuskan untuk menjadi pustakawan siswa pertama di sana, banyak membaca buku pula. Semasa SMA, aku mulai gabung ke banyak organisasi agar bisa memiliki teman yang banyak. Namun, sepanjang perjalanan SMP hingga SMA ini memang beberapa kali hampir putus sekolah. Alasannya? Lagi-lagi karena biaya. Bahkan usai ambil ijazah SMP, aku malah diantarkan ke tempat kursus komputer agar tak perlu lanjut SMA sehingga bisa langsung bekerja.
ADVERTISEMENTS
Saat ingin masuk ke kampus terbaik mungkin banyak yang rela menghabiskan uang untuk bimbingan belajar, aku belajar dengan memanfaatkan buku bekas saja
View this post on Instagram
Saat masuk ITB, aku cuma belajar pakai dua buku bank soal bekas yang dibeli di toko loak. Ikut try out juga cuma sekali, itu pun tiketnya diberikan oleh teman. Walau nilai UN matematika-ku 3.75 dan bahasa inggris 6.00, aku merasa harus bisa masuk ITB. Dengan motivasi yang aku yakini tersebut dan terus belajar, keinginanku benar terwujud.
Beda cerita saat akan S2, aku membuat esai dan meminta banyak teman untuk membantu revisi untuk mendaftar beasiswa di luar negeri. Nggak kehitung udah berapa kali diperbaiki. Latihan interview pun sehari bisa dengan 5 orang berbeda. Aku juga membuat 100 lebih daftar pertanyaan dan jawaban untuk menyiapkan diri. Buat IELTS sendiri, aku pergi ke Kampung Inggris Pare selama sebulan untuk pemantapan sebelum ambil tes.
ADVERTISEMENTS
Tak hanya kuliah, aku cukup rajin berorganisasi. Mulai dari kampung sendiri hingga mencoba magang saat di luar negeri
Sejak kuliah di ITB, aku ikut beberapa organisasi di dalam dan luar kampus. Beberapa kali juga ke luar negeri untuk menghadiri beberapa kegiatan seperti exchange dan lomba. Aku juga mendirikan komunitas Boyolali Bergerak sejak 2016 yang fokus di isu sosial dan pendidikan. Alasan utamaku membangun komunitas yang telah menjangkau 10 kecamatan di Boyolali dan membantu pendirian beberapa Taman Pendidkan Quran gratis ini ialah karena pengalaman personalku. Aku ingin, lebih banyak anak muda di Boyolali bisa mendapatkan pendidikan layak. Ketika kuliah di UK, aku juga sempat magang di United Nations Scotland. Kegiatannya meliputi festival, kampanye, seminar, hingga membuat laporan bulanan.
Kini, aku sedang bergerak maju untuk mendirikan sebuah start-up, tapi sayang sekali masih harus aku rahasiakan karena masih dalam tahap pengembangan. Semoga kelak melaluinya aku bisa kembali menciptakan perubahan. Aku juga masih punya mimpi yaitu ingin sekali membangun sekolah gratis di Boyolali dengan kualitas terbaik. Aku lihat, di kota besar banyak sekolah swasta yang bagus namun berbiaya super mahal, seperti Cikal dan JIS. Sesuatu yang ingin aku hadirkan secara terjangkau bagi masyarakat desa.
Untukmu yang sedang berjuang dan seperti tak ada jalan keluar lalu hampir menyerah dengan keadaan, aku juga pernah di sana tapi memutuskan untuk terus maju.
Aku percaya, Tuhan tidak akan menyia-nyiakan hamba yang berjuang dan mempercayai-Nya. Untuk itu, yang kita perlukan adalah untuk berjuang sebaik-baiknya dengan terus mengembangkan diri, membangun silaturahmi hingga memiliki mimpi yang pantas diperjuangkan.