*Disclaimer: Ini adalah hasil wawancara penulis dengan narasumber, ditulis dengan sudut pandang orang pertama. Semua datanya riil, tapi demi kenyamanan beberapa data yang bersifat privat tidak akan kami publikasikan.*
Annyeong haseyo!
Nama saya Lastin Darmokusumo biasa dipanggil Lastin. Saya tinggal di Korea sejak tahun 2014 untuk kuliah S2 dan sudah masuk kerja 2 tahun belakangan ini. Mungkin kamu akan berpikir bahwa hidup saya mirip dengan yang di drama-drama, bisa jadi sih minus Lee Min Ho beserta adegan-adegan romantisnya! Kalau ditanya apa suka dukanya hidup di sini ya jawabannya ada banyak bahkan mungkin nggak sesuai dengan yang dibayangkan.
Yang namaanya pindah ke tempat baru apalagi di negara yang berbeda, ada banyak pula penyesuaian yang harus dilakukan. Menjadi minoritas mungkin tak mudah tapi ternyata juga tak sebegitu menyeramkan kok. Begini ceritaku…
ADVERTISEMENTS
Cerita Korea ini sebenarnya sudah dimulai sejak saya S1, namun kepindahan baru dilakukan saat saya melanjutkan kuliah program magister
Setelah lulus S1, saya sempat kerja di Indonesia dengan orang Korea hingga tahun 2014 lanjut kuliah S2 di Korea dengan beasiswa KGSP. Nah, setelah lulus, saya cari kerja di sini dan setelah atasan melihat CV saya, ia mengontak untuk interview. Pekerjaannya sebenarnya nggak sesuai dengan bayangan, karena ada beberapa hal yang sebenarnya bukan job desc saya, tapi harus tetap dilakukan. Namun karena memang sudah biasa dengan cara kerja orang Korea yang seperti ini, jadi nggak terlalu kaget.
Memang biasanya atasan menyuruh bawahannya melakukan semua kerjaan. Tapi enaknya, kalau habis melakukan kerjaan banyak, kita ditraktir untuk uang lelah, persis di drama-drama yang mungkin sering kamu lihat. Setiap hari raya juga selalu mendapat bonus, atasan saya juga termasuk yang baik memperlakukan karyawannya.
ADVERTISEMENTS
Karena beda negara dengan perbedaan budaya, maka ada banyak penyesuaian yang harus dilakukan~
Hal yang harus disesuaikan adalah waktu ibadah, makan dan budaya. Karena saya Muslim, di awal wawancara saya bilang butuh waktu sekitar 5 menit untuk ibadah. Terus masalah makanan, beberapa tempat kerja ada yang menyediakannya, nah kita juga mesti pintar bilang makanan yang bisa kita makan dan tidak. Paling susah itu kalau ditawarin sesuatu yang kita nggak boleh makan. Kalau nolak nggak enak, akhirnya saya terima aja, perkara dimakan atau nggak kan urusan belakangan he he.
Untuk struktur tata bahasa, saya sudah mempelajari dan ini jelas terpakai. Tapi, masalah kosakata tergantung kerja di bidang apa, saya kerjanya di bidang ekspor-impor, jadi bahasa-bahasa seputar itu yang saya hapalkan.
Terakhir, masalah budaya, saya sebenernya belum pernah kerja dengan orang Indonesia jadi nggak bisa membandingkan masalah budaya ini, tapi etos kerja Korea ini super tinggi. Kalau di perusahaan tempat saya kerja emang nggak pernah lembur, tapi di perusahaan lain, banyak yang suka lembur sampai malam. Dan budaya palli-palli (cepat-cepat) Korea itu mengakar sampai ke budaya perusahaan juga.
ADVERTISEMENTS
Lalu, mungkin kamu juga beberapa kali mendengar bahwa agak sulit jika tampak ‘berbeda’ di sana
Perbedaan itu nyatanya bukan hanya perihal budaya namun juga perlakuan. Untungnya, perbedaan perlakuan ada tapi dalam sisi positif. Misal, saya diizinkan untuk salat. Kalo perbedaan perlakuan yang ke arah diskriminasi, Alhamdulillah nggak pernah. Tapi, kalau melakukan kesalahan harus siap-siap juga dimarahin di depan banyak orang, walau begitu nggak sampai dendam kok. Hal ini sebenarnya juga nggak hanya berlaku untuk saya saja, tapi semuanya.
ADVERTISEMENTS
Jam kerja di sini mungkin terhitung cukup lama, namun gajinya saya rasa juga sepadan dengan yang saya kerjakan
Kalau di Indonesia mengenal sistem kerja 9-5 atau mulai jam 09.00 dan pulang jam 17.00, di Korea pada umumnya 09.00-18.00 atau jam 10.00-19.00. Dengan jam kerja tersebut, pendapatan yang didapatkan cukup untuk memenuhi kehidupan sehari-hari sesuai UMR yaitu 1,8 juta won kotor atau sekitar Rp21.742.000,00.
Nah, setelah melihat budaya dan nominal gajinya mungkin kamu tertarik kerja di Korea. Bidang kerja di sini yang bisa dilakoni sama orang Indonesia sebenarnya banyak, tapi peluang kerjanya lebih besar kalau kita lulusan kampus di Korea karena memang lebih mudah untuk urusan visa. Saya sendiri kuliah jurusan bahasa Korea terus lanjut ke jenjang S2 ambil jurusan pendidikan bahasa Korea di sini. Walau kerjanya di bidang ekspor impor bukan pendidikan sesuai background saya, tapi ya karena jadi translator bisa dikatakan sedikit linear.
Tapi kalo fisik kita kuat, bisa juga kerja di bidang manufaktur sebagai operator mesin lo. Untuk bidang manfaktur ini syarat utamanya harus lulus tes bahasa EPS-TOPIK. Saran saya kalau mau bekerja di Korea, belajar bahasa yang paling penting. Karena itu sangat memudahkan kita dalam bekerja serta jadi poin tambahan. Pasalnya sedikit sekali atasan-atasan orang Korea pintar berbahasa Inggris. Semoga cerita saya bisa memberikan sedikit pencerahan untuk kamu ya~