Eksistensi Tesla semakin diperhitungkan belakangan ini. Mereka terkenal dengan salah satu produknya yang berupa mobil dengan sistem kemudi otomatisnya. Jadi, pemilik mobil tak perlu repot menyetir untuk membawa mobil tersebut karena sudah ada sistem yang dirancang sedemikian rupa supaya mobil bisa ‘jalan sendiri.’ Di balik mobil ini mungkin kita akan berpikir bahwa insinyurnya adalah tokoh papan atas dunia yang semuanya berasal dari Amerika. Akan tetapi, ternyata ada juga lo insinyur Tesla yang berasal dari Indonesia, yang lebih bikin bangga lagi ia adalah seorang perempuan yang usianya masih relatif muda.
Namanya adalah Moorissa Tjokro yang terlibat langsung dalam pembuatan perangkat lunak untuk sistem kemudi otomatis mobil yang sedang naik daun banget ini. Bagaimana ceritanya ia bisa sampai di sana? Simak yuk cerita selengkapnya!
ADVERTISEMENTS
Moorisa Tjokro memiliki posisi yang cukup bergengsi di Tesla, ia harus melakukan hal rumit untuk membuat sistem mobil ini bekerja
Moorisa merupakan seorang lulusan dari Georgia Institute of Technology dan Columbia University. Setelah bekerja di beberapa tempat, kemudian ia menjadi seorang insinyur perangkat lunak untuk sistem autopilot perusahaan Tesla. Pekerjaannya meliputi beberapa hal seperti bagaimana sebuah mobil bisa melihat serta mendeteksi lingkungan di sekitarnya. Ia juga akan melakukan evaluasi serta testing demi keamanan mobil sebelum diluncurkan ke pasar dan digunakan oleh banyak orang.
Dilansir dari CNN, Moorissa menghadapi pekerjaan engineer paling sulit saat ia harus mengembangkan full self driving, sebuah sistem paling tinggi di mana sistem kemudi otomatis benar-benar tak membutuhkan campur tangan manusia sama sekali bahkan untuk menginjak gas atau rem. Ketika mengerjakan hal ini, ia akan bekerja 60 sampai 70 jam per minggunya atau sampai 14 jam per hari, biasanya dari jam 10.00 sampai 24.00.
ADVERTISEMENTS
Walaupun menjadi sebuah pencapaian yang tinggi, namun ternyata Moorisa bekerja di tempat ini dengan tak sengaja lo
Moorissa mengaku mendapat pekerjaan ini justru dari temannya yang ketika itu magang di Tesla dan iseng mengirimkan resume milik Moorissa. Ia kemudian dikontak langsung dan melakukan wawancara sampai akhirnya berhasil diterima di sana sebagai satu dari sedikit pegawai perempuan yang bekerja di Tesla. Tepatnya hanya ada 6 orang perempuan di antara 110 insinyur yang ada di sana. Selama bekerja, ia dibekali mobil kemudi otomatis untuk digunakan sehari-hari sekaligus sebagai ajang testing.
ADVERTISEMENTS
Ternyata sebelum bekerja di Tesla, ada beberapa pekerjaan yang sempat dicicipi oleh Moorissa termasuk bekerja di PBB
Ketertarikan Moorissa di dunia matematika dan aljabar sebenarnya sudah dimulai sejak ia masih kecil. Ia juga sudah mulai tertarik dengan sains ketika melihat sang ayah bekerja menjadi seorang insinyur. Makanya, sebelum bekerja di Tesla ternyata ia juga sempat mencicipi pekerjaan yang berkaitan dengan teknologi dan ilmu pengetahuan di tempat yang lainnya. Moorissa pernah menjadi asisten pengajar ilmu komputer dan statistik di Georgia Insitute of Technology pada tahun 2012. Tahun 2013, ia juga menjadi asisten peneliti program pangan dunia PBB. Bahkan satu tahun sebelum bekerja di Tesla atau tepatnya pada tahun 2017, ia juga sempat magang di NASA Goddard untuk studi luar angkasa. Akhirnya ia bekerja di Tesla dengan posisi awal sebagai data scientist lalu jadi insinyur. Keren!
Menurut Moorissa kebanyakan perempuan enggan masuk ke bidang STEM (Science, Technology, Engineering, Mathematics) karena kurangnya role model perempuan dalam bidang ini. Semoga setelah melihat kiprahnya jadi makin banyak perempuan yang sukses di bidang-bidang seperti ini ya.
Ssst, Moorissa juga punya cita-cita ingin membangun yayasan untuk memberantas kemisikinan di Indonesia lo. Semoga sukses ya! 🙂