Memutuskan kuliah sambil bekerja bukanlah keputusan yang gampang diambil. Ada banyak kondisi yang membuat para penuntut ilmu ini rela terenggut sebagian waktu belajarnya untuk mengais rupiah. Salah satunya adalah faktor biaya dan uang saku dari orangtua yang tak seberapa. Faktor lain adalah mencari pengalaman kerja di saat belum banyak tuntutan ekonomi. Yang begini ini biasanya punya orangtua yang masih bisa memberikan uang saku yang cukup, tapi kehausannya akan duit pengalaman membuat mereka akhirnya memutuskan berkuliah sambil bekerja.
Sebagai mahasiswa di kota pelajar yang punya banyak fasilitas, tentunya kadang kamu ingin untuk sedikit bersenang-senang, jalan-jalan atau membeli barang dengan uang sendiri, tanpa harus merepotkan orangtua
Inilah yang saya alami,
ADVERTISEMENTS
Katanya kalau jadi mahasiswa harus berorganisasi, jangan sampai jadi mahasiswa kupu-kupu (kuliah pulang kuliah pulang)
Ya, ini benar
Tidak ada yang lebih merugi daripada mahasiswa yang kerjaannya pergi ke 3K saja: Kampus, Kos, Kantin. IPK mungkin lebih tinggi dan bisa cumlaude, namun keterampilan yang didapat lebih minimal daripada mereka yang menyisihkan waktunya untuk kegiatan luar kuliah. Efeknya adalah saat mahasiswa ini sudah lulus, mereka akan kesulitan beradaptasi dengan dunia kerja yang sangat membutuhkan softskill.
“Atun, tolong kamu buatkan laporan keuangan bulan ini”
“Baik Pak, kalau cuma laporan begini sih gampang”
“Good, Atun. Sama sekalian tolong telepon ke calon klien dari Surabaya soal penawaran kita kemarin”
“Uhmm, tapi Pak, saya nggak berani telepon duluan…”
Kebayang ‘kan?
ADVERTISEMENTS
Kamu bisa mendapatkan softskill dengan berorganisasi, tetapi saya memilih bekerja part-time di tengah lini masa kuliah
Flashback ke tahun 2009 saat saya baru duduk di semester dua, saya mulai memberanikan diri menjadi tentor privat untuk adik-adik sekolah yang membutuhkan tambahan belajar di rumah. Bergabung dengan para sesama pengajar membuat saya belajar tentang interaksi dengan rekan kerja. Mengajar les melatih kemampuan saya presentasi dan menyampaikan sesuatu. Saat harus kerja tim, kami pun semakin paham bagaimana karakter orang dan caranya mencari jalan keluar di tengah orang-orang yang berbeda pendapat.
Apa yang kamu dapatkan di organisasi kampus, basically bisa kamu dapatkan di dunia kerja. Perbedaannya adalah; kamu mendapatkan uang sebagai kompensasi atas waktu dan tenagamu di sana
ADVERTISEMENTS
Kalau tujuannya untuk menjalin jaringan, bukankan bisa dilakukan di luar kampus?
Berlanjut ke tahun 2012, saya menambah lagi petualangan bekerja di sebuah perusahaan IT sebagai quality assurance yang waktu itu sesuai dengan jurusan kuliah saya. Waktu itu masih duduk di semester 8, bosan dengan kegiatan skripsi yang itu-itu saja, saya memutuskan menerima tawaran bekerja dengan pendapatan yang lebih menarik. Waktu itu saya mendapatkan pengalaman tambahan yang lebih dari sekadar mengajar dan presentasi. Ilmu-ilmu soal menghadapi klien, mengerjakan task sesuai deadline, dan menyesuaikan jam kantor dengan perjalanan dinas yang menyita waktu bimbingan, serta belajar politik juga termasuk dalam keseharian.
Jadi membayangkan, seandainya saya habiskan waktu kuliah dengan hanya mengejar nilai dan IPK, belum tentu saya bisa mendapatkan pengalaman ini.
ADVERTISEMENTS
Saat bekerja membuatmu terlena, dan kuliah pun agaknya selesai lebih lama….
Bukan berarti saya mengalami langkah yang mulus selama menjalani peran sebagai mahasiswa dan karyawan. Di dalam proses inipun saya pernah kesandung di jalan. Saat tahun 2013-2014, saya sedang dalam load pekerjaan yang luar biasa banyaknya. Hal ini membuat saya lupa bahwa saya masih punya KTM dengan status mahasiswa aktif. Rasa jemawa pun kerap menghampiri. Misalnya: “Ah, gak perlu pusing bayar kuliah. Kalau molor ya tinggal bayar lagi, toh? Udah kerja inih”.
Ya, saya terlena sedikit. Tahu-tahu total tempuh semester sudah menginjak dua digit. Terjawab sudah kenapa tidur nyenyak waktu itu terasa sulit.
ADVERTISEMENTS
Tapi tidak berhenti sampai itu saja…
Dengan sisa-sisa energi yang ada, akhirnya saya memusatkan pikiran ke dalam skripsi yang sudah lama tertunda. Dan, akhirnya selesai juga! Pendek cerita, saya tetap kembali melanjutkan pekerjaan di tempat lama, tentunya dengan perasaan yang lebih lega.
Meskipun bekerja membuat lulus saya lebih lama, namun pengalaman yang didapatkan selesai wisuda tidak bisa ditukar dengan apapun juga. Kalau ditanya: “Nyesel nggak lulus lama”. Ya menyesal, tapi saya tidak menyesali keputusanku bekerja di masa itu. Paling rasa sesal itu terbatas di persoalan: “kenapa dulu saya nggak membagi waktu dengan baik sehingga lulus bisa tepat waktu?”, atau “kenapa dulu saya nggak bisa bangun lebih pagi untuk menyicil koding dan menulis analisis?”
Soal pembagian waktu yang buruk ini, sebaiknya jangan ditiru
ADVERTISEMENTS
Berkuliah sambil bekerja sepertinya telah menjadi semacam candu. Rasanya kurang greget kalau usia muda nggak dihabisin capeknya
Timeline berikutnya soal berkuliah sambil bekerja masih saya lanjutkan di jenjang kuliah berikutnya. Cuma kali ini lebih banyak improvisasi daripada sekadar menjadi karyawan dengan jobdesk quality assurance saja. Dari mulai jadi penulis dan editor, blogger, MUA, dan memenuhi kejar SKS untuk kuliah. Kali ini rasanya paradigma saya agak lebih berubah.
Saya bukan lagi kuliah sambil kerja, tapi bekerja sambil kuliah
Biaya kuliah yang mahalnya luar biasa, ditambah rasa nggak enak sama orangtua, membuat saya semacam gila senang bekerja. Sampai banyak orang yang heran: “Kamu ini kuliah di Teknik, tapi kok jadi MUA?”, atau “Kamu tukang rias, salah jurusan ya masuk Teknik?”. Ya kalau sudah suka dan passion, bisa saja itu terjadi ‘kan?
On the record, saya tidak salah jurusan kok. Memutuskan kuliah di teknik sudah saya pertimbangkan sejak jauh-jauh hari
Lamanya lulus saat kuliah S1 membuat saya belajar. Saat di mana surat pendadaran dan nilai tesis keluar, itulah momen ketika semua usaha telah terbayar
Buruknya saya dalam membagi waktu di masa lalu menjadi semacam tamparan keras. Saya jelas nggak mau kuliah kali ini molor karena nggak kuat bayar. Perkara mendisiplinkan diri memang bukan perkara gampang, apalagi soal rutinitas. Tapi kata orang, langkah besar dimulai dari langkah kecil. Untuk itulah saya mencoba membiasakan bangun lebih pagi, bergaul dengan teman-teman yang punya semangat juang sama, dan juga mengurangi kegiatan nirfaedah yang prioritasnya kurang penting. Sampai ada beberapa kawan yang menanyakan kenapa saya jarang aktif lagi di grup WA, kenapa jadi jarang main, kenapa nggak sering update sosmed seperti dulu, dsb.
Selalu ada harga yang harus dibayar untuk tujuan besar. Kalau memang temanmu, mereka akan mengerti
Akhirnya perjuangan selama dua tahun demi tepat mengejar lulus tepat waktu akhirnya terbayarkan. Susah mendefinisikan bagaimana pada ujungnya semuanya telah berakhir. Saya mendapat segepok pengalaman yang tidak bisa dinilai dengan uang, teman-teman yang baik, dan tentu saja; kelulusan.
Pada kesimpulannya, kuliah sambil bekerja itu adalah pilihan. Ada risiko yang mengintai, tetapi juga ada banyak keuntungannya. Kalau kamu siap dengan itu, why not?
#HipweeJurnal adalah ruang dari para penulis Hipwee kesayanganmu untuk berbagi opini, pengalaman, serta kisah pribadinya yang seru dan mungkin kamu perlu tahu
Baca tulisan #HipweeJurnal dari penulis lainnya di sini!