Sudah berapa lama kamu menahan diri untuk nggak tiba-tiba terbang ke Bali saking suntuknya di rumah melulu? Tempat ini memang menjadi salah satu tujuan liburan bagi sebagian orang yang ingin melepaskan diri dari penatnya pekerjaan. Bukan hanya itu, Bali juga jadi salah satu tujuan favorit untuk study tour sampai jadi tujuan pariwisata ibu-ibu PKK. Pokoknya pulau ini jadi paket lengkap bagi semua kalangan. Ada satu hal yang nggak boleh ketinggalan ketika kita berlibur ke sana yaitu oleh-oleh Joger. Rasanya belum ke Bali kalau belum membeli kaus atau suvenir dari sana.
Kok bisa ya merek yang satu ini menjadi sebuah merek yang sangat kuat hingga jadi pusat oleh-oleh yang selalu dirujuk saat ke Bali? Kita simak yuk bagaimana Joger bisa besar dan sukses memiliki branding yang sekuat sekarang!
ADVERTISEMENTS
Ternyata Joger awalnya hanya didirikan dengan modal yang sangat kecil tanpa toko lo, setelah dapat modal toko kecil-kecilan baru didirikan
Pendiri Joger bernama Joseph Theodorus Wulianadi yang memulai bisnis ini sejak tahun 1980 hanya bermodalkan Rp500.000,00 saja. Bahkan belum ada toko yang dimiliki sehingga untuk menjual produknya, ia memasarkan secara door to door dengan gigih dari pagi hingga malam. Setelah berangsur-angsur membuahkan hasil dan dengan bantuan keluarganya, ia membuka sebuah toko tanpa nama di di Denpasar dengan bangungan yang dipinjami keluarga. Ketika hendak mendaftarkan izin dagang, ia harus mendaftarkan nama untuk tokonya. Ketika itulah ia teringat seorang teman asal Jerman yang memberikannya uang $20 ribu yang bernama Gerhard Seeger, ia kemudian menyingkat namanya menjadi Joger dan menetapkannya jadi nama toko yang dibuat.
ADVERTISEMENTS
Setelah usahanya berkembang, Joseph malah memilih untuk menutup kedua toko dan mengubah haluan menjadi berorientasi terhadap kebahagiaan
View this post on Instagram
Bisnis Joger ternyata terus berkembang hingga ada dua toko lagi yang akhirnya dibuka yaitu di Jl Sulawesi, Denpasar pada tahun 1986 dan satu lagi di Jl Raya Kuta pada akhir tahun yang sama. Anehnya, di bulan Juli 1987 Joseph memilih untuk menutup dua toko tersebut dengan alasan tidak lagi ingin berorientasi pada keuntungan namun lebih menekankan pada kebahagiaan. Ia juga menerapkan filosofi BAJU2RA6BER yaitu BAik, JUjur, RAmah, RAjin, BERtanggung jawab, BERimajinasi, BERinisiatif, BERani, BERsyukur, dan BERmanfaat. Meskipun hanya ada satu toko yang tersisa namun ternyata dengan menerapkan filosofi tersebut, setelah 1,5 tahun berjalan, profit yang dihasilkan setara dengan 3 toko lo.
ADVERTISEMENTS
Bisnis ini bukan sukses begitu saja namun ada beberapa hal yang dijalankan Joseph hingga branding Joger menjadi sangat kuat
Joger ternyata memiliki aturannya sendiri untuk pelanggan yaitu satu pelanggan tidak boleh membeli produk dengan jenis yang sama sebanyak lebih dari 12 potong. Pembatasan ini dilakukan karena awalnya pelanggan mengeluh kehabisan produk karena dibeli oleh satu orang yang memiliki uang. Joseph tak ingin hal ini terjadi, ia ingin mereka yang membeli produknya adalah karena memang cinta dan menghargai karyanya. Untuk membangung brand yang kuat ia juga yakin bahwa pengusaha kreatif harus menciptakan ciri khas produknya sendiri bukan mengikuti produk orang lain. Menurutnya kaus adalah sebuah media sehingga yang membuatnya menarik atau tidak adalah sesuatu yang unik yang ada di sana.
Joseph juga menunjukkan kepada kita bahwa ternyata memiliki orientasi kebahagiaan tak lantas menyusutkan profit yang didapatkan. Malah tujuan yang baik seperti memberikan manfaat bagi orang lain akan membawa nasib-nasib baik pula ke dalam kehidupan. Ia bahkan mengaku bahwa ia berbagi dan menjadi seorang filantropi bukan karena sering mendapatkan pengalaman pahit dalam hidup namun justru karena nasib baik dan hal-hal bagus membawanya menjadi seorang pengusaha sehingga ia ingin mensyukurinya.