Perempuan yang bekerja masih sering menjadi topik perdebatan. Ada yang menganggap perempuan bekerja itu wajar-wajar saja. Namun, ada pula yang percaya bahwa karir paling layak dan mulia untuk perempuan adalah menjadi ibu rumah tangga.
Mau memilih berkarir di luar rumah atau jadi ibu rumah tangga, kamulah yang punya hak memutuskannya. Tapi jika bekerja kantoran adalah panggilan hidupmu, kamu para perempuan wajib tahu dulu: kesalahan karir apa saja sih yang seharusnya kamu hindari sejak saat ini?
ADVERTISEMENTS
1. Laki-Laki Memang Masih Mendominasi Berbagai Bidang Kerja. Tapi, Enggan Menjajal Bidang Tertentu Hanya Karena Kamu Perempuan Adalah Kesalahan.
Harus diakui, beberapa bidang profesional hingga saat ini masih didominasi oleh laki-laki. Sebut saja bidang teknik dan teknologi informatika. Kita lebih banyak menemui insinyur dan programmer laki-laki daripada wanita. Di bangku kuliah pun, cewek-cewek biasanya hanya menjadi minoritas di jurusan-jurusan yang bersangkutan.
Ada banyak penyebab kenapa cewek-cewek terus menjadi minoritas di bidang-bidang ini. Yang pasti, kamu tak boleh meragukan kemampuan individualmu di bidang-bidang itu hanya karena kamu perempuan. Meski dunia kerja yang ingin kamu masuki masih didominasi laki-laki, bukan berarti pekerjaan-pekerjaan tersebut “haram” kamu lakoni. Kamu tetap punya kesempatan untuk berkarir di bidang yang masih “cowok banget” itu.
Kamu mungkin akan sering mendengar pertanyaan atau komentar dari orang-orang, “Wah, Mbaknya perempuan tapi kerja di lapangan ya…” Justru kamu harus menganggap ini pujian, bahwa kamu yang perempuan pun bisa bersaing di dunia yang sangat laki-laki ini.
Sebagai minoritas, perjuangan yang harus kamu erahkan untuk mendapatkan pekerjaan di bidang-bidang ini mungkin akan lebih berat. Tapi bukan berarti kamu harus mundur sebelum mencoba. Jangan pernah ragu untuk mengirimkan lamaran ke berbagai startup atau perusahaan-perusahaan minyak dan tambang jika kamu merasa memenuhi kriteria. Perkara akhirnya gagal atau berhasil tak jadi soal, asal kamu tak mundur duluan sebelum berusaha.
ADVERTISEMENTS
2. Kesalahan Fatal yang Selanjutnya Adalah Percaya Bahwa Kariermu Tak Boleh Lebih Tinggi Dari Karier Laki-Lakimu
Hingga saat ini, masih banyak yang percaya bahwa laki-laki harus punya karier dan gaji yang lebih tinggi dari istri atau pacarnya. Alasannya, laki-laki harus bertanggung jawab dan menjadi tulang punggung keluarga.
Tapi coba deh kita pikir lebih jauh. Apakah “bertanggung jawab” itu berarti harus punya gaji yang lebih tinggi daripada istri? Jika seorang lelaki sudah bekerja dengan sungguh-sungguh siang dan malam, tak peduli berapa gaji yang dia terima, pantaskah kita menyebutnya tidak bertanggung jawab?
Salah-kaprah ini juga akhirnya berdampak pada bagaimana perempuan menentukan karir mereka. Banyak yang akhirnya menolak promosi di tempat kerja karena tak mau “melangkahi” status dan posisi suami atau calon suaminya. Kewajiban istri untuk patuh pada suami diterjemahkan menjadi kewajiban mengorbankan ambisi pribadi dan kesempatan mengembangkan diri.
“Tak usah berambisi perkara karir karena pada akhirnya perempuan akan jadi istri, yang katanya tak pantas jika punya gaji lebih tinggi daripada suami.”
Sebagai perempuan, jangan makan mentah-mentah “nasihat” di atas. Kamu harus bisa membuat keputusan sendiri. Jangan langsung menolak kesempatan untuk naik gaji atau promosi hanya karena mengkhawatirkan “Apa kata orang?”
Memang, ini bukan persoalan mudah. Mungkin ego pacar atau suamimu akan terluka saat mengetahui posisimu lebih tinggi dari posisi mereka di dunia kerja. Tapi sebagai pasangan, dia mesti sadar bahwa egonya tak mungkin selalu menang. Bukankah memaksimalkan potensi dan kemampuan diri di dunia kerja adalah hak setiap manusia? Dan bukankah kamu, seorang perempuan, adalah manusia juga?
ADVERTISEMENTS
3. Jangan Lagi Percaya Bahwa Pelamar Perempuan Akan Diistimewakan Perusahaan. Setiap Pelamar Harus Berusaha, Apapun Jenis Kelaminnya.
Setiap perempuan tentu punya karir yang diidamkan dan pekerjaan yang diinginkan. Misalnya, kamu ingin jadi editor senior di majalah ternama atau berharap bisa bekerja di perusahaan multinasional. Sayangnya, tak satupun pencapaian yang bisa diraih tanpa usaha. Rumus ini pun berlaku bagi siapa saja tanpa pengecualian, baik laki-laki maupun perempuan. Kamu keliru jika masih percaya pada mitos lama bahwa perempuan akan lebih mudah mendapat pekerjaan.
Memang tak mustahil jika kamu termasuk mahasiswi berprestasi di kampus sehingga sudah dilamar banyak perusahaan — bahkan sebelum menyelesaikan skripsi atau prosesi wisuda. Namun pada umumnya, pekerjaan hanya bisa didapat ketika kamu tak malas-malas mencari peluang dan menjajal kesempatan. Rajinlah membaca lowongan pekerjaan di koran, browsing di internet, hingga menyambangi kantor perusahaan-perusahaan yang kamu diincar. Seberapa cepat kamu berhasil mendapatkan pekerjaan bukan perkara jenis kelaminmu, tapi seberapa keras usahamu.
ADVERTISEMENTS
4. Kamu Pun Tak Boleh Minder Saat Melakukan Negosiasi Gaji. Hanya Karena Kamu Perempuan, Bukan Berarti Kamu Tak Pantas Bergaji Besar.
Mungkin karena kamu perempuan, kamu merasa tak perlu punya gaji besar. Padahal, nominal gaji itu seharusnya ditentukan oleh dedikasimu, bukan jenis kelaminmu. Jika pekerjaanmu membutuhkan dedikasi yang besar, bukankah sudah sepantasnya kamu mendapatkan gaji yang setimpal?
Mintalah besaran gaji yang adil ketika kamu wawancara kerja. Besaran gaji itu kemungkinan besar akan terus menjadi besaran gajimu untuk waktu yang lama. Kenaikan gaji hanya mungkin terjadi jika kamu termasuk pegawai berprestasi, atau setidaknya sudah menyelesaikan masa percobaan dan bekerja minimal selama 1 tahun.
Gaji yang sesuai juga sudah pasti membuatmu lebih bahagia dan bersemangat saat bekerja. Agar kamu bisa mendapatkan gaji yang sesuai, pastikan kamu lebih dahulu melakukan riset sebelum mengikuti wawancara kerja. Tentukan jumlah gaji rata-rata yang memang pantas kamu dapatkan untuk pekerjaan tersebut. Apakah posisi sebagai perempuan boleh membuatmu merasa minder atau tak percaya diri? Tentu tidak. Melakukan negoisasi adalah hak semua calon pegawai, tanpa terkecuali.
ADVERTISEMENTS
5. Walau Kamu Perempuan, Beranilah Mengambil Risiko. Tinggal di Luar Kota atau Melakukan Perjalanan Dinas Sendirian Itu Bukan Dosa yang Dilarang Agama.
Kesuksesan bisa dicapai dengan cara yang beragam. Namun, keberanian dan kepercayaan diri adalah faktor penting yang jadi penentunya. Tawaran bekerja di perusahaan tambang di pedalaman pernah datang padamu. Gaji tinggi, jaminan fasilitas, dan jenjang karir yang jelas adalah pertimbangan yang seharusnya membuatmu menerima. Sayangnya, kamu memilih menolak karena tak cukup berani mengambil risiko.
“Ah, bahaya kalau perempuan pergi jauh sendirian. Cari kerja seadanya aja, yang nggak harus jauh-jauh dari rumah.”
Ya, sebagai perempuan kamu mungkin setuju bahwa pantang meninggalkan kampung halaman dan rumah orang tua. Bagimu, merantau bukanlah pilihan karena akan banyak risiko yang menyertainya. Takut tak betah bekerja di kantor yang baru, tak cukup berani tinggal di sendiri daerah pedalaman yang minim fasilitas, hingga tak mau jauh-jauh dari pendampingan orang tua. Akhirnya, kamu memilih menolak tawaran kerja yang sebenarnya sangat menjanjikan
Bukankah orang-orang sukses adalah mereka yang berani keluar dari zona nyaman? Membuat perubahan besar dalam hidupnya demi mencoba hal-hal baru dan wujudkan ide-ide gila?
ADVERTISEMENTS
6. Sebagai Perempuan, Jangan Pernah Biarkan Emosi Pribadimu Menghambat Perkembangan Kariermu
Pertama-tama, perempuan tidak lebih emosional atau perasa dibandingkan laki-laki. Perempuan dan laki-laki sama-sama bisa merasakan intensitas emosi yang serupa — bahkan di saat-saat tertentu laki-laki malah lebih emosional dari perempuan. Namun, perempuan memang cenderung lebih ekspresif daripada laki-laki.
Kecenderungan untuk lebih ekspresif inilah yang harus kamu kontrol. Kultur kerja profesional mengharuskan seorang pekerja untuk mampu mengendalikan mimik muka dan bahasa tubuhnya, tak peduli seburuk apapun situasi yang pekerja itu temui. Saat kamu ditegur atasan, dikritik rekan kerja, atau menghadapi komplain dari klien, pastikan agar kamu tetap bisa mengontrol ekspresimu. Ini berlaku tak hanya dalam pertemuan face-to-face, tapi juga online. Jangan tergoda untuk menumpahkan perasaanmu di status Facebook atau Twitter, karena bos, rekan kerja, atau klienmu bisa saja membacanya. Jangan biarkan perasaan yang sifatnya personal menghambat kapasitas profesionalmu. Walaupun kamu perempuan, kamu harus bisa membuktikan bahwa kamu juga bisa profesional.
7. Berdandan Itu Penting. Orang Lain Takkan Melihat Inner Beauty-mu Kalau Kamu ke Kantor Dengan Baju yang Bau.
Jangan pernah mengandalkan inner beauty atau kecerdasanmu untuk menarik simpati klien atau rekan kerja yang baru kamu temui. Di dunia profesional, cara berpakaian adalah penanda kesungguhan seseorang. Baju yang dikenakan pun bisa menjelaskan sifat atau karaktermu. Apa yang kamu kenakan sejak hari pertama mengikuti wawancara kerja bisa jadi bahan penilaian.
Bagi perempuan, perkara penampilan mungkin akan sedikit lebih rumit. Bagaimana kamu bisa tampil cantik tapi tetap elegan? Apakah atasan, bawahan, dan gaya rambutmu yang kamu pilih sudah sesuai? Apa kamu bisa menjaga cara duduk dan cara berjalanmu saat mengenakan rok dan sepatu berhak tinggi? Yang pasti, penampilan bukanlah ihwal sederhana bagi semua orang. Pakaian yang pantas, rapi, dan sesuai adalah caramu menghargai diri sendiri, tempatmu bekerja, serta atasan dan rekan-rekan kerjamu.
8. Mungkin Kamu Terlalu Santai, Hingga Waktu Luang yang Kamu Punya Tak Kamu Gunakan Untuk Merintis Usaha.
Pekerjaan dan posisimu sebagai karyawan tetap adalah yang utama. Tapi, pekerjaan sampingan adalah caramu mendapatkan penghasilan tambahan. Kerja sampingan juga bisa jadi saranamu untuk menyalurkan hobi atau mengakrabi bidang-bidang lain yang sebenarnya jadi renjanamu. Semisal nih, kamu yang bekerja sebagai karyawan bank ternyata punya hobi nongkrong dan makan. Akhirnya, kamu pun memilih membuka cafe kecil-kecilan yang bisa dikelola selepas jam kerjamu di kantor.
Gunakan waktu luang di luar jam kerja atau saat akhir pekan untuk fokus dengan pekerjaan sampinganmu. Meski harus bekerja ekstra, justru hal ini yang mungkin akan membuat hidupmu terasa lebih bermakna. Kadang, sukses dan pencapaian yang besar justru datang dari luar kantormu lho!
9. Di Sisi Lain, Kamu Bisa Gila Kerja dan Enggan Pergi Liburan.
Rutinitas pekerjaan yang padat seringkali membuatmu tak punya waktu luang. Di hari kerja, kamu sibuk menyelesaikan tugas-tugas kantor yang terkadang memaksamu mengambil jatah lembur. Bahkan, saat akhir pekan kamu pun masih harus menuntaskan sisa pekerjaan yang belum diselesaikan.
Hal ini tak hanya dialami perempuan saja. Laki-laki pun bisa merasakan yang sama. Namun, bekerja terlalu keras bisa berimbas pada fisik dan psikismu. Apalagi, setiap bulannya perempuan akan mengalami siklus menstruasi yang sudah pasti mempengaruhi kondisi tubuh dan emosi. Maka, penting untuk menerapkan sistem kerja yang sesuai. Tentukan kapan kamu boleh sibuk dengan tugas-tugasmu, kapan waktu untuk bersantai menggeluti hobimu, dan kapan kamu pantas mendapat jatah liburan.
Kadang, banyak orang enggan pergi berlibur karena terlalu fokus memikirkan pekerjaan. Padahal, sejenak meninggalkan meja kerja dan melihat pantai bisa jadi cara yang efektif untuk meningkatkan kinerja dan produktivitas kerjamu setelahnya.
9. Jangan Terbuai Pada Rasa Nyaman, Sampai Tak Mau Mencari Pekerjaan yang Lebih Menjanjikan
Mungkin pekerjaan pertama yang kamu lakoni sangat berkesan bagimu. Kamu nyaman saat mengerjakan tugas-tugasmu dan punya hubungan yang dekat dengan atasan maupun rekan-rekan kerjamu. Tapi, apakah rasa nyaman ini akan membuatmu terbuai dan enggan menjajal kesempatan lain yang lebih baik?
Ya, seberapa nyaman pekerjaan yang kamu lakoni sekarang seharusnya tak membuatmu merasa “cukup”. Bagaimana pun kamu layak menjajal pekerjaan-pekerjaan baru yang bisa meningkatkan kualitas dirimu. Kamu harus terus belajar menghadapi tugas-tugas baru yang lebih sulit daripada tugas-tugasmu sebelumnya. Kembali beradaptasi dan menemukan teman-teman baru, membuka dirimu selebar-lebarnya agar semakin banyak ilmu dan kebaikan yang bisa kamu dapatkan.
10. Jangan Bertahan dengan Suatu Pekerjaan Jika Tak Menyukainya. Walau Perempuan, Kamu Tak Boleh Bersikap Pasif.
“Gw itu lulusan Hukum, tapi kerja jadi manager marketing perusahaan obat. Beuh, gak paham juga sih sama kerjaan sendiri! Capek, gaji recehan, temen-temen kantor usianya lebih tua semua – gak asik. Ah, selesai deh hidup gw! Hahaha.” – Dinda, 23 tahun, Yogyakarta
Keluhan-keluhan semacam itu mungkin sering terlontar di sela-sela obrolan dengan teman-temanmu. Namun, apakah mereka yang mengeluhkan pekerjaannya lantas berusaha membuat perubahan? Memilih berhenti dan mencari pekerjaan lain yang sesuai dengan minatnya?
Kita seringkali sekadar mengeluh tanpa mau berusaha untuk mengubah keadaan. Jangan hanya diam dan bertahan jika pekerjaan yang kamu jalani setiap hari memang tak membahagiakan. Bergeraklah dan temukan pekerjaan baru yang membuatmu bersemangat pergi ke kantor setiap harinya.
11. Yang Paling Penting, Jangan Jadi Ibu Rumah Tangga Hanya Untuk Menuruti Permintaan Pacar Atau Suami. Pastikan Keputusan Kariermu Ada di Tanganmu Sendiri.
“Sayang, nanti kalau kita nikah kamu gak usah kerja, ya! Di rumah aja ngurusin aku sama anak-anak.”
Cieh, yang siap-siap mau nikah! Hehehe. Yup, kalimat di atas mungkin pernah dilontarkan pasanganmu. Memang masih banyak orang yang menganggap bahwa ibu rumah tangga adalah jauh lebih mulia daripada wanita yang memilih bekerja atau berkarier.
Memang masih banyak stereotip yang melekat pada ibu yang bekerja. Mereka dianggap mengabaikan suami dan anak-anaknya, serta lalai dengan tugas-tugasnya di rumah. Padahal, ibu yang bekerja sebenarnya punya efek yang positif baik bagi diri sendiri, keluarga, dan tumbuh kembang anak-anaknya. Pekerjaan di luar rumah bisa menghindarkan perempuan dari stres, anak-anak yang ibunya bekerja akan terdidik lebih mandiri, keuangan keluarga pun akan lebih stabil karena ditopang dari 2 sumber (penghasilan ayah dan ibu).
Ibu yang bekerja juga sering dianggap egois. Padahal dengan pekerjaannya itu, sudah berapa banyak orang yang ia bantu?
Keputusan untuk berkarier atau menjadi ibu rumah tangga itu seharusnya ada di tanganmu sendiri. Jadilah ibu rumah tangga hanya jika itu memang panggilan hatimu. Jika kamu memang ingin bekerja, pasanganmu seharusnya bisa mengerti dan tidak memaksamu tinggal di rumah saja.
Setelah membaca artikel ini, apakah kamu semakin mantap memilih jalan kariermu? Semoga saja, artikel ini bisa memberikan sedikit pencerahan bagi kalian para perempuan yang ingin fokus di dunia kerja! 🙂