Bagimu yang sudah terjun di dunia kerja, pasti pernah mendengar kebijakan perusahaan yang melarang karyawannya untuk menikah dengan teman sekerja atau sekantor. Peraturan ini biasanya diterapkan di beberapa bank, instansi pemerintah maupun perusahaan tertentu lainnya. Padahal yang namanya jatuh cinta itu bisa terjadi dimanapun, nggak terkecuali di tempat kerja.
Peraturan yang kebanyakan berlaku di perusahaan adalah larangan untuk menikah, sedangkan untuk yang berstatus pacaran masih diperbolehkan. Sekalipun ada larangan untuk pacaran, Human Resources Department (HRD)Â nggak akan langsung memberikan punishment, melainkan melakukan klarifikasi tentang kebenarannya terlebih dahulu dan untuk mengetahui sejauh apa hubungan yang sudah terjalin. Setelah itu, baru dipertimbangkan tindakan seperti apa yang akan diberikan selanjutnya.
Sebenarnya, peraturan larangan menikah dengan rekan kerja ini bukan tanpa alasan. Perusahaan memberlakukannya atas dasar pertimbangan-pertimbangan tertentu yang perlu kamu perhatikan berikut…
ADVERTISEMENTS
1. Menghindari adanya konflik pribadi yang berpotensi membuat lingkungan kerja jadi nggak kondusif, juga kinerjanya yang dikhawatirkan akan menurun
Hubungan suami-istri nggak mungkin selamanya rukun dan bahagia. Sesekali pasti terjadi masalah yang berujung pada percekcokan atau pertengkaran. Nah, masalah ini dikhawatirkan akan terbawa ke kantor dan akan membuat atmosfir kantor menjadi nggak nyaman. Hal ini tentu juga akan mengganggu kinerja baik dari pihak yang berselisih maupun karyawan lain yang terkena imbasnya. Jadi, adanya masalah internal antara suami istri akan berimbas pada pekerjaan mereka di kantor, langsung maupun nggak langsung. Karena pada dasarnya energi negatif itu menular.
ADVERTISEMENTS
2. Selain konflik pribadi yang dialami oleh suami-istri, konflik yang terjadi di kantorpun bisa membawa dampak buruk bagi kehidupan rumah tangga
Sama halnya seperti kehidupan rumah tangga yang akan selalu mengalami masalah, di kantorpun begitu. Terlebih kantor yang memiliki banyak karyawan. Semakin banyak kepala dan karakter yang harus disatukan, maka akan semakin sering pula terjadi perselisihan.
Saat salah satu dari pasangan suami istri ini sedang mengalami masalah terkait pekerjaan, bukan nggak mungkin kalau suasana ini juga akan terbawa ke rumah. Belum lagi jika ternyata mereka berdua yang berbeda pendapat soal prinsip kerja atau apapun yang terkait dengan pekerjaan. Bersiaplah, suasana rumah akan berubah menjadi tegang dan sengit. Tentunya perusahaan nggak menginginkan hal semacam ini terjadi. Kamu juga, ‘kan?
ADVERTISEMENTS
3. Menghindari terbongkarnya rahasia profesional gara-gara pembicaraan antara suami istri di rumah serta mencegah praktik KKN dengan memanfaatkan jabatan atau wewenang
Dilansir dari laman Kompas, Nuke Siska Puspita, Psi, praktisi Sumber Daya Manusia Experd, mengatakan bahwa dasar pertimbangan yang melarang sesama karyawan dalam satu kantor menikah adalah untuk mencegah terjadinya conflict of interest atau konflik kepentingan. Konflik kepentingan di sini yang dimaksud adalah menggunakan jabatan atau wewenang untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan terkait pekerjaan, dengan tujuan untuk mendapatkan kemudahan atau hasil yang diinginkan.
Misalnya, sang istri bekerja di bagian purchasing dan suami sebagai project manager. Bisa jadi dalam suatu proses tender, suami bertanya pada istri mengenai penawaran yang masuk, padahal sesungguhnya ini adalah informasi yang bersifat rahasia. Suami juga bisa mengarahkan istri untuk memenangkan vendor yang ia inginkan. Ada juga kemungkinan pihak vendor memberikan bonus tertentu kepada suami atau istri agar tendernya dimenangkan.
Jika dibiarkan terus menerus, konflik kepentingan ini bisa mengarah ke praktik Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN). Urusannya bisa makin runyam kalau sampai ketahuan perusahaan. Mau?
ADVERTISEMENTS
4. Menghindari adanya unsur subyektivitas pada penerapan aturan di kantor maupun penilaian kinerja
Subyektivitas dalam hal ini mencakup berbagai hal, mulai dari penilaian kinerja (performance review), mekanisme reward (misalnya promosi jabatan, pemberian bonus) dan punishment (apabila terjadi kesalahan), dan sebagainya.
Contoh paling kecil dalam hal promosi. Misalnya, salah sang suami punya jabatan yang tinggi di kantor. Nah, ketika sang istri memperoleh promosi jabatan, siapa yang bisa menjamin jika promosi yang didapatkan oleh sang istri murni disebabkan karena prestasi kerja atau karena kebetulan sang suami yang berwewenang untuk memutuskan? Kalaupun penilaian promosi tersebut memang objektif, sangat mungkin akan ada omongan yang kurang mengenakkan di kantor dari rekan-rekan kerja. Selain perusahaan jadi merugi, kenyamanan bekerja juga jadi terganggu. Hmm, jadi serba salah, ‘kan?
ADVERTISEMENTS
5. Sebagai upaya untuk ikut menyukseskan program pemerataan pendapatan di masyarakat. Biar rezekinya nggak didapat oleh keluarga yang itu-itu saja…
Pertimbangan perusahaan yang melarang karyawannya untuk menikah dengan sesama pekerja dalam satu kantor adalah untuk pemerataan pendapatan masyarakat. Di sinilah baru terlihat sisi keadilan dibalik peraturan yang justru dinilai kurang bijak.
Coba bayangkan, satu posisi dalam suatu perusahaan yang dipegang oleh sang suami maupun istri bisa menjadi sumber pendapatan bagi keluarga lain yang belum mendapatkan pekerjaan. Dengan peraturan ini, diharapkan peluang pekerjaan dapat diserap oleh banyak keluarga. Sehingga peran perusahaan bukan hanya untuk membuka lapangan pekerjaan saja, tapi juga sebagai agen pemerataan pendapatan masyarakat.
ADVERTISEMENTS
6. Alasan-alasan di atas tadi juga diperkuat dengan adanya Undang-Undang yang diatur pemerintah tentang sistem ketenagakerjaan, lho!
Saat ini memang banyak perusahaan yang mengeluarkan peraturan pelarangan suami istri bekerja di kantor yang sama. Perusahaan yang menerapkan aturan tersebut justru nggak menyalahi aturan karena UU Nomor 13 tentang Ketenagakerjaan yang juga memberi hak kepada perusahaan untuk mengatur hal tersebut yang berbunyi:
Pengusaha dilarang melakukan pemutusan hubungan kerja dengan alasan pekerja atau buruh mempunyai pertalian darah dan/atau ikatan perkawinan dengan pekerja atau buruh lainnya di dalam satu perusahaan, kecuali telah diatur dalam Perjanjian Kerja (PK), Peraturan Perusahaan (PP), atau Perjanjian Kerja Bersama (PKB).
Dengan demikian, nggak heran jika kita menjumpai ada perusahaan yang membolehkan pasangan suami istri bekerja sekantor, namun ada pula yang melarang. Atau bisa juga membolehkan, tapi dengan catatan pasangan tersebut nggak bekerja dalam divisi yang sama, atau divisi yang memiliki keterkaitan erat. Penerapan peraturan tersebut tergantung pada kebijakan setiap perusahaan.
Nah, demikian sederet alasan kenapa perusahaan melarang pasangan suami istri bekerja dalam satu kantor yang sama. Kalau kamu sedang merencanakan menikah dengan rekan kerja di kantor yang sama, cari sebanyak mungkin informasi mengenai peraturan perusahaan. Jika memang dilarang, diskusikan dengan atasan untuk mendapatkan keputusan yang tepat baik untuk kalian maupun pihak perusahaan. Jangan lupa, selalu jaga profesionalisme kamu dan pasangan, ya!