Salah satu outer yang paling banyak digemari saat ini adalah rompi. Ciri khasnya yang tidak berlengan ini bisa cocok ke banyak look berpakaian sehari-hari. Perempuan maupun laki-laki juga bebas menggunakannya sesuai kebutuhan masing-masing.
Namun ternyata, pada awal kemunculannya, rompi hanya diperuntukkan untuk kaum laki-laki. Adalah Raja Charles II dari Inggris yang menginginkan rakyat laki-lakinya untuk mengenakan rompi pada tahun 1666 silam. Gimana kelanjutan dari kebijakan sang raja itu? Yuk, simak sejarah munculnya rompi berikut ini!
ADVERTISEMENTS
Raja Charles II tidak ingin ketinggalan dengan kemajuan mode di Prancis
Dilansir dari Woman Indonesia, pada tahun 1666, Raja Charles II mengumumkan bahwa ia akan meluncurkan jenis pakaian baru untuk dikenakan laki-laki. Saat itu, perkembangan mode di Prancis sedang gencar-gencarnya dan sang raja pun ingin hal yang sama terjadi di Inggris.
Ide awal busana rompi sebenarnya bukan sesuatu yang baru pada saat itu. Meskipun belum terkenal, desain pakaian yang hampir mirip dengan rompi sudah lebih dulu muncul di India dan Persia. Bukti kemunculan rompi di Inggris semakin diperkuat lewat tulisan Samuel Pepys, seorang anggota parlemen saat itu di buku hariannya yang sangat bersejarah.
“Kemarin raja telah menyatakan resolusinya untuk menetapkan mode pakaian yang tidak akan pernah dia ubah. Itu adalah rompi, saya tidak tahu bagaimana caranya,” tulis Samuel Pepys.
Kancing-kancing rompi dijahit rapat dan disusun dalam dua baris berjajar di bagian depan rompi. Pada saat itu, rompi biasanya dipakai sebagai dalaman dan dipadukan dengan mantel yang terbuka lebar.
ADVERTISEMENTS
Perubahan bentuk dan warna rompi
Dilansir dari The Be Spoke Tailor, pada abad ke-17 dan 18 rompi lebih banyak menggunakan warna-warna gelap seperti hitam dan cokelat tua. Warna-warna itu dinilai mencerminkan kesan formal dan kehormatan.
Seiring berjalannya waktu, mulai ditemukan rompi-rompi berwarna cerah sehingga cocok untuk dipakai ke acara non formal. Bahkan saat revolusi Prancis terjadi, rompi berwarna cerah dijadikan bentuk perlawanan terhadap kaum aristokrat (masyarakat kelas atas).
Setelah mengalami pergeseran warna, rompi pada abad ke-19 mulai berubah ukuran jadi lebih pendek. Awalnya, panjang rompi bisa sampai mengenai pinggang. Namun, saat itu ukurannya dibuat semakin pendek dan ketat sehingga menyerupai korset. Meskipun begitu, para laki-laki tetap saja mengenakannya tanpa merasa aneh.
Selain untuk kebutuhan fesyen, rompi juga digunakan untuk menghangatkan tubuh pada abad ke-20. Saat itu, alat pemanas sangat susah ditemukan dan harga batu bara pun sangat mahal. Demi menghangatkan badan, mereka pun menyiasatinya dengan memakai rompi berbahan wol yang dibalut dengan setelan mantel dua lapis di atasnya.
ADVERTISEMENTS
Rompi mulai dipakai untuk kebutuhan militer angkatan udara
Komandan Pasukan Lintas Udara Uni Soviet, Vasiliy Margelov memasukkan rompi ke dalam lemari pakaian pasukan terjun payungnya pada tahun 1959. Rompi itu nantinya akan digunakan pada saat penerjun melancarkan atraksi terjun parasut ke dalam air. Namun, inisiatif itu ternyata ditentang oleh panglima tertinggi Angkatan Laut Uni Soviet, Sergei Gorshkov.
Namun pada akhirnya, rompi itu tetap dipakai para pasukan setiap kali melancarkan aksinya. Bahkan pada tahun 1968 ditandai sebagai kemunculan perdana rompi bergaris yang juga dipakai pasukan terjun payung Uni Soviet pada era pembebasan politik Musim Semi Praha.
ADVERTISEMENTS
Perempuan mulai mengenakan rompi setelah memasuki era modern
Memasuki era modern, rompi tidak lagi dilihat sebagai simbol status sosial maupun pekerjaan para laki-laki. Rompi mulai dilihat dari fungsinya sebagai pelengkap dalam menunjang penampilan. Dari sinilah para perempuan mulai mengenakan rompi dalam kesehariannya.
Semakin berkembang, rompi juga kerap dipadukan dengan fashion item lainnya seperti kaus, jas, hingga gaun. Hingga akhirnya saat ini kita mengenal rompi sebagai pakaian yang modis dan tentunya bebas dipakai oleh gender dan kalangan manapun.