Semenjak tahun 2009, tanggal 2 Oktober telah menjadi hari yang membanggakan bagi kita warga Indonesia. Pasalnya, batik telah diakui sebagai warisan kemanusiaan untuk budaya lisan dan non bendawi oleh UNESCO. Makanya nggak heran setiap tanggal 2 Oktober kita banyak melihat teman-teman atau saudara pamer pakaian batiknya di sosmed. Katanya sih, mereka bangga memakai batik dan mereka seakan-akan sedang melakukan perannya dalam melestarikan budaya lokal kita.
Tapi di sini ada satu hal yang sedikit mengganggu dan jadi masalah, apa benar yang kamu pakai itu benar-benar batik? Atau jangan-jangan cuma sekedar kain yang diberi motif batik saja?
ADVERTISEMENTS
Terkait dengan pengertian batik, selama ini banyak orang yang salah kaprah tentang makna batik yang sebenarnya. Batik itu tekniknya, kainnya, atau motifnya sih?
Lihat deh batik yang aku pakai, cantik kan? murah lagi! Kemarin aku beli cuma Rp.20.000,00 aja!
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, batik adalah “kain bergambar yang pembuatannya secara khusus dengan menuliskan atau menerakan malam pada kain itu, kemudian pengolahannya diproses dengan cara tertentu.”
Jika dilihat dari pengertian tersebut, kita bisa menyimpulkan bahwa sebuah kain sejatinya disebut batik ketika adanya keterlibatan proses tertentu, seperti penggunaan “malam” atau lilin dalam pembuatannya. Sayangnya, sekarang ini banyak orang yang kurang paham akan makna batik yang sebenarnya. Selama sebuah kain punya motif unik yang khas, maka mereka bisa saja dipanggil batik.
Bukan maksud untuk mengecilkan batik sablon atau batik print, namun ketika semua orang bisa melabeli kain bermotifnya dengan sebutan batik, kasihan juga ya seniman-seniman yang sudah bersusah payah menuangkan waktunya untuk membuat batik dengan cara tradisional.
ADVERTISEMENTS
Tradisi yang patut diwariskan ke anak cucu bukan saja kain batiknya, tapi alangkah indahnya jika kita juga melindungi tradisi pembuatannya
Sekarang, semua industri yang mampu membuat kain dengan motif atau corak tertentu dapat dilabeli sebagai batik. Alhasil, kita banyak menemukan “batik” dengan harga yang sangat terjangkau di pasaran. Hal tersebut pun sebenarnya sangat dimaklumi, demi memenuhi permintaan pasar. Dan tentunya harga batik yang terjangkau memberi keuntungan bagi banyak orang. Sayangnya, batik printing sebenarnya merugikan mereka para seniman batik yang telah susah payah melestarikan tradisi pembuatan batik kita.
Sebagai sebuah tradisi yang sudah dijadikan warisan dunia, kita nggak hanya perlu melestarikan kain batiknya sendiri tapi juga tradisi pembuatannya. Oke, mungkin kamu nggak harus repot-repot belajar bagaimana cara membuat batik secara manual. Tapi ketika kamu mengepos fotomu memakai batik dan diberi caption “bangga dengan batik sebagai warisan tanah air kepada dunia” coba deh pastikan dulu kamu memakai batik asli, bukan yang diprint oleh suatu korporasi mode besar di pasar.
Untungnya, batik sablon biasanya mudah dikenali karena kualitas kain dan motifnya yang jauh di bawah batik tulis. Batik sablon hanya memiliki motif di satu sisi kain, sedangkan di sisi lainnya hanyalah berupa tembusan-tembusan motif. Batik sablon juga biasanya dijual dengan harga yang sangat murah, meskipun tak jarang ditemui penjual-penjual nakal yang menghargai batik salon semahal batik tulis.
ADVERTISEMENTS
Nggak ada yang salah sih dengan batik printing atau sablon, tapi ternyata membeli batik printing banyak ruginya untuk kita
Sebenarnya, tidak ada masalah yang berarti terkait dengan batik printing atau batik sablon, tapi hal tersebut akan menjadi masalah ketika batik sablon dilabeli sebagai batik asli. Bahkan, ahli batik bernama Asmoro Damais pernah berkata bahwa menyamakan batik sablon dengan batik tulis itu adalah sebuah hinaan bagi para pembuat batik dan tradisi batik itu sendiri. Setuju nggak sih? Karena pada dasarnya yang menjadikan sebuah warisan budaya itu bukan hanya wujudnya, tapi tradisi pembuatannya yang harus selalu disertai dengan skill khusus, kesabaran, dan juga jiwa seni.
Batik sablon tadinya banyak diproduksi oleh industri lokal, namun seiring berkembangnya jaman,banyak juga produsen luar negeri yang mengirim produk “batik”nya ke Indonesia, mematikan pasaran dalam negeri. Dilansir dari Kompas.com, akhir-akhir ini produk “batik” asal Cina telah banyak membanjiri pasaran dalam negeri dimana hal tersebut berdampak negatif pada pasaran batik lokal.
Dampaknya tentunya berpengaruh paling besar kepada pengrajin batik kecil yang tinggal di pedalaman. Mereka tidak memiliki akses pasar yang luas dan mereka hanya memiliki modal kecil untuk menjalankan usahanya. Jika kita terus-terusan mendukung batik sablon impor, batik lokal pun akan semakin sirna, percuma dong masuk daftar warisan budaya UNESCO.
ADVERTISEMENTS
Oleh karena itu, perlu adanya regulasi batik yang lebih kuat dari pemerintah maupun dari diri kita sendiri
Dengan adanya pasar bebas di Asia, tentunya barang impor akan semakin mudah memasuki pasar lokal. Produk batik sablon asal Cina pun bebas mempromosikan produknya sebagai batik “asli” atau batik tulis. Bukan hanya menyakiti para pengrajin batik, absennya regulasi batik yang lebih ketat sebenarnya juga menyakiti identitas budaya bangsa. Oleh karena itu, banyak pedagang batik, terutama mereka para pengrajin batik Pekalongan, menginginkan adanya regulasi batik yang lebih ketat terkait dengan pelabelan batik. Regulasi batik sekarang masih kurang melindungi pengrajin batik dan konsumen seperti kita-kita yang tidak tahu bedanya batik asli dengan batik sablon.
Terkait dengan diri kita masing-masing, kita juga bisa menerapkan regulasi kita sendiri demi mendukung tradisi batik dalam negeri. Kita bisa sebisa mungkin menghindari pembelian batik sablon impor yang ada di pasaran. Jika alasan finansial menjadi alasan utamamu enggan membeli batik tulis, batik cap juga bisa menjadi alternatif kok!
Yuk kita lestarikan batik asli nusantara. Bangga dengan batik mulai sekarang juga.