4 Tipe Orang Saat Beli Barang Branded. Ada yang Cuek, Ada yang Haus Perhatian

Ternyata soal belanja branded ada istilah quiet luxury dan loud luxury

Gaya busana memang menjadi salah satu bentuk komunikasi dalam kehidupan sosial. Terlepas dari sengaja atau tidak, pakaian yang kita kenakan kerap dianggap merepresentasikan tingkat kekayaan dan status sosial.  Apalagi kalau di bagian depan tas atau baju kita terpampang jelas logo merek mewah tertentu. Makin terkenal, makin merasa ‘penting’ deh.

Akan tetapi, memang tidak semua orang peduli dengan logo mewah atau status sosial tinggi. Ada yang tetap terlihat berkelas tanpa harus menampilkan logo tertentu dan ada juga yang memang tidak menginginkan semua itu sejak awal. Perbedaan selera ini terkenal dengan istilah quiet luxury dan loud luxury.

Kedua istilah itu nantinya akan membagi orang-orang ke dalam 4 tipe saat membeli barang branded. Sebelum kita mengulas tipe-tipenya, yuk pahami dulu perbedaan quite dan loud luxury berikut ini.

ADVERTISEMENTS

Perbedaan quiet dan loud luxury brand yang paling mendasar dapat dilihat dari intensitas tampilan logo di produknya

Tas dan ikat pinggang Gucci

Tas dan ikat pinggang Gucci | Credit: Instagram @gucci

Pernah melihat tas merek Chanel dengan logo ikoniknya yang memenuhi setiap sisi badan tas? Atau ikat pinggang Gucci dengan logo double G di tengahnya? Kalau kamu berpapasan dengan orang yang memakai barang tersebut, bahkan dari jauh pun hampir bisa dipastikan kamu sadar kalau mereka mengenakan barang branded.

Seperti itulah loud luxury brand akan menonjolkan logo mereka dan menjadikannya sebagai pusat dari pandangan mata banyak orang. Dengan memakai barang berlogo mentereng, mereka si pencinta loud luxury akan merasa punya status sosial yang tinggi, eksklusif dan diterima di kalangan elit sekitarnya.

Sedangkan quiet luxury brand, lebih fokus pada kualitas premium dan proses pengerjaan produk yang maksimal daripada memamerkan desain logo mereka di bagian depan. Sebagian besar merek dunia aliran quiet luxury memang jarang dikenal publik karena hal ini.

Sebut saja The Row, Brioni, dan Bottega Veneta. Pernah dengar? Wajar saja kalau belum karena merek ini memang tergolong private dan tidak mainstream. Bahkan, logonya saja ditempatkan di bagian dalam produk sehingga tidak terlihat oleh banyak orang.

Kalau kamu penyuka gaya minimalis, chic, dan tidak terlalu suka orang lain tahu merek mewah yang sedang dipakai, kamu adalah pecinta quite luxury.

ADVERTISEMENTS

Perbedaan perilaku konsumen ini diuraikan lebih rinci lagi ke dalam 4 tipe orang saat membeli barang branded

Pembagian kategori di bawah ini didasarkan pada kekayaan dan kebutuhan mereka akn status serta pengakuan masyarakat. Kira-kira, kamu masuk ke kategori mana ya? Yuk, kita ulas satu per satu.

ADVERTISEMENTS

1. Kaum Patricia adalah mereka yang sebenarnya sangat kaya tapi tidak punya keinginan untuk menunjukkan harta bendanya

Kamu Patricians

Kaum Patricians | Photo by freestocks on Unsplash

Dilansir dari The Drum, kaum Patricia hampir pasti akan membeli barang-barang quiet luxury. Mereka tidak memerlukan validasi orang lain kalau mereka adalah orang kaya. Namun, apabila sesama Patricians tidak sengaja bertemu, mereka akan sama-sama tahu tentang status sosial masing-masing.

Biasanya, kaum ini berasal dari keturunan bangsawan yang sejak lahir memang sudah kaya (old money). Mereka juga punya kemampuan unik untuk mengenali barang branded tanpa harus melihat logonya.

ADVERTISEMENTS

2. Sama kayanya dengan kaum Patricia, tapi kaum Parvenus masih haus akan pengakuan orang-orang sekitar

Tas Louis Vuitton

Tas Louis Vuitton | Credit: Instagram @loiusvuitton

Kaum yang satu ini juga memiliki tingkat ekonomi kelas atas. Bedanya, mereka masih ingin ‘terlihat’ kaya dan mendapatkan pengakuan dari sekelilingnya. Untuk mewujudkan itu, kaum Parvenus akan cenderung membeli barang loud luxury. Mereka merasa kekayaannya akan terlihat nyata lewat logo-logo mewah di setiap barang yang mereka pakai.

Contohnya, kaum Parvenus akan lebih memilih tas Louis Vuitton dengan logo LV di tengahnya dibandingkan kemeja The Row yang juga bernilai fantastis tapi tidak menunjukkan logo ‘mewah’ di depannya. Dengan kecenderungannya yang seperti ini, kaum Parvenus sering dianggap tidak selevel dengan Patricians meskipun sama-sama kaya.

ADVERTISEMENTS

3. Kaum Poseurs ingin terlihat high class tapi dengan kondisi dompet tipis dan pas-pasan

Kaum Poseurs

Kaum Poseurs | Credit: Instagram @louisvuitton

Pengen bergaya tapi tidak mampu adalah kalimat paling tepat untuk menggambarkan kondisi kaum Poseurs. Mereka sadar dengan kondisi ekonomi yang pas-pasan tapi tetap memaksakan diri untuk tetap masuk ke lingkungan kelas atas. Parahnya lagi, mereka berusaha keras untuk mengikuti gaya hidup yang bernilai fantastis itu.

Tipe-tipe orang seperti inilah yang rela membeli barang palsu atau KW demi berada di status sosial setara dengan Patricians dan Parvenus. Waduh, kamu jangan sampai seperti ini ya.

ADVERTISEMENTS

4. Terakhir, ada kaum Proletarians dengan ekonomi menengah ke bawah dan tidak mementingkan status serta validasi

Kaum Proletarians

Kaum Proletarians | Photo by Priscilla Du Preez on Unsplash

Mereka ini berada di garis ekonomi yang sama dengan Poseurs. Hanya saja, Proletarians tidak menganggap kalau status sosial tinggi, pengakuan atas kekayaan itu sebagai hal yang penting. Ketika membeli barang pun, kaum ini akan lebih fokus pada fungsi dan manfaat yang ditawarkan daripada image di baliknya.

Tren quiet luxury perlahan diminati oleh merek loud luxury

Tas Prada

Tas Prada | Credit: Instagram @prada

Merek seperti Dior, Gucci, dan Louis Vuitton yang terkenal loud luxury sebenarnya juga sudah mengeluarkan varian produk untuk kaum yang lebih menyukai quiet luxury. Uniknya, produk jenis ini dibanderol jauh lebih mahal daripada produk mereka yang biasanya sehingga hanya kaum Patricians yang mampu membelinya.

Dilansir dari Vogue Business, merek Balmain, Gucci, dan Louis Vuitton sedang bereksperimen dengan strategi pemasaran yang lebih sederhana. Gucci dan LV mulai menampilkan produknya di lokasi seperti Brooklyn dan Somerset dalam 10 bulan terakhir. Sedangkan Balmain sudah berhenti memasang iklan di berbagai majalah mode termasuk Vogue tahun ini.

Masih ada beberapa merek lain yang juga mengubah teknik pemasarannya seperti Nike, Givenchy, dan Moncler. Merek-merek ini mulai menjauh dari iklan media cetak dan televisi. Mereka lebih fokus untuk membangun komunikasi intens dengan pelanggan yang sudah ada.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Writing...

Editor

An avid reader and bookshop lover.