Pandemi Covid-19 di Indonesia belum usai dan masih rentan mengalami peningkatan. Pemerintah pun kembali memperpanjang pemberlakukan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) level 4 di Jawa dan Bali hingga 2 Agustus 2021. Bedanya, peraturan kali ini dibuat lebih flelksibel, salah satunya dengan diperbolehkan makan di tempat dengan mematuhi protokol kesehatan dan dibatasi hanya maksimal 20 menit.
Bersamaan dengan keluarnya aturan ini, publik pun menanggapinya dengan beragam pandangan. Bahkan di media sosial beredar potret menggelitik berupa meme. Hal tersebut lantas mendapat sorotan dari dokter sekaligus musisi, Teuku Adifitrian atau akrab disapa Tompi. Menurutnya boleh saja masyarakat bercanda, tetapi jangan sampai keblabasan yang akhirnya tak memahami maksud yang disampaikan.
ADVERTISEMENTS
Tegaskan seharusnya bukan batas waktu yang jadi sorotan, melainkan tak perlu berlama-lama di warung makan. Ia pun menganggap bahwa masyarakat Indonesia suka bercanda
Makan 20mnt aja dijadikan lelucon, memang kita ini seneng bercanda.
Tapi terlepas dari itu, sy menangkap maksud dr makan 20mnt itu bukan masalah waktunya… tp penekanan “JANGAN BERLAMA2, mengurangi resiko tertular , BIAR IDUP LEBIH LAMA”
Becanda boleh tp jgn kebablasan…— dr tompi spBP (@dr_tompi) July 27, 2021
Sudah terlalu banyak yang menjadikan peraturan sebagai lelucon. Menurut Tompi tak apa bercanda, tetapi jangan sampai keblabasan yang akhirnya mengesampingkan esensi dari arahan yang dibuat. Lagipula sejauh ini, baik masyarakat dan pemerintah kurang bersinegri untuk menekan penyebaran Covid-19. Untuk itu, perlu adanya keseriusan jika mau pandemi ini cepat berakhir.
“Makan 20 menit aja jadi lelucon, memang kita ini senang bercanda. Tapi terlepas dari itu saya menangkap maksud dari makan 20 menit itu bukan masalah waktunya, tetapi penekanan ‘Jangan berlama-lama, mengurangi risiko tertular, biar hidup lebih lama’ bercanda boleh tapi jangan keblabasan,” papar dr. Tompi dikutip dari Twitter resminya, Rabu (28/7).
Tak hanya itu, ia pun mengingatkan untuk sama-sama kompak mengakhiri penyebaran Covid-19. Di kondisi seperti sekarang, tak perlu mencari kesalahan, yang terpenting bagaimana masing-masing individu bisa menghentikan penularan virus corona. Terapkan protokol kesehatan dan jalani vaksin supaya gejala yang ditimbulkan tak terlalu parah.
“Ayolah energinya kita habiskan buat sama-sama menghentikan penularan Covid ini, daripada habis untuk menghujat dan negatifnya mulu. Katanya sudah capek sama keadaan begini. Kalau gak bareng dan seirama gak bakalan beres. Nah, kalau semua mau bikin irama sendiri-sendiri bingunglah,” lanjutnya.
ADVERTISEMENTS
Tanggapan Tompi ini mendapat beragam respons. Banyak yang setuju, tetapi ada juga yang merasa candaan warganet karena peraturan pemerintah yang terkesan berubah-ubah
Sikap bercandaan masyarakat Indonesia bagi sebagian orang memang dianggap berlebihan. Biasanya langsung diikuti yang lainnya, sampai konten tersebut sudah tak viral lagi. Lelucon ini pun semakin marak setelah deretan figur publik mengungkapkan hal serupa, sebut saja Chef Arnold hingga musisi Fiersa Besari. Menaggapi pernyataan dokter Tompi, banyak warganet yang setuju sebab pandemi Covid-19 jadi dianggap sepele, padahal kasus kematian karena Covid-19 terus bertambah.
Tak sedikt yang berpandangan bahwa hal ini sebagai gambaran bagaimana pemerintah membuat peraturan yang tak konsisten, terkesan berubah-ubah dan tidak tegas. Apalagi semenjak awal masuknya Covid-19 yang dipandang sebelah mata oleh beberapa pejabat. Adanya lelucon tersebut pun jadi menggambarkan bahwa orang Indonesia suka hal sederhana yang dibuat sulit. Padahal jika makan pun tak selesai bisa langsung dibawa pulang, atau lebih baik tak perlu datang hanya memesan lewat online.
“Saya juga heran. Bukan menangkap esensinya dan banyak bersyukur. Penjual dapat rezeki, pembeli dapat makanan dengan selamat. Win-win solution. Biar cepat pesan lebih dulu via WA atau kertas pesanan. Tinggal dulu, tanya, kira-kira diambil jam berapa. Atau tunggu di parkiran. Prinsip take away masih harus dilakukan,” komentar akun @Fatma***
“Maaf, sepertinya bukan bercanda, tapi itu kritik atas kebijakan publik yang pembuatnya saja tidak tahu gimana cara menegakkan, memonitor, dan mengevaluasinya. Ketika monevnya tidak jelas, maka sebuah kebijakan publik itu sudah gagal di awal,” pendapat yang lain.
Terlepas dari polemik, sudah seharusnya individu bertangung jawab pada dirinya sendiri. Tak perlu diawasi dahulu baru peraturan dilakukan, jika ingin pandemi berakhir maka harus bisa sama-sama menekan penyebarannya.