Idola Korea diatur agensi | Credit: Hipwee via www.hipwee.com
Punya rasa kagum kepada seorang figur publik merupakan hal yang wajar. Dari yang awalnya ngefan biasa sampai akhirnya penasaran dan ingin tahu berita terbaru tentang sang idola. Apalagi, di tengah teknologi digital yang semakin modern, sosok yang banyak dikagumi orang dengan mudah bisa ditemukan melalui media mainstream.
Hal ini juga terjadi pada industri hiburan negara Ginseng. Masifnya penggunaan teknologi membuat Korean wave semakin tenar dalam skala global. Bukan hanya karya musik, tetapi juga mencakup film, drama, fashion, kuliner hingga budaya. Sebenarnya, tren global Korea bukan suatu kebetulan, mengingat fenomena ini memiliki andil kolaborasi sistematis antara pemerintah dan pihak swasta dalam pengembangan industri kreatifnya.
Namun, di balik gemerlapnya industri, ada persaingan tinggi yang harus dibayar mahal oleh para pelaku. Maka dari itu, saat idola sudah mencapai titik dikenal banyak orang, mereka dituntut untuk lebih hati-hati dalam mengambil sikap. Skandal adalah hal yang harus dihindari, pasalnya sekali rumor beredar semua proyek dan pihak yang terlibat dengan figur publik bisa kena dampak. Citra positif mau nggak mau perlu dipertahankan supaya karier mereka tetap aman.
ADVERTISEMENTS
Tiap negara punya ciri khas dunia entertainment. K-Pop sedari awal sudah identik dengan sistem yang kompetitif dan disiplin
Industri hiburan Korea Selatan | Credit: Flickr
Kalau kamu penggemar budaya Korea, mungkin sudah nggak asing dengan sistem industri hiburan di sana. Kalau dibandingkan sama Indonesia, perbedaannya cukup kentara. Sebelum terjun ke dunia entertainment, mayoritas akan menerapkan sistem debut. Mereka harus menjalani training yang bisa berlangsung selama bertahun-tahun. Bukan hanya musisi, aktor hingga aktris juga memiliki sistem yang kadang serupa.
Nah, di sinilah peran agensi menjadi hal yang vital untuk kepopuleran seorang artis maupun idol group. Pihak agensi yang menentukan apakah selebritas-selebritas tersebut mendapat peran dalam drama atau muncul dalam acara musik.
Ketatnya industri hiburan Korea Selatan sempat didokumentasikan BBC. Mantan trainee bernama Euodias memutuskan tak meneruskan kontrak sebab menurutnya persaingan menjadi seorang idola terasa tak lazim. Beberapa peserta menderita anoreksia dan bulimia karena kelaparan dibuat normal. Belum lagi, ia disarankan oleh agensi untuk melakukan operasi pada bagian hidung dan garis rahang. Yang mana, biaya tersebut akan dimasukkan ke dalam utang dalam kontrak.
Ia juga sempat diminta menjadi visual, sayangnya Euodias diberitahu untuk mempertahankan karakter sebagai orang yang menahan diri, manis, dan polos. Namun, hal tersebut bertolak belakang dengan pribadinya yang berisik dan suka mengemukakan pendapat.
Menurutnya, semua peserta yang sukses harus membayar utang-utang yang dihitung sejak training serta utang baru yang muncul ketika sudah menjadi idola. Training yang dilakukan dalam jangka waktu lama pun tak menjamin kesuksesan. Ada yang sudah berkorban waktu dan uang, tetapi harus berakhir tanpa kualifikasi apa-apa.
ADVERTISEMENTS
Lantas, gimana jadinya saat image idola di dunia maya berbeda dengan realitanya di ranah privat?
Aturan sosial yang diberikan kepada idola memang tak dijabarkan secara tertulis di Undang-Undang Penyiaran Korea Selatan. Namun, pada penerapannya mereka dituntut untuk punya citra yang baik. Hal ini juga sejalan dengan para fan di sana yang mempunyai stigma yang “lebih galak” dari fan mana pun, akibatnya fenomena cancel culture sudah tak asing terjadi di Korea.
Hal ini yang dialami oleh aktor Kim Seon-ho. Belum lama ini ia terkena kasus gaslighting dan manipulasi kepada mantan pacarnya. Kabar yang menerpa di tengah popularitasnya tentu menghebohkan jagat dunia maya. Pasalnya, pada beberapa drama yang dibintangi, Kim Seon-ho dicitrakan memiliki pribadi baik hati, manis, suka membantu tanpa pamrih, misalnya akting terbarunya di Hometown Cha-Cha-Cha. Anggapan ini diperkuat dengan citra yang baik dan sopan yang ditunjukkan pada variety show 2 Days 1 Night sejak ia bangun tidur hingga tidur lagi. Publik pun langsung mempersepsikan aktor ini sebagai good boy tulen.
Namun, mirisnya tak sedikit penggemar justru melakukan doxxing identitas korban, padahal kala itu kebenaran belum terungkap sepenuhnya. Meski kesalahan yang ditudingkan ke Kim Seon-ho sudah dibantah oleh Dispatch, sayangnya beragam kontrak hingga iklan sudah terlanjur dibatalkan.
Kejadian seperti ini juga sempat dialami Seungri, mantan anggota grup Big Bang dalam kasus Burning Sun, yakni tentang kekerasan seksual dan perdagangan orang. Fan fanatik menyebut bahwa Seungri tak bersalah, padahal keputusan sudah ketok palu, penyanyi tersebut dijatuhi hukuman selama 3 tahun penjara.
ADVERTISEMENTS
Menyukai idola sebaiknya sewajarnya. Pasalnya, mereka menampilkan apa yang ingin dilihat publik dan tak jarang karena tuntutan agensi
Jadi fans yang bijak | Credit: Hipwee
Perkembangan yang maju tak luput dari sistem ketat yang diterapkan agensi kepada artisnya. Semua bintang K-Pop seperti harus menampilkan wajah sempurna, berbakat, cantik, dan lajang. Hal ini dilakukan untuk mempertahankan ilusi dan mencegah penggemar menjadi cemburu tak masuk akal.
Para artis seringkali dilarang berkencan, setidaknya di awal karier mereka. Melansir dari Billboard, Cube Entertainment memilih keluarkan dua bintang terkenalnya, Hyuna dan E’Dawn, karena diketahui menjalin hubungan asmara yang melanggar kontrak.
Belum lagi, aturan agensi soal diet dan pola makan sang artis untuk berada di jalur standar kecantikan mereka. Dikutip dari Allkpop, penyanyi Twice, Momo, mengungkap bahwa agensi menuntutnya untuk menurunkan tujuh kilogram sebelum debut. Untuk mencapai target, ia berlatih setiap hari, hanya makan es batu selama satu minggu, sampai takut nggak akan bangun keesokkan paginya karena kekurangan gizi.
Kerap kali perempuan diharapkan tampil dengan sikap lembut, sopan, dan sedikit kekanak-kanakan polos atau disebut aegyo. Misalnya, ketika Irene Red Velvet mengatakan saat dia membaca buku feminis, banyak penggemar pria melayangkan protes sampai membakar fotonya. Kejadian serupa juga melibatkan Son Na-eun, Apink, yang menghadapi kritik online karena mengunggah gambar casing ponsel bertuliskan “Girls can do everyting”. Tak lama, postingan dihapus dan agensi klarifikasi bahwa kasus itu hanyalah produk dari label fesyen Prancis Zadig&Voltaire.
“Semestinya tak ada yang harus meminta maaf karena membaca buku dari penulis feminis atau menggunakan produk yang mengandung pesan feminis,” kata Kim Ha-jin, seorang profesional kepada The Korea Herald, Maret 2018.
Belum lagi masalah penampilan dan ucapan ke media yang juga turut diatur oleh agensi kepada bintangnya. Terbukti, saat Kim Seon-ho melakulan siaran langsung di Naver V Live, ia mengungkapkan jika sebelumnya mengenakan kalung tetapi pihak Salt Entertainment melarang dengan alasan tak cocok.
“Sebenarnya aku memakai kalung hari ini, tapi (mereka) mengambilnya karena terlalu berkilau. Jadi, akhirnya aku melepas kalung itu,” jelasnya.
Kim Seon-ho juga mengaku bahwa agensi menegurnya karena sering bertingkah aneh di 2 Days 1 Night, sehingga ia harus lebih menjaga sikap.
ADVERTISEMENTS
Supaya tak kecewa, fan pun harus mulai menyadari bahwa tampilan di layar kaca bisa saja bagian dari ‘pembentukan citra’
Meski tak semua idola bertindak sesuai dengan kemauan agensi, tetapi tindakan preventif dari diri sendiri memang diperlukan. Ingatlah bahwa yang mereka tampilkan hanya permukaan luar dari kehidupan. Fan yang mencintai idolanya harus siap menerima bahwa layar perak hanya menyajikan “hal baik”. Lagi pula, apa yang diharapkan dari tampilan satu, dua jam, di dunia maya? Apa kamu bisa langsung menilai kepribadian seseorang dari sana?
Maka dari itu, sebagai seorang penggemar, sudah sepatutnya mampu membedakan ekspektasi dan realita. Tahu batas wajar supaya tak dibutakan oleh rasa bahagia sementara. Jadikan kesalahan idola sebagai pembelajaran, supaya kejadian serupa tak terulang.