Yuk kurang-kurangin!/ Illustration by Hipwee via hipwee.com
Menjadi seorang ibu dan memiliki anak sering kali membuat emosi dalam diri menjadi tak terkendali. Apalagi, banyak tugas yang ‘katanya’ jadi tugas istri, mulai dari pekerjaan rumah yang harus diselesaikan, mengurus suami dan anak, hingga hal remeh-temeh lainnya. Menjadi seorang istri menuntut ibu untuk bisa multitasking. Bisa masak sambil menggendong anak, ngepel dan nyapu rumah hanya dengan satu tangan, harus bisa curi-curi waktu ketika anak tidur, bahkan untuk makan dan ke kamar mandi pun harus bisa secepat kilat. Duh, ibu memang Wonder Woman keluarga! Â
Di balik sibuknya menjadi ibu yang harus mikirin dan ngerjain segala hal yang kebanyakan sendirian, tak jarang di saat lelah dan anak mulai berulah, secara sadar atau tidak, si kecil menjadi sasaran untuk meluapkan kelelahan itu. Bentakan, teriakan, dan kemarahan pun diluapkan kepada anak. Si abang yang nggak mau mengalah dari si adik menjadi sasaran. Si adik yang suka usilin kakaknya pun harus rela kena semprot. Seketika rumah jadi pecah kalau ibu udah marah-marah. Susah sih mengontrol emosi, tapi coba deh tarik napas panjang dan tahan diri.
Sebelum gegabah meluapkan emosi, perlu diketahui bahwa setiap anak terlahir dengan sifat, karakter, dan keistimewaan yang berbeda-beda. Tentunya, cara mendidik masing-masing anak pun berbeda pula. Dalam mendidik anak ini, tak jarang emosi ibu lebih mendominasi saat si kecil tidak mau nurut. Kemudian, membentak anak dianggap sebagai salah satu cara dalam mendidik agar si anak mau menuruti perkataan ibu. Masa sih begitu?
ADVERTISEMENTS
Saat anak salah, ibu sebaiknya jangan langsung memarahinya. Ada risiko yang ditimbulkan lo dari membentak si kecil
Anak dibentak
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Lise Eliot, seorang profesor ilmu saraf dari Fakultas Kedokteran Chicago, satu bentakan itu dapat merusak miliaran sel-sel otak pada anak. Hal ini terjadi terutama pada anak yang otaknya masih dalam pertumbuhan, yakni pada masa golden age (2-3 tahun pertama kehidupan). Suara keras dan bentakan yang keluar dari orang tua dapat menggugurkan sel otak yang sedang tumbuh pada anak. Sebaliknya, ketika ibu memberikan belaian lembut sambil menyusui, rangkaian otak anak terbentuk dengan indah.
Dari hasil penelitian itu dapat dikatakan bahwa ketika ibu marah kepada anak, hal ini dapat mempengaruhi perkembangan otak mereka. Nggak mau kan, niatnya mendidik, tapi malah memberikan dampak buruk terhadap perkembangan mereka? Jadi, coba deh mulai untuk menghilangkan kebiasaan membentak dari sekarang.Â
ADVERTISEMENTS
Selain dapat mempengaruhi perkembangan otak anak, membentak juga memiliki dampak bagi kepribadian anak lo!
Memengaruhi kepribadian
Ketika miliaran sel otak pada anak rusak yang disebabkan oleh bentakan, hal ini memang tidak dapat terlihat secara langsung. Sebab, sel-sel yang rusak terdapat di dalam tubuh dan tidak mungkin dapat terlihat secara langsung tanpa bantuan alat pendeteksi. Meskipun begitu, dampak dari membentak anak ini dapat dilihat secara langsung dari kepribadian yang dimiliki oleh sang anak.
Vera Itabiliani Hadiwidjojo, S.Psi, pakar psikolog anak dan remaja mengatakan, dampak dari membentak anak dapat merusak hubungan antara orang tua dan anak. Selain itu, dapat juga menimbulkan rasa takut bagi anak ketika ia berdekatan dengan orang tua sehingga tidak ada lagi kehangatan dan kedekatan antara ibu dan anak yang tercipta.
Membentak juga dapat membuat si anak menjadi pribadi yang menutup diri. Hal inilah yang membuat apa yang dimaksudkan atau apa yang ingin disampaikan oleh sang anak tidak sampai kepada orang tuanya. Dalam artian, anak lebih memilih untuk memendam apa yang ia rasakan ketimbang menyampaikannya secara langsung kepada orang tuanya.Â
Mendidik dengan bentakan tidak selalu dapat membuat anak mengerti apa yang dimaksud ibu. Malah, kebanyakan bentakan membentuk karakter si anak menjadi lebih mudah emosi, memiliki temperamen buruk, mudah memberontak, agresif, dan tak jarang si anak meniru perilaku orang tuanya. Perlu diingat bahwa pada masa perkembangannya, anak belajar dengan meniru dari apa yang ia lihat.
Selain itu, jika anak terbiasa dan terus-terusan menerima bentakan sebagai luapan kemarahan orang tua atas kesalahannya, maka akan berefek pada jangka panjang dan mempengaruhi masa depan si anak. Anak yang memiliki masa lalu dibesarkan dengan cara yang keras oleh orang tuanya akan lebih mudah stres dan depresi. Itu semua disebabkan oleh banyaknya sel-sel otak yang rusak yang membuat sel-sel otak yang aktif menjadi lebih sedikit. Sebagai orang tua, kita harus lebih bijak lagi dalam menasihati sang anak saat mereka melakukan kesalahan.
ADVERTISEMENTS
Nah, mungkin ibu-ibu juga bertanya, lalu bagaimana jika si anak sudah terlanjur dibentak?
Terlanjur dibentak
Sebagai orang tua, ketika terlanjur membentak anak biasanya tidak lama setelahnya akan muncul rasa penyesalan dan rasa bersalah dalam diri. Nah, jika mengalaminya juga, masih ada kok kesempatan untuk mengubah itu semua. Ibu bisa mengajak ngobrol agar si kecil merasa bahwa ibunya masih peduli dengannya. Sentuhan fisik seperti membelai rambutnya atau memberi pelukan sebagai bentuk rasa sayang juga bisa dilakukan.
Selain itu, ibu juga perlu memastikan bahwa meskipun anak sedang dimarahi, ia tahu bahwa ia masih tetap disayang dan dipedulikan oleh ibunya. Yang paling penting, saat anak salah, permasalahan itu jangan sampai merembet ke hal-hal yang lain. Cukup fokus pada kesalahan yang ia lakukan saat itu saja. Kesalahan yang lalu-lalu jangan diungkit-ungkit lagi ya!Â
ADVERTISEMENTS
Jika tidak dengan membentak, lalu gimana sih untuk bisa tegas dalam mendidik anak?
Mendidik anak
Mendidik anak dengan cara membentak bukanlah cara terbaik dalam membentuk karakter tumbuh kembang si kecil. Anak yang dididik dengan cara diberikan pengertian akan berbeda karakternya dengan anak yang dididik dan dibesarkan dengan cara dibentak ketika melakukan kesalahan. Nah, lalu bagaimana sih cara asyik mendidik anak tanpa membentak, namun juga tetap tegas?
Pertama, para ibu perlu menerapkan ‘aturan main’ di dalam lingkungan keluarga. Aturan main ini bisa berasal dari kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh si anak. Misal sebagai contoh, si kecil bertengkar dengan saudaranya yang lain di rumah karena rebutan mainan hingga menyebabkan keributan. Jangan langsung membentak dan memarahi mereka dengan menyuruh mereka diam.Â
Nah, ibu perlu mengajak mereka ngobrol dan bertanya apa yang terjadi, lalu tanya juga siapa yang memulai keributan itu duluan. Dari permasalahan ini, nantinya ibu bisa membuat peraturan ke depannya bahwa siapa yang melanggar, maka akan mendapatkan sanksi. Langkah ini juga bisa mengajarkan anak untuk taat pada aturan yang dibuat dan perlahan akan membentuk karakter yang baik pada anak.Â
Kedua, memberikan reward bagi yang taat aturan dan punishment bagi yang melanggar. Rreward dan punishment ini adalah sebagai bentuk apresiasi yang diberikan kepada mereka. Sebagai contoh, anak yang taat aturan dapat diizinkan untuk menonton film kartun kesayangannya, sedangkan yang melanggar aturan atau melakukan kesalahan, ia tidak diizinkan untuk menonton film kesayangannya.Â
Ketiga, konsisten dan tegas atas peraturan yang dibuat itu perlu. Sebagai orang tua, ibu juga perlu konsisten dan tegas ketika menerapkan aturan main ini di rumah. Jangan ketika anak sudah mulai taat pada aturan, ibu malah tidak tegas. Sehingga, membuat si anak kembali pada kebiasaan lamanya dan peraturan itu ditinggal begitu saja. Peran ibu sebagai orang tua tentunya sangat penting di sini. Ibu juga harus bisa berlaku adil dalam menerapkan aturan tanpa membedakan antara abang, kakak, dan adik. Semua harus diperlakukan sama.
Nah, itu dia cara asyik mendidik anak tanpa membentak. Anak pastinya akan mengerti jika diberi pengertian. Sebaliknya, anak akan memberontak jika diperlakukan dengan keras. Yuk, belajar melatih diri untuk mengungkapkan kemarahan dengan nada yang tidak membentak agar anak bisa menangkap apa yang ibu sampaikan!