Kau adalah saudara lelakiku. Dalam tubuh kita mengalir darah yang sama. Kelak, kau pun berhak menjadi waliku, menikahkanku. Kita tumbuh bersama, mendapat didikan yang sama dan tertawa bersama. Bahagiamu tentu menjadi bahagiaku. Sedih dan marahmu aku sudah tahu.
Bagiku kau adalah lelaki terhebat. Aku ingat bagaimana kerasnya usahamu memperjuangkan pendidikan kami, adik-adikmu. Aku selalu ingat nasehatmu kala hatiku sedang patah-patahnya. Kau adalah lelaki yang tangguh, sang pejuang sejati. Aku paham betul itu.
Namun hari ini aku melihatmu rapuh. Menjelang salat zuhur, aku mendapatimu meneteskan air mata di kamar, sendirian. Tidak ada suara. Kau menangis dalam diam. Tanpa bertanya aku tahu hatimu begitu terluka. Puluhan tahun kita hidup bersama, aku tahu kau hanya pernah menangis ketika ibunda kita sedang sakit keras. Selebihnya, kau tanggung sendiri dukamu. Dan hari ini kembali kau simpan sendiri rasa sakit yang merasuk ke hati. Di sela-sela tangismu kau berkata, “Tidak ada lagi cinta. Segalanya diukur dengan uang.”
Lalu segalanya jelas bagiku. Rencana pernikahanmu diambang kehancuran. Pertunangan yang sudah terjalin lebih dari setahun pun terancam putus. Kau tidak memiliki cukup uang untuk memenuhi permintaan mahar mereka. Sementara mereka mendesak agar pernikahan dilangsungkan meriah. Mereka tidak mengerti, bahwa kau masih memiliki adik yang mesti dikuliahkan. Mereka tidak mau mengerti bahwa setiap bulan masih ada hutang yang harus kita bayar. Di situasi seperti ini, kau bilang kau hanya mampu menawarkan seperangkat alat salat namun sayangnya mereka menolak. Yang lebih menyakitkan, tidak ada sedikit pun pembelaan dari Dia, calon istrimu. Dia hanya diam saat menyaksikan kau didesak. Seolah-olah mengaminkan permintaan orang tuanya. Padahal di saat-saat seperti itu yang kau butuh hanya sedikit dukungan darinya, pengertiannya. Hanya dia yang kau harapkan mengerti posisimu. Namun sayangnya, dia pun tidak memahamimu.
Kuatlah, saudaraku. Bertahun-tahun menjalin hubungan memang tidak menjadi jaminan bahwa seseorang itu memahami kita. Kenal pasti tapi paham belum tentu. Dia tidak paham keadaanmu, beban yang kau tanggung dan pilihan hidup yang kau ambil. Buktinya, dia masih memaksamu untuk menjadi seseorang yang bukan dirimu.
Kuatlah. Mungkin kau memang sudah membangun mimpi dengan dia sebagai tokoh utama. Tapi sekarang susun lagi mimpimu yang tidak ada dia di dalamnya. Kau yang bilang padaku bahwa pacaran ibarat hidup di dunia dongeng. Segalanya serba bahagia. Kita hanya merasakan senangnya jalan-jalan berdua, makan di kafe, liburan bersama, merayakan hari jadi yang entah keberapa, tanpa tahu kerasnya dunia yang sesungguhnya. Katamu lagi, pernikahanlah sebenar-benarnya dunia nyata. Kini asumsimu itu aku kembalikan padamu. Mungkin kau dan dia memang hanya ditakdirkan untuk menjalani dunia dongeng. Mungkin dia belum siap mendampingimu di dunia nyata. Atau bisa jadi kalian memang tidak pernah ditakdirkan untuk menjalani kerasnya hidup berdua. Mungkin takdirmu hanya sekedar menjadi penjaganya sampai dia mendapatkan imamnya sendiri.
Ayolah, kau harus kembali bangkit. Aku tahu memang tidak mudah, terlebih kau dan dia tinggal selangkah lagi menuju pelaminan. Namun seperti kataku, kau adalah pejuang. Yang aku tahu kau tidak pernah gamang menjalani hidup. Berulang kali kau ucapkan itu padaku. Katamu, seandainya pilihan hidupmu salah dan mimpimu tidak sesuai kenyataan, kau tetap akan bangkit dan membangunnya perlahan dari awal. Sekarang aku menagih gigihnya perjuanganmu. Aku menagih kebangkitanmu. Tetaplah jadi saudara lelakiku yang tangguh dan pejuang sejati. Ikhlaskan dia yang mungkin tidak tercipta dari tulang rusukmu.
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”
”
Jika satu rencana mu gagal, maka bangkitlah. Kau berhak berhasil untuk rencana-rencana mu yg lain. �
Wise bgt kau Ling. Gag nyangka aku.
Aseeem yaah.. Untung kau yg nulis artikel ini hahaa
Keren bebeh…! Semangatt…. Congrat’s honey for 2188 shares
Makanya kalau mau nikah dengan wanita wajub harus kita ceritakan apa adanya yang sebenarnya.jaman sekarang mana ada wanita yang nerima apa adanyabsemua di ilhami dengan uang karena adalah segalanya hidup tanpa uang kita mau apa beribadah sulit mau beli imi itu sulit mau sekolah sulit serba sulit lah makane enak kan kita ngak usah nikah selamanya.titiik.