Jika kita membaca novel perjuangan yang mengisahkan tentang seorang pahlawan atau buku biografi para tokoh-tokoh besar, maka kita akan mendapati sebuah kesan bahwa seakan-akan mereka adalah manusia “luar biasa” yang sangat sempurna. Bayangan kesempurnaan itu begitu kuat pada diri mereka, sehingga secara tak sadar kita sering kali berfikir bahwa diri kita sangat jauh dari mereka, bahkan mungkin kita sampai berfikir bahwa kita tak mungkin dapat meraih kegemilangan sebagaimana yang mereka raih.
Namun pernahkah anda berfikir, bahwa manusia-manusia “luar biasa” itu sebenarnya adalah manusia biasa seperti kita? Selama ini, tanpa disadari, kita sering terjebak pada pemahaman yang berlebihan tentang arti kesempurnaan. Kita barangkali mengganggap bahwa “manusia yang sempurna” adalah manusia yang luput dari sisi-sisi kesalahan, yang selalu sukses dan berhasil meraih cita-citanya, yang selalu menjadi sanjungan, yang selalu menjadi idola, dan pandangan-pandangan lain yang semisalnya, yang oleh karena itu, kita merasa sangat jauh dari apa yang kita bayangkan tentang kesempurnaan itu.
Bukankah kita akan lebih bisa menghargai sebuah kesehatan pada saat kita sedang sakit? Artinya, jika seumur hidup kita tidak pernah merasakan sakit, kita tak akan dapat membayangkan bagaimana nikmatnya sebuah kesehatan. Lalu, jika ada manusia yang tak pernah jatuh sakit dan selalu sehat dalam seumur hidupnya, apakah kita dapat menyebutnya sebagai manusia yang sempurna? Bukankah kita akan lebih dapat mengerti indahnya keberhasilan pada saat kita terjatuh pada lembah kegagalan? Andai kita tak pernah merasakan kegagalan, kita juga tak akan dapat menikmati indahnya sebuah keberhasilan. Lalu apakah jika ada manusia di dunia ini yang selalu berhasil didalam setiap pekerjaannya dan tak pernah jatuh gagal sama sekali, apakah kita dapat menyebutnya sebagai manusia yang sempurna?
Filosofi kesempurnaan sebenarnya jauh lebih sederhana dibandingkan dengan bayang-bayang semu yang ada pada diri kita selama ini. Manusia yang sempurna adalah manusia biasa yang terkadang bersedih dan terkadang bahagia, yang memiliki kekurangan kemudian berupaya untuk belajar menyempurnakan, yang terkadang jatuh gagal kemudian bangkit kembali untuk mengupayakan keberhasilan, yang terkadang menangis karena merasa kehilangan, yang terkadang menginginkan sesuatu lalu menemui jalan buntu, yang terkadang terbawa situasi haru. Manusia yang sempurna bukanlah manusia yang luput dari sisi-sisi kekurangan, bahkan justru yang luput dari kekurangan tidak bisa disebut sebagai manusia. Karena fitrah manusia, sebagaimana tertulis didalam Al Qur`an, adalah tempat salah dan lupa.
Maka, kita semua adalah manusia yang sempurna. Itulah mengapa didalam Al-Qur`an Allah mensifati manusia sebagai fi ahsani taqwim atau dalam bentuk yang sebaik-baiknya (sempurna). Jika saat ini anda sedang bersedih karena sebuah problema, atau sedang gundah karena impian yang masih tertunda, maka bersyukurlah. Karena itu adalah bagian dari kesempurnaan diri anda.
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”
”
Keren artikelnya, semoga suatu saat tulisanku bisa masuk hipwee �